MENYINGKAP TABIR
KEBOHONGAN AHLI INGKAR TERHADAP THARIQAH AT TIJANIYAH YANG MU’TABAR
Dalam rangka:
MENJAWAB KERAGUAN PARA PAKAR
AQIDAH DAN PEMIKIRAN ISLAM
UNIVERSITAS MALAYSIA ( APIUM )
Oleh:
M. Yunus bin Abdul Hamid
Muqaddam Thariqah At Tijaniyah
Di Jakarta – Indonesia
قال سيدنا وقدوتنا القطب المكتوم أبو العباس أحمد ابن محمد التجاني رضي الله عنه:
" أنَا بَرِيْئٌ مِنْ كُلِّ ماَ يُخَالِفُ الشَّرْعَ "
Berkata Junjungan dan pemimpin kita Al Quthbi Al Maktum, Abu Al Abbas Ahmad bin Muhammad At Tijani ra: “Aku berlepas diri dari semua yang menyimpang dari Syariat”.
وأجاب رضي الله عنه لمّا سُئِلَ أيُكْذَبُ عليك ؟ قال " نعم فإذا سَمِعْتُمْ عنِّي شَيْئًا فزِنُوهُ بِمِيزَانِ الشَّرعِ فإنْ وافَقَ فاعْمَلُوا بهِ وإلاّ فاتْرُكُوهُ "
Junjungan dan pemimpin kita Al Quthbi Al Maktum, Abu Al Abbas Ahmad bin Muhammad At Tijani ra menjawab ketika ditanya: “Apakah kamu akan didustakan?... Beliau berkata: Ia, jika kalian mendengar sesuatu dariku, maka timbanglah dengan neraca syariat. Jika cocok dengan syariat maka amalkanlah, jika tidak maka tinggalkanlah”.
Muqaddimah
بسم الله الرحمن الرحيم
اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ جَعَلَنَامِنْ أُمَّةِ سَيِّدِ الأنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ وَهَدَانَا إِلَى طَرِيْقَةِ خَتْمِ الأَوْلِيَاءِ الْمُحَمَّدِيِّيْنَ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الْفَاتِحِ لِجَمِيْعِ الْعَالَمِيْنَ وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْهَادِيْنَ الْمُهْتَدِيْنَ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ أمَّابَعْدُ :
Alhamdulillah, dengan rahmat dan pertolongan Allah SWT, risalah singkat ini bisa terselesaikan dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Jika ada yang kurang, baik secara lafadzi maupun maknawi dalam risalah ini, maka itulah kesempurnaan sifat karya manusia yang mana ia sebagai mahluk memang diciptakan dengan fitrah kekurangan. Jika ada kelebihannya, maka semata mata fadhal dari Allah SWT, Dzat Yang Maha Agung dan Maha Sempurna.
Risalah ini alfaqir tulis untuk memenuhi permintaan saudaraku Ustadz Elyas Ibrahim yang menghabarkan pada kami tentang adanya diskusi atau seminar dengan nara sumber saudara Mohd Fauzi Hamat, Che Zarrina Sa’ari dan Mohd Sobri Ellias, Jabatan Akidah dan Pemikiran Islam University of Malaysia (APIUM).
Tujuan kami dalam penulisan ini bukanlah untuk berdebat untuk mencari kemenangan dalam berpendapat, tapi semata mata hanya klarifikasi dan mendudukkan masalah pada porsi yang sebenar benarnya, sesuai dengan kaedah Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW. Semoga risalah singkat ini dapatlah membawa berkah dan manfaat bagi kita semua. Amin.........
Jakarta, 5 Oktober 2012
Penulis.
Bab I
Pendahuluan
Pada 1 Oktober 2012 yang lalu, alfaqir mendapat email dari saudara Elyas Ibrahim – Malaysia yang berisi berita topik diskusi sebanyak 18 halaman. Dengan judul:BEBERAPA ASPEK MERAGUKAN DALAM TAREKAT TIJANI MUTAKHIR: ANALISIS TERHADAP KITAB IRSYAD AL ASFIYA’ ILA TARIQAT KHATM AL AWLIYA’. Mohd Fauzi Hamat, Che Zarrina Sa’ari dan Mohd Sobri Ellias, Jabatan Akidah dan Pemikiran Islam (APIUM).
Sebelum membahas inti permasalahan, pertama alfaqir ingin menanggapi JUDUL DISKUSI tersebut diatas dengan tanggapan sebagai berikut:
1. BEBERAPA ASPEK MERAGUKAN DALAM TAREKAT TIJANI MUTAKHIR: ANALISIS TERHADAP KITAB IRSYAD AL ASFIYA’ ILA TARIQAT KHATM AL AWLIYA’.
Dari judul diskusi tersebut alfaqir melihat bahwa para pembahas adalah ORANG ORANG YANG RAGU terhadap apa yang mereka dapat dari hasil membaca kitab IRSYAD AL ASFIYA’ ILA TARIQAT KHATM AL AWLIYA’. Dari judul tersebut alfaqir menilai bahwa diskusi tersebut tidak punya nilai ilmiah. sebab jika kita berbicara ilmiah, maka kita harus tahu secara pasti dan detail terhadap materi masalah yang sedang dibicarakan, sehingga dengan pengetahuan yang pasti dan detail tersebut, kita bisa membuat kesimpulan yang pas dan benar sesuai dengan acuan Al Qur’an dan Al Sunnah. Janganlah dalam kondisi ragu, karena keraguan itu menunjukkan bahwa yang bersangkutan tidak tahu permasalahan yang dibahas secara pasti dan detail. Jika hal demikian yang terjadi, maka kesimpulan yang dibuat orang ragu juga patut diragukan kebenarannya.
2. Mohd Fauzi Hamat, Che Zarrina Sa’ari dan Mohd Sobri Ellias, Jabatan Akidah dan Pemikiran Islam (APIUM). Mohon maaf jangan tersinggung dan marah. Alfaqir lihat para nara sumber tersebut bukanlah orang orang yang ahli dalam masalah TASHAWWUF danTHARIQAH. Karena antara ilmu AQIDAH danPEMIKIRAN ISLAM objek bahasannya berbeda dengan ILMU TASHAWUF dan THARIQAH. Demikian pula ruang lingkup bahasan, metode maupun prakteknya keduanya berbeda.
Andaipun mereka ahli dalam mengkaji PEMIKIRAN ISLAM, mungkin salah satunya pemikiran para sufi, maka ilmu dan pengalaman para pengkaji berbeda dengan pengamal. Sama saja kedudukannya antara ilmu dan pengalaman penonton tidak sama dengan pemain. Jika kita nonton bola, biasanya para penonton lebih pintar dalam menilai dan menyalahkan, tapi jika disuruh turut main langsung di lapangan, bisa bisa kakinya patah dulu sebelum pertandingan.
Oleh karena itu, jika kita membahas sesuatu diluar keahliannya, maka akan membuat masalah baru yang lebih parah dari masalah aslinya. Seorang dokter ahli bedah tulang dilarang keras ikut membedah jantung, akibatnya akan fatal. Demikian pula dalam mendedah masalah masalah Islam. Seorang ahli Aqidah bukan berarti ahli dalam tashawwuf. Walaupun dalam tashawwuf itu sendiri juga ada kandungan bahasan tentang aqidah.
Kesimpulannya, seorang ahli dalam ilmu / ilmuwan aqidah dan pemikiran Islam, ilmu dan dzauqiyahnya tidak akan pernah sama dan sejalan dengan para ahli tashawuf dan thariqah. Seorang ahli / ilmuwan hanya bisa melihat dari bagian luar berupa teori yang bersifat MENUKIL katanya..., pendapatnya....dan kemungkinannya. Sedangkan para sufi yang berthariqah adalah mereka yang sudah mengusai teori teori dan istiqamah mempraktekkan / mengamalkan teori teori yang dipelajarinya. Lebih jauh hati mereka selalu sibuk dengan dzikir dalam musyahadah dan makrifahnya di hadrat Allah SWT. mereka mabuk kepayang oleh minuman cinta dan dicintai oleh Rabbul ‘Alamiin. Sehingga lupa segala galanya, pandangan hatinya fokus bertauhid dan dzauqiyahnya sibuk bercengkrama dengan Kekasih serta Pujaan yang tiada dua, yaitu Allah SWT.
Oleh karena itu, percuma berdebat dengan ilmuwan jika ia tidak mau bergeser dari posisi pemikir menjadi pengamal. Karena apa yang didapat oleh pemikir tidak akan pernah sama dengan apa yang didapat oleh para pengamal. Contoh kongkritnya, seorang remaja yang jatuh cinta. Dia tulis puisi, cerpen dan lain lain sesuai fikiran dan perasaan serta hayalannya tentang cinta. Dia juga banyak berceritera dan menulis tentang gadis pujaannya. Tapi remaja tersebut belum pernah menikah dan menyentuh lawan jenisnya.
Dilain pihak ada seorang yang sudah dewasa dan jatuh cinta. Dia tidak berhayal, dia tidak tulis puisi dan cerpen. Diapun tidak banyak berteori dan berceritera tentang cinta. Tapi langsung melamar gadis pujaannya kemudian langsung menikahi dan kawin dengannya. Jika sama sama disuruh menjelaskan tentang cinta, samakah penjelasan remaja dan orang dewasa tersebut?...
Itulah perbedaan mutlak dan mendasar antara seorang PEMIKIR / ILMUWAN dengan PARA SUFI PENGAMAL THARIQAH. Ada kalanya apa yang ditulis para ahli teori itu benar, tapi kebenarannya masih perlu pembuktian. Beda dengan para pengamal, mereka berbicara fakta bukan hanya teori.
I’tibar lain, warga Malaysia yang ingin tahu Indinesia, satu golongan membeli peta dan buku yang membahas Indonesia dalam semua sektornya. Satu golongan lagi langsung datang ke Indonesia dan bepencar pergi dan menetap beberapa lama di berbagai daerah. Kemudian mereka menulis buku tentang Indonesia sesuai dengan pengetahuan mereka masing masing. Pertanyaannya:
1. Samakah pengetahuan mereka antara hasil membaca buku dan peta Indonesia dengan mereka yang datang langsung lalu menetap beberapa lama di Indonesia?.....
2. Bagi mereka, kelompok yang datang dan menetap di Indonesia itu berasal dari latar belakang yang berbeda, satu kelompok para pedagang, satu kelompok para diplomat, sedangkan satu kelompok lagi adalah para aktifis pendidikan yang terdiri dari para mahasiswa dan dosen. Jika mereka sama sama menulis buku, apakah akan sama bahasannya?... jangankan dari disiplin ilmu yang berbeda, dalam satu disiplin ilmupun, tulisannya tidak mungkin sama. Bisa saja sama, yaitu mereka yang suka JIPLAK / PLAGIATOR.
Inilah gambaran awal dari penilaian hasil diskusi yang terjadi dalam rangka mendedah kitab Irsyad al-Asfiya’ ila Thariqah Khatm Al Awliya’.
Bab II.
MENDEDAH MATERI DISKUSI
1. Pada Bab. Pendahuluan point 2 ditulis:“Kewujudan setengah pihak yang mendakwa Tasawuf telah menjadikan tarekat sebagai wadah untuk mendapatkan penghormatan yang khusus dan memperoleh kesenangan-kesenangan yang bersifat duniawi, malah lebih parah lagi apabila mereka cuba menyebarkan ajaran ajaran sesat yang jelas memutarbelitkan pegangan akidah yang sejati dan mengharubirukan pengamalan Islam yang lurus atas nama tasawuf dan tarekat”.
Pernyataan tersebut diatas akan kami bagi menjadi beberapa bagian, antara lain:
a. Kewujudan setengah pihak yang mendakwa Tasawuf telah menjadikan tarekat sebagai wadah untuk mendapatkan penghormatan yang khusus dan memperoleh kesenangan-kesenangan yang bersifat duniawi.
Tanggapan alfaqir: Tuduhan tersebut sangat keji dan tendensius dengan cara generalisasi tanpa alasan. Bahkan tuduhan tersebut mengandung unsur penyesatan opini dan pembunuhan karakter terhadap para pengamal tasawuf. Ini benar benar sama persis dengan perkataan kaum Wahhabi, jangan jangan para nara sumber tersebut adalah memang orang orang Wahhabi atau agen Wahhabi kiriman Saudi Arabia.
Pernyataan tersebut diatas adalah tuduhan yang sangat keji dan picik, dimana mereka merasa sebagai pihak yang paling benar, kemudian untuk mengokohkan rasa percaya dirinya, mereka lemparkan tuduhan pada pihak lain yang dia anggap berbeda pendapat dengan dirinya sebagai pihak yang ingin mendapatkan kehormatan khusus dan kesenangan duniawi. Benar benar hebat!!!.....
Pertanyaannya:
· Apakah dengan ilmu akidah dan pemikiran Islam yang saudara kuasai itu, anda sudah pasti sebagai ORANG ORANG SUCI, PALING BENAR, TANPA CACAT DAN PASTI DITERIMA SEMUA IBADAHNYA OLEH ALLAH SWT?...
· Apakah setiap sufi dan pengamal thariqah pasti bertujuan hanya untuk mendapatrkan kehormatan khusus dan kesenangan duniawi seperti yang saudara tuduhkan itu?...
· Jika ada beberapa orang (oknum) pengamal tasawuf dan thariqah yang punya tujuan untuk sekedar mendapatkan penghormatan khusus dan kemewahan duniawi seperti yang saudara tuduhkan itu, lalu yang lain, orang orang yang beribadah ikhlas karena Allah juga harus dicap dengan cap yang sama dengan mereka para pencari dunia itu?.... Demi Allah,.... ini adalah salah satu kepicikan dan kelicikan yang luar biasa kejinya..
b. malah lebih parah lagi apabila mereka cuba menyebarkan ajaran ajaran sesat yang jelas memutarbelitkan pegangan akidah yang sejati dan mengharubirukan pengamalan Islam yang lurus atas nama tasawuf dan tarekat.
Tanggapan alfaqir: Tuduhan yang ini juga sama licik dan piciknya dengan tuduhan pada poin huruf a tersebut diatas. Oleh karena itu berikut ini alfaqir berikan beberapa kreteria bagi orang yang pantas dan cocok untuk mengadakan penilaian terhadap pendapat orang lain. Terutama dalam masalah agama.
· Peneliti dan penilai harus mempunyai ilmu dan pandangan yang luas dalam berbagai disiplin ilmu, terutama ilmu yang bersangkut paut dengan masalah yang diteliti dan dinilainya.
· Harus punya ilmu yang lebih tinggi dan luas dari pada pihak yang dinilai. Karena mustahil orang punya ilmu setara, apalagi lebih rendah, bisa menilai pihak lain secara jernih dan bijaksana.
· Harus punya pengalaman nyata dalam masalah yang diteliti dan dinilainya.
· Fikiran dan hatinya harus bersih, ikhlas dengan landasan taqwa kepada Allah SWT.
· Dedikasi dan rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap materi yang dinilainya.
· Lepas dari rasa dan sifat iri, dengki, taajjub, taassub dan takabbur.
· Tidah ceroboh dalam menilai, bahkan jika perlu harus bermusyawarah dulu dengan pihak pihak terkait dan mempunyai paham dan pandangan yang luas pula dalam masalah yang dinilai.
Dalam perspektif tasawuf yang mana praktek amaliyahnya adalah thariqah, pada tahap awal seorang hamba akan melaksanakan proses TAKHALLI bi al radail, pembersihan diri dari sifat sifat tercela termasuk hubbu ad dun-ya. Dalam proses ini seorang hamba dibimbing untuk bertauhid dengan sebenar benarnya sehingga mencapai kondisi ikhlas semata mata karena Allah. Sehingga ibadahnya murni untuk mendapatkan, maghfirah, ridha, cinta dan dicintai Allah SWT. bukan untuk mendapatkankehormatan khusus dan berbagai kesenangan duniawi.
Jika ada fihak yang mengklaim bahwa dirinya dari kelompok bertasawuf dan berthariqah tapi kenyataannya hanya untu mendapatkan kehormatan khusus dan kesenangan duniawi, maka mereka ini para pencatut nama tasawuf dan thariqah. Dan mereka bukan ahli tasawuf dan thariqah. Jadi jangan disamakan / digeneralisasi.
Untuk lebih jelasnya tentang tugas dan kewajiban orang berthariqah, berikut ini alfaqir berikan sedikit penjelasan tentang langkah-langkah penataan diri dan hati orang thariqah. Langkah awal mereka adalah mengarahkan hati mereka menuju hadrah Allah SWT. untuk bisa masuk kedalam hadrat Allah SWT, maka dia harus mensucikan hatinya dari segala bentuk kesyirikan baik yang terang maupun yang samar. Hati yang suci dari syirik itulah hati yang ikhlas. Bagaimana bentuk ikhlas itu?... berikut ini penjelasannya.
Makna Ikhlash dalam perspektif tasawuf
قال الله تعالى : وماأمروا الا ليعبدوا الله مخلصين له الدين حنفاء ويقيموا الصلوة ويؤتوا الزكوت وذلك دين القيمة. ( البينة: 5)
Firman Allah SWT: “Dan tidaklah kami menyuruh kepada kalian semua, kecuali agar supaya kalian menyembah kepada Allah SWT (bertauhid) dengan tulus / ikhlash kepadanya (dalam menjalankan) agama dengan lurus. Dan agar supaya mereka menegakkan shalat dan menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus”. (QS. Al Bayyinah: 5)
Ayat diatas menjelaskan kepada kita, bagaimana seharusnya tatakrama atau adab batiniyah kita dalam beribadah kepada Allah SWT. dimana Allah SWTsebagai tuhan pencipta dan pemelihara kita, tidak pernah menyuruh atau memerintahkan kepada kita untuk patuh dan menghambakan diri pada siapapun selain pada diri-Nya. Jadi hanya kepadaNya segala bentuk kepatuhan dan penghambaan yang hakiki ditujukan, tidak boleh pada yang lain walau hanya sedikit. kepatuhan dan penghambaan yang dikehendaki oleh Allah SWT adalah Al Islam agama yang bersih dari syirik dan tegak lurus tertuju hanya kepada Allah SWT, baik dalam perbuatan, niat dan tujuan. Al Islam adalah tauhid sebagaimana agama Nabi Ibrahim yang Haniif dengan bentuk peribadatan yang jelas yaitu menegakkan shalat dan menunaikan zakat. Termasuk juga ibadah puasa dan haji serta berbagai amalan sunnah lainnya.
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَـذَا الْبَلَدَ آمِناً وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَن نَّعْبُدَ الأَصْنَامَ ﴿ابرهيم:٣٥﴾
“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim memohon: “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekkah) negeri yang aman, dan jauhkanlah aku dan anak cucuku dari menyembah berhala berhala” (QS. Ibrahim/14 : 35)
Dan jauhkanlah kami dan keturunan kami dari menyembah berhala berhala. Dalam kitab At Ta’wilaat an najmiyat dalam menafsirkan kalimat Al Ashnaan - berhala berhala bentuk jamak dari kata shaman – berhala. Muallif kitab itu menyatakan bahwa berhala itu bermacam macam, ada berhala dalam bentuk benda kongkrit yaitu patung yang biasa disembah oleh agama agama paganis. Ada juga berhala maknawi dalam wujud benda benda kongkrit seperti uang, dan harta kekayaan yang dijadikan tujuan dari ibadah dan cita cita ahir kehidupannya. Sehingga seluruh daya upaya dilakukan untuk bisa mendapatkan tanpa peduli aturan baik adat maupun agama siap dilanggar yang penting tujuan tercapai.
Kalau kita mau meneliti dengan hati dan perasaan yang lebih halus dan jeli, disamping berhala dzahir tadi, dalam perspektif tauhid dan ibadah terdapat banyak berhala yang daya tariknya untuk menjerumuskan para ahli ibadah jauh lebih besar dan cenderung tidak dirasakan, karena mereka sebenarnya tertipu oleh dirinya sendiri. dengan tipuan syetan yang kasar saja, diantara kita banyak tidak mengerti dan tidak mau menyadarinya. Apalagi dengan tipuan diri sendiri yang dilakukan oleh nafsu yang menguasai seluruh sendi baik jasmani maupun ruhani diri kita. Berhala berhala nafsiyah itu diantaranya adalah:
Berhala hati adalah pahala. Tanpa sadar ketika kita beribadah tanpa pamrih duniawi, justru kita terjerumus kedalam pamrih ukhrawi. Yaitu pahala pahala dengan segala bentuk perhitungan dan kelipatannya. Yang tiada lain tujuan ahirnya adalah ingin masuk surga dan terhindar dari neraka. Padahal Allah SWT menyuruh kita ibadah murni untuk mendapatka ridha dan ampunan-Nya, dan dengan ridha dan ampunan Allah SWT itu kita pasti mendapat surga dan selamat dari neraka.
Berhala ruh adalah maqam / kedudukan.Setiap orang pasti punya cita cita, diantara cita cita itu adalah kedudukan. Orang awam banting tulang mencari ilmu dan keterampilan untuk mendapatkan kedudukan atau jabatan duniawi, seperti pekerjaan yang layak serta kedudukan kedudukan tertentu dalam kehidupan social di masyarakat. Sedangkan orang orang tertentu dari ahli ibadah diantaranya tertipu oleh hawa nafsunya sendiri. Mereka giat dan senang beribadah sehingga orang sekelilingnya menilai dia sebagai orang baik, orang suci dan lain sebagainya.
Dan dengan penilaian tersebut maka mengalirlah pujian untuknya, lebih jauh karena kekaguman mereka maka jabatan jabatan penting dan strategis diamanatkan padanya, termasuk juga karena keyakinan masyarakat akan kebaikan dan kesuciannya, maka banyaklah orang orang datang baik untuk sekedar curhat masalah pribadinya sampai pada mintak didoakan dan keberkahan darinya. Ahli ibadah yang bodoh dan tidak jeli denganmakrillah, tidak menyadari kalau itu semua ujian berat dan rahasia dari Allah SWT. kemudian dia mengira sudah sampai pada tujuan ibadahnya, setelah itu dia tambah sibuk ibadah dan berbuat kebaikan, tapi bukan untuk Allah SWT melainkan untuk mempertahankan status social dan jabatannya.
Berhala sir adalah muraqabah dan irfaan.Lebih halus dan bahaya lagi ujian yang diberikan Allah SWT kepada ahli ibadah ialah karunia karunia khususiyah. Diantaranya muraqabah dan irfan, kedua karunia ini hanya diberikan oleh Allah SWT hanya kepada mereka yang mencapai maqam Al Ihsan. Yaitu kondisi ruhani yang meresa selalu diawasi dan bersama dengan Allah SWT (muraqabah) dan yang lebih tinggi lagi selalu merasa ingat melihat Allah dengan mata hatinya. Hamba yang tertipu, dia rajin beribadah untuk sampai pada manzilah muraqabah dan irfan, ketika sampai pada maqam tersebut dia tambah sibuk beribadah karena takut kehilangan karunia tersebut. Bukan untuk Allah SWT.
Berhala asraar adalah kasysyaf, musyahadah dan karomah. Berhala ini adalah sama halnya dengan berhala bagi sir. Karena asraar adalah bagian yang lebih dalam lagi dari sir. Sama sama sangat membahayakan bagi ahli ibadah. Karena bisa jadi ibadahnya orang yang diberi nikmat itu karena takut kehilangan nikmat yang telah mereka terima. sebab setiap nikmat Allah SWT yang diberikan kepada mahluq pasti ada bahaya dibaliknya. Hal ini yang harus dijaga dengan keawasan dan kewaspadaan yang tinggi. Kalau tidak, bisa bisa orang lain mengira kita yang diberi nikmat kasysyaf dan karomah sebagai orang suci, tapi gara gara kebodohan kita dengan nikmat dan ujian, kita yang dinyatakan sebagai orang khas ternyata tidak ada bedanya dengan orang awam, sama sama tertipu dan tidak wusul ilallah, na’udzubillah.
Nikmat berbeda dengan rahmat, menurut Prof. Dr. Quraisy Syihab : nikmat adalah karunia Allah SWT yang didalamnya terkandung ujian (bahaya). Seperti nikmat jabatan, harta kekayaan dan lain lain adalan karunia yang harus dijaga dan menimbulkan kecemburuan dan kedengkian orang lain. Contohnya nikmat berupa makanan, selama itu makanan halal boleh dinikmati sepuas puasnya, tapi kalau berlebihan ada resiko penyakit seperti kolesterol, asam urat, darah tinggi dll. Sedangkan rahmat adalah karunia Allah Rabbul ‘Alamiin yang didalamnya tidak ada kandungan ujian dan bahaya, oleh karena itu mari kita banyak banyak mohon karunia rahmat Allah SWT yang menyebabkan kita bisa menjadi hamba yang sampai kepada hadlrah Allah SWT, dengan mendapatkan ridha, maghfirah, serta rahmat cinta dan dicintai oleh-Nya.
Kesimpulan akhir dari makna al-ikhlash adalahAt Takhalli bir radaail artinya membuang / menguras / mengosongkan hati dari sifat sifat tercela juga keinginan dan kecintaan kepada hal hal selain Allah SWT. juga menghindar sejauh jauhnya dari pada barang barang yang haram, syubhat dan mubah sekalipun yang menyebabkan hati kita sibuk berhidmat kepadanya dan berakibat lalai dari mengingat, beribadah dan mencintai Allah SWT. sebagaimana firman Allah SWT:
أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللهُ عَلَى عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَى سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَى بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَن يَهْدِيهِ مِن بَعْدِ اللهِ أَفَلاَ تَذَكَّرُونَ ﴿الجاثية:٢٣﴾
“Maka pernahkah kamu melihat orang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhan tuhan mereka. Dan Allah membiarkan mereka berada dalam kesesatan bersama ilmunya. Dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya, dan menciptakan penghalang yang menutup penglihatannya, maka siapakah yang bisa memberikan petunjuk sesudah Allah (membiarkannya tersesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran ?”. (QS. Al Jatsiyah / 45 : 23)
Kesimpulan.
2. Dari uraian makna ikhlas tersebut diatas, dimana ikhlas adalah baru langkah awal dari para pengamal thariqah. Maka tuduhan keji, picik dan licik terhadap pengamal thariqah benar benar tertolak.Jika ada oknum yang mendakwakan diri sebagai sufi dan pengamal thariqah dengan tujuanKEHORMATAN KHUSUS DAN NIKMAT DUNIAWI. Maka mereka bukanlah ahli thariqah, tapi para benalu masyarakat yang menjadikan Islam dan thariqah sebagai kedok kebohongannya. Jadi jangan disamakan antara pengamal thariqah yang sejati dengan mereka.
3. Pada pembahasan kitab JAWAHIR AL MA’ANI. Saudara mempermasalahkan pernyataan Al Hadi yang dinukil dari kitab Jawahir al Ma’ani. Dimana Rasulullah SAW bersabda:
كتابي هذا، وانا ألفته
“Ini kitabku, dan aku adalah pengarangnya”.
Yang perlu saudara ketahui dalam masalah ini adalah:
· Sabda Nabi Muhammad Saw, setelah beliau wafat TIDAK TERGOLONG SEBAGAI HADITS,sehingga jika ada pihak yang ingkar tidak dosa dan tidak kafir, tapi tidak mendapatkan bagian fadhilah dari sabda tersebut.
· Sabda Nabi SAW setelah wafatnya istilahnya BUKAN HADITS, istilah yang biasa dipakai oleh para sufi adalah BISYARAH. Ini mengacu pada firman Allah SWT surat Yunus ayat 6 :
أَلآ إِنَّ أَوْلِيَآءَ اللهِ لاَخَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَهُمْ يَحْزَنُونَ(62) اَلَّذِيْنَ أَمَنُوْا وَكَانُوْا يَتَّقُونَ (63) لَهُمُ البُشْرَى فِى الحَيَوةِ الدُّنْيَا وَفِى الأَخِرَةِ،لاَتَبْدِيْلَ لِكَلِمَتِ اللهِ، ذَلِكَ هُوَ الفَوْزُ العَظِيْمِ. (64) (يونس: 62-64)
“Ingatlah !, Sesungguhnya para wali Allah itu adalah mereka yang tidak merasa takut (akan kematian) dan mereka tidak bersedih hati (karena berbagai cobaan dan kesulitan dunia). (62) Yaitu orang orang yang beriman dan mereka selalu bertaqwa (63).Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan dunia dan dalam kehidupan akhirat. Tidak ada perobahan bagi kalimat kalimat (janji janji) Allah, yang demikian itu adalah kemenangan yang sangat besar.(64). (Q.S. Yunus: 62-64)
Pada ayat ke 64, terdapat kalimat:
لَهُمُ البُشْرَى فِى الحَيَوةِ الدُّنْيَا وَفِى الْأَخِرَةِ،
Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan dunia dan dalam kehidupan akhirat….. (64)
Berdasarkan penjelasan kitab Tafsir Al Qur’an Ibnu Katsir, terdapat beberapa hadits Nabi Muhammad SAW, bahwa yang dimaksud dengan berita gembira pada surah Yunus ayat 64 tersebut diatas adalah:
عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ, عَنِ النَّبِيِّ صَلَّ الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِى قَوْلِهِ : (لَهُمُ البُشْرَى فِى الحَيَوةِ الدُّنيَا وَفِى الأَخِرَةِ) هِيَ الرُّؤيَا الصَّالِحَةِ يَرَاهَا الرَّجُلُ الْمُسْلِمِ أَو تَرَى لَهُ بَشَّرَاهُ فِى الحَيَاةِ الدُّنْيَا وَبَشَّرَاهُ فِى الْأَخِرَةِ الَجنَّةَ. (رواه أحمد وءابن جرير والحاكم وغيرهما )
"Dari Abi Darda' ra. dari Rasulullah SAW menjelaskan firman Allah SWT yang artinya 'Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan dunia dan dalam kehidupan akhirat' adalah mimpi baik seorang muslim atau melihat langsung (dalam sadar) terhadap (fenomena) yang menjadi kabar gembira baginya untuk kehidupan dunia dan kabar gembira baginya untuk kehidupan akhirat berupa surga". (HR. Ahmad, Ibnu Jarir dan Al Hakim serta ulama' Hadits lainnya)
Hadits lain yang menjelaskan masalah bisyarah:
وعن أنس بن مالك رضي الله عنه قال, قال النبي صل الله عليه وسلم:إِنَّ الرِّسَالَةَ وَالنُّبُوَّةَ قَد إِنقَطَعَتْ, فَلاَ رَسُوْلَ بَعْدِي وَلاَنَبِيَّ :قَالَ فَشَقَ ذَلِكَ عَلَى النَّاسِ, فَقَالَ: وَلَكِنَّ الْمُبَشِّرَاتُ. قَالُوا يَارَسُولَ اللهِ وَمَاالْمُبَشِّرَاتُ؟ قَالَ: رُؤيَا الرَّجُلُ الْمُسْلِمِ وَهِيَ جُزْءٌ مِنْ أَجْزَاءِ النُّبُوَّةِ. (رواه الترمذي وقال صحيح غريب)
"Dan diriwayatkan dari Anas bin Malik ra, dia berkata: Rasulullah SAW bersabda: (Sesungguhnya kerasulan dan kenabian sudah putus (ditutup). Maka tidak ada lagi Rasul dan Nabi setelahku). Sahabat berkata: (Manusia pasti rusak jika begitu). Kemudian Rasulullah SAW bersabda: (Tapi ada mubasysyirat). Sahabat bertanya: Ya Rasulallah, apa mubasysyirat itu?). Rasulullah SAW bersabda: (Mimpi seorang laki laki muslim termasuk bagian dari berita ghaib kenabian). (HR. Turmudzi, dan dia mengatakan bahwa hadits ini shahiih gharib).
Riwayat hadits yang mempertegas adanya mubasysyirat (berita gembira) bagi para auliya' radliyallaahu anhum sebenarnya sangat banyak, untuk menambah wawasan berikut ini kami sampaikan lagi sebuah hadits:
عَن عُثمَانِ بِن عُبَيْدِ الرَّاسِبِي قَالَ, سَمِعْتُ أَبَا الطُفَيْلِ رَضِيَ الله عَنهُ يَقُولُ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّ الله عَلَيهِ وَسَلَّمَ: لاَنُبُوَّةَ بَعْدِي إِلاَّ الْمُبَشِّرَاتُ. قِيلَ: وَمَاالْمُبَشِّرَاتُ يَارَسُولَ الله؟ قَالَ: اَلرُّؤياَ الحَسَنَةِ. أَو قَالَ: اَلرُّؤياَ الصَّالِحَةِ. (رواه أحمد)
Diriwayatkan oleh Utsman bin Ubaid Ar Rasibi yang mengatakan: Saya mendengar Aba Ath Thufail ra mengatakan: Rasulullah SAW bersabda:"Tidak ada lagi (wahyu) kenabian setelahku, kecuali Al Mubasysyirat". Sahabat bertanya: "Apakah Al Mubasysyirat itu ya Rasulallah?" Rasulullah SAW menjawab: Mimpi yang baik". (HR. Ahmad).
· Berhujjah dengan pernyataan Rasulullah SAW yang didapat dalam pertemuan barzakhi (setelah beliau wafat). baik yaqadzah maupun ru’yah dalam masalah fadhailul a’mal boleh dalam Islam.
Hadits Nabi SAW. menegaskan bahwa“Busyra = Ar Ru’yah As Shalihah (mimpi baik orang beriman)” itu merupakan 1/44 atau dalam riwayat lain 1/70 bagian dari ilmu kenabian (Nubuwwah).
Lebih dari itu kalau kita mau sedikit jeli. Banyak perkara besar dalam syariat agama kita ini perintahnya lewat mimpi. Diantaranya dalam tafsir Ibnu Katsir, dalam menjelaskan Busyra = Ar Ru’yatus Shalihah, terdapat sebuah Hadits yang menyatakan bahwa wahyu pertama yang diterima Rasulullah SAW adalah mimpi melihat terbitnya fajar. Demikian juga fathul Makkah (penaklukan kota Mekkah) Rasulullah SAW diberitahu oleh Allah SWT melalui mimpi dan ditegaskan oleh Allah melalui firman-Nya:
لَقَدْ صَدَقَ اللهُ رَسُوْلُهُ الرُّءْيَا بِالْحَقِّ لَتَدْخُلُنَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامِ إِنْ شَاءَ اللهُ أَمِنِيْنَ مُحَلَّقِيْنَ رُؤُسَكُمْ وَمُقَصِّرِيْنَ لاَتَخَافُوْنَ فَعَلِمَ مَالَمْ تَعْلَمُوْا فَجَعَلَ مِنْ دُوْنِ ذَلِكَ فَتْحًا قَرِيْبًا.( الفتح : 27 )
Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya tentang kebenaran mimpinya dengan sebenar benarnya bahwa, sesungguhnya kamu akan memasuki Masjid Al Haram insya-Allah dengan aman, dengan mencukur rambut kepala dan mengguntingnya. Sedangkan kamu tidak merasa takut. Maka Allah Maha mengetahui apa yang tidak kamu ketahui, dan Dia memberikan selain itu kemenangan yang dekat. (QS. Al Fath : 27).
Nabi Ibrahin menyembelih putranya Nabi Ismail perintahnya juga lewat mimpi.
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيُ قَالَ يَبُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِى الْمَنَامِ إِنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى، قَالَ يَأَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللهُ مِنَ الصَّبِرِيْنَ، (الصفات: 102 )
“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama sama Ibrahim, Ibrahim berkata; ‘Wahai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi, bahwa aku (dapat perintah dari Allah SWT untuk) menyembelihmu, maka fikirkanlah apa pendapatmu?’, Ia menjawab; ‘Wahai Bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan (oleh Allah) kepadamu, Insya-Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang orang yang sabar”. (QS. As Shaffat : 102)
Demikian juga Nabi Yusuf yang bermimpi bintang, bulan dan matahari sujud sebagai kabar gembira bahwa dia kelak dikemudian hari akan jadi raja.
إِذْ قَالَ يُوْسُفَ لِأَبِيْهِ يَأَبَتِ إِنِّي رَأَيْتُ أَحَدَ عَشَرَ كَوْكَبً وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ رَأَيْتُهُمْ لِي سَجِدِيْنَ (يوسف : 4 )
“Ketika Yusuf berkata pada ayahnya; Wahai ayahku, sesungguhnya aku bermimpi melihat sebelas bintang dan matahari serta bulan sujud kepadaku”, (QS. Yusuf : 4 )
Lebih jauh, menurut ijma’ (kesepakatan) para ulama’, perkara yang harus kita perhatikan adalah status hukum materi percakapan hasil pertemuan barzakhi dengan Rasulullah SAW. bisa diterima kebenarannya atau tidak, jika sesuai dengan ketentuan ketentuan berikut:
a. Materinya tidak bertentangan dengan syariah yang mana dalil pokoknya (baik ayat Al Qur'an maupun As Sunnah) sudah ada sejak Nabi Muhammad SAW masih hidup. Jadi pesan nabi secara barzahi tersebut tidak bisa dijadikan hujjah untuk mengubah ketentuan hukum (syariat Islam) yang sudah qath'i.
b. Pesan barzakhi biasanya membahas furu' dalam syariah yang berkaitan dengan fadhailul a'mal. Jadi bukan perkara ushul(pokok) dalam syariah. Karena semua perkara ushul dalam syariah sudah tidak bisa diubah dan diganggu gugat lagi sejak turunnya ayat "Alyauma akmaltu lakum dst (Al Ayat).
c. Pesan barzahi biasanya hanya untuk perkara khusus (seperti masalah asrar dan fadhailul a'mal)yang ditujukan pada orang orang khusus atau kelompok khusus pula. Sehingga tidak bisa dijadikan dalil maslalah umum dalam syariat Islam.
Kesimpulan:
Setelah dalil dalil (baik dari Al Qur’an, As Sunnah dan pendapat serta pengalaman ruhani para ulama yang berkompeten pada bidangnya) kita kaji dengan teliti dan dengan hati yang jernih ikhlas lillaahi ta’ala, maka kita bisa menyimpulkan bahwa:
1. Bertemu Rasulullah SAW dalam sadar bukan mimpi dibenarkan berdasarkan dalil Al Qur’an, As Sunnah serta pendapat dan pengalaman ruhani para ‘ulama dan auliya’.
2. Berhujjah dengan meyakini dan mengamalkan pesan barzakhi dari Rasulullah SAW dalam masalah khusus seperti amaliyah, dhamanat serta asrar asrar Thariqah selama tidak bertentangan dengan ketentuan syariah yang sudah qath’i, secara hukum bisa diterima dan dibenarkan.
3. Dengan demikian, pernyataan Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijani ra, dimana Beliau telah mendapat kabar langsung melalui pertemuan barzakhi dalam sadar dengan Rasulullah SAW bahwa: kitabJAWAHIR AL MA’ANI adalah kitab Rasulullah SAW dan beliau adalah pengarangnya, yang secara dzahirnya melalui imla’/dektean Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijani ra, kepadamurid dan Khalifahnya Sayyidi Ali Harazim Barradah Al Fasi, secara hukum bisa diterima, dan amaliyah thariqahnya yang terkandung dalam thariqah tersebut tergolong mu’tabar (shahih dan mempunyai sanad yang sambung / muttashil sampai kepada Baginda Nabi, Rasulullah SAW.
Dalil lain yang lebih menguatkan bahwa seseorang bisa bertemu Rasulullah SAW baik dalam mimpi ataupun dalam keadaan sadar / tidak tidur adalah sabda Nabi SAW :
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: من رأني فى المنام فسوف يراني يقظة ولا يتمثل الشيطان بي (رواه البخاري ومسلم وابو داود وغيرهم)
Rasulullah SAW bersabda : “Barangsiapa melihatku dalam mimpi, maka dia akan melihatku dalam keadaan jaga, dan syaithan tidak bisa menyerupai aku”. (HR. Buhari, Muslim, Abu Daud dan muhaddits lainnya). Riwayat hadits lain mengatakan :
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: من رأني فى المنام فسيراني فى اليقظة . (رواه البخاري )
Rasulullah SAW bersabda : “Barangsiapa melihatku dalam mimpi, maka dia akan melihatku dalam keadaan jaga”. ( HR. Buhari ).
Kedua hadits Nabi SAW tersebut diatas, sangat jelas dan tidak perlu penafsiran lagi, bahwa Nabi bisa dilihat dalam mimpi ataupun jaga (sadar / bukan mimpi), dan adanya jaminan syaithan tidak bisa ngaku atau menyamar sebagai Nabi. Dalam kitab Bughyatul Mustafid li Syarhi Munyatul Murid karangan Sayyidi Muhammad Al ‘Araby halaman 211 diterangkan bahwa : “Dan diantara faedah / keuntungan bershalawat kepada Nabi SAW ialah mendekatkan hamba tersebut dengan Nabi Muhammad SAW. yang ahirnya sampai bisa bertemu dengannya dalam keadaan sadar / jaga. Dan dengan demikian dia aman dari resiko dicabut pangkat kewaliannya. Sebelum bertemu Rasulullah dalam sadar, seorang wali yang ‘arif billah masih takut dicabut kewaliannya.
Berkata Syeikh Jalaluddin Al Suyuthi dalam kitabnya “Anbaaul Adzkiya’ Hayaatul Anbiya’”. “ Nabi SAW hidup di dalam kuburnya,begitu juga para Nabi lainnya ‘alaihimus shalatu was salam. Adalah suatu hal yang kami ketahui dan yakini berdasarkan dalil hadits yang mutawattir”. Adapun hadits yang menguatkan pendapat ini adalah :
عن انس رضي الله عنه:"أن النبي صلى الله عليه وسلم مربقبر موسى عليه السلام فاذاهو حيى فى قبره يصلى قائما" ومن ذلك الحديث "الأنبياء أحياء في قبورهم يصلون" (رواه مسلم)
Diriwayatkan oleh Anas ra.: “Sesungguhnya Rasulullah SAW lewat di kuburan Nabi Musa AS. (pada malam Isra’ dan Mi’raj ), Dia hidup di kuburannya sedang berdiri dalam shalat”. dan dari hadits ini pula, “Para Nabi hidup di kuburnya dan melaksanakan shalat”. ( HR. Muslim )
*/berapa abad jarak wafatnya Nabi Musa dengan kehidupan Nabi muhammad SAW?....
Orang yang mengklaim bertemu langsung (dalam keadaan sadar) dengan Rasulullah SAW setelah beliau wafat, bukan hanya Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad Attijany RA. dan para Wali lainnya yang dianggap sesat dan syirik oleh golongan salafi dan wahhabi.
Para sahabat banyak yang menyatakan bertemu Rasulullah SAW setelah wafatnya. Salah satunya dan tertulis dalam sejarah adalah diceriterakan oleh Abdullah bin Salam RA. Khalifah Ar Rasyidiin ke tiga Sayyidina Utsman bin Affan RA. ketika dikepung para musuh politiknya pada saat hari terbunuhnya beliau, juga dijumpai Rasulullah SAW dalam jaga / sadar / bukan mimpi dan ditawari dua pilihan ; diselamatkan dari kepungan musuh atau berbuka bersama Rasulullah SAW. Dia memilih yang kedua dan wafat hari itu juga.
Dalam perjalanan Isra’ dan Mi’raj diceriterakan bahwa Rasulullah SAW bertemu dan menjadi imam shalat berjamaah dengan para Nabi sebelumnya, serta pertemuan dan diskusi Rasulullah SAW dengan Nabi Adam, Ibrahim, Musa dan lain sebagainya.
Wallaahu a’lam.
Masalah ke 3.
Pada halaman 5 dari email yang dikirim pada Al Faqir, Nara sumber membahas kandungan kitab Jawahirul Maani. Point 1 tertulis: Pada muka surat ke 229 ketika menafsirkan firman Allah SWT surah al hadid:4:
وهو معكم أينما كنتم
Pengarang telah menafsirkan ayat tersebut sebagai maiyyah al dhat:
فهي معية الذات فهو مع كل شيئ بذاته
Tanggapan al faqir:
Sebuah informasi jika disampaikan sepotong sepotong, apalagi sengaja dipotong maka hasilnya bisa menjadi fitnah. Contohnya ayat al qur’an surah al Ma’uun: 4 tanpa diserta ayat: 5.
فويل للمصلين (4) الذين هم هن صلاتهم ساهون (5)
Jika hanya ayat 4 yang disajikan tanpa menyertakan ayat 5 maka semua orang sholat, apakah sholatnya benar atau tidak maka akhirnya sama-sama celaka.
Demikian pula yang diketengahkan oleh Nara sumber. Hanya
فهي معية الذات فهو مع كل شيئ بذاته
Padahal tafsir yang ada di kitab Jawahirul maani (cetakan terbaru Darul Rasyad Al Haditsiyah) panjangnya 4 halaman lebih, jelas dan padat oleh makna. Lalu jika disimpulkan hanya dengan kalimat tersebut diatas kemudian divonis menyimpang, maka yang menyimpang itu Syeikh Ahmad Tijani ra, atau yang memalsu keterangannya?....
Inti dari tafsir ayat tersebut yang terdapat dalam kitab Jawahir Al Ma’ani halaman 373 – 377:
a. Sayyidi Syeikh menjelaskan bahwa para ulama tafsir dalam menafsirkan maksud ayat yang artinya “ Dan Dia (Allah) bersama atau menyertai kamu dimanapun kamu berada” terdapat dua versi; satu golongan menyatakan bahwa Allah menyertai kamu dengan Ilmu-Nya (Dzat Yang Maha Mengetahui), dan golongan kedua berpendapat menyertai kamu dengan Dzat-Nya. masing masing golongan tersebut punya dalil sendiri sendiri.
b. Sayyidi Syeikh berpendapat bahwa: Dzat Allah SWT bersama / menyertai segala sesuatu yang mawjud secara HAKEKAT sesuai dengan Qudrat dan Iradah-Nya yang Maha Luhur dan Maha Sempurna dan berbeda dengan makhluk-Nya.Kondisi ini diluar jangkauan akal dan perasaan makhluk yang terikat dengan kaedah: apa, dimana dan bagaimana.
c. KEBERSAMAAN DAN KEDEKATAN HAKEKAT berbeda dengan KEBERSAMAAN DAN KEDEKATAN FISIK.
d. Jika ditafsirkan dengan KEDEKATAN FISIKmaka jatuh kepada itikad HULUL. Maha suci Allah SWT dari sifat sifat rendah yang setara dengan makhluk tersebut.
e. Dalam Jawaban Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijani ra. di sebutkan pula beberapa ayat Al Qur’an maupun Al-Hadits yangberkonotasi hulul jika ditafsirkan secara fisik,seperti:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اسْتَعِينُواْ بِالصَّبْرِ وَالصَّلاَةِ إِنَّ اللهَ مَعَ الصَّابِرِينَ ﴿ البقرة:١٥٣﴾
قَالَ الَّذِينَ يَظُنُّونَ أَنَّهُم مُّلاَقُو اللهِ كَم مِّن فِئَةٍ قَلِيلَةٍ غَلَبَتْ فِئَةً كَثِيرَةً بِإِذْنِ اللهِ وَاللهُ مَعَ الصَّابِرِينَ ﴿ البقرة:٢٤٩﴾
إِنَّ اللهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَواْ وَّالَّذِينَ هُم مُّحْسِنُونَ ﴿النحل: ١٢٨﴾
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌأُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُواْ لِي وَلْيُؤْمِنُواْ بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ ﴿البقرة:١٨٦﴾
فَاسْتَغْفِرُوهُ ثُمَّ تُوبُواْ إِلَيْهِ إِنَّ رَبِّي قَرِيبٌ مُّجِيبٌ ﴿٦١﴾
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ ﴿ق:١٦﴾
إِنَّ رَبَّكُمُ اللهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ ﴿الاعراف:٥٤﴾
إِنَّ رَبَّكُمُ اللهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ يُدَبِّرُ الأَمْرَ ﴿يونس:٣﴾
اللهُ الَّذِي رَفَعَ السَّمَاوَاتِ بِغَيْرِ عَمَدٍ تَرَوْنَهَا ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ﴿الرعد:٢﴾
الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى ﴿طه:٥﴾
الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ الرَّحْمَنُ فَاسْأَلْ بِهِ خَبِيراً ﴿الفرقان:٥٩﴾
اللهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ مَالَكُم مِّن دُونِهِ مِن وَلِيٍّ وَلَا شَفِيعٍ أَفَلاَ تَتَذَكَّرُونَ ﴿السجدة:٤﴾
Allah bersama orang orang yang sabar, Kami (Allah) lebih dekat dengannya dari pada urat (nadi) di lehernya, Allah bersemayam diatas singgasana. Semua ayat tersebut makna lahiriyahnya khulul. Tapi makna sebenarnya bukan hulul jika diletakkan pada tempatnya yang asli,yaitu makna hakiki. Salah satu hadits yang arti dan makna lahiriyahnya hulul adalah:
عن أبي هريرة رضي الله عنه، قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ان الله عزوجل قال: من عادى لي وليا فقد أذنته بالحرب، وماتقرب الي عبدي بشيئ أحب الي مما افترضت عليه، وما يزال عبدي يتقرب الي بالنوافل حتى أحبه ، فإذا احببته كنت سمعه الذي يسمع به وبصره الذي يبصربه ويده الذي يبطش بها ورجله الذي يمشي بها وان سالني لأعطينه ولئن استعاذني لأعيذنه. (رواه البخاري)
Diriwayatkan oleh Imam Abi Hurairah RA, bersabda Rasulullah SAW:“Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla berfirman: Barangsiapa yang menyakiti waliKu maka benar benar Aku umumkan perang dengannya. Dan tidaklah seorang hamba mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang paling Aku sukai yaitu sesuatu yang telah Aku wajibkan kepadanya, dan hambaku senantiasa mendekatkan diri kepadaku dengan sunnah sunnah sampai Aku mencintainya, Apabila aku mencintainya, maka Akulah yang menjadi pendengarannya yang mana ia akan mendengarkan dengannya, dan Akulah yang jadi matanya ketika ia melihat dengannya, dan Akulah yang jadi tangannya ketika ia memegang dengannya, dan Akulah yang jadi kakinya ketika ia berjalan dengannya, dan jika ia meminta kepadaku maka aku benar benar memberinya, dan jika ia mohon perlindungan kepada-Ku niscaya Aku benar benar melindunginya”. (HR. Bukhari).
Kesimpulan:
1. Baik Al Qur’an maupun Al Hadits kadang kala punya arti dan makna dzahir hulul. Tapi maksudnya tidak seperti yang tersurat (lahiriyah) saja. Para Awliya’ yang mana mereka mempunyai ketajaman BASYIRAHjauh lebih tinggi dari para Ulama dzahir, maka jangan sampai memahami cara fikir dan dzauqiyah mereka hanya dengan akal. Karena akal itu kemampuannya amat sangat terbatas dan sering tertipu oleh fatamorgana.
2. Sayyidi Syeikh Ahmad At Tijani ra. Tidak tergolong dengan mereka ahli itikad hulul tersebut. Jika ada pihak yang menuduhnya beritikad hulul, kemungkinannya ada 2. Pertama karena BODOH atau kemungkinan kedua, karena HASUD.
3. Fakta di lapangan, banyak fitnah terhadap para sufi dan ahli thariqah juga para ulama shalih. Mereka sering kali dituduh dengan aqidah menyimpang, sesat dan lain lain. sehingga sering terjadi penganiayaan fisik bahkan sampai pada pertumpahan darah dan pengusiran serta STEMPEL KAFIRpada mereka.
4. Ulama dzahir (cendekiawan) hanya mampu mencerna arti harfiyah dari ayat Al Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad SAW. sedangkan para awliya’ dengan ketajaman basyirahnya, mampu menelaah dan mencerna kedua sumber tersebut bukan hanya arti harfiyahnya, tapi lebih jauh masuk sampai pada makna, asrar, cahaya serta isyarahnya.
Masalah ke 4.
Pada muka surat 231pengarang telah mengatakan bahwa malaikat lebih utama dari pada manusia.
Pada muka surat 231 tersebut Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At-Tijani ra. Menyatakan bahawa: Para malaikat lebih utama dari pada manusia, kucuali Nabi Muhammad SAW. (beliau jauh lebih utama dari pada para malaikat semua makhluknya). Alasan beliau adalah:
1. Mereka makhluk paling sempurna secara mutlak karena terbuat dari cahaya saja tanpa dicampur dengan bahan lain.
2. Martabat dan tempat mereka yang tinggi disisi Allah SWT. hal ini karena mereka setiap saat hanya beribadah kepada Allah tanpa diselingi maksiat. Sedikitpun.
3. Kondisi ini adalah kehendak Allah SWT dan pilihan-Nya.
4. Adapun manusia yang lain termasuk para nabi terdahulu selain Rasulullah SAW, pernah berbuat salah dan diampuni melalui proses taubat.
5. Manusia pada umumnya malah lebih banyak jatuh kedalam kubangan maksiat dan dosa. Ada yang taubat dan dapat ampunan dan kebanyakan malah bermaksiat ria sampai mati.Sebaliknya malaikat tidak pernah berbuat maksiat dan dosa sedikitpun selama hidupnya.
6. Khusus kekasih Allah Rab al-‘alamin - Rasulullah SAW, beliau mendapat jaminan MA’SUM dan telah dapat ampunan, keridhaan serta kecintaan Allah SWT dalam segala kondisinya.
Jika saudara pembahas punya pendapat berbeda dengan Syeikh Ahmad al-Tijani ra. Apa alasannya?.... dan pada bagian mana kesalahan pendapat Syeikh tersebut diatas?.....
Masalah ke 5.
Pengarang juga mengatakan bahwa Jibril merupakan simbol HAQIQAH AL MUHAMMADIYYAH yang merupakan sudut batin kepada Nabi SAW.
Petanyaan kepada APIUM:
1. Apakah saudara mengerti apa itu HAQIQAH AL MUHAMMADIYYAH?..
2. Kalau saudara pernah membacanya sampai berulang kali, apakah saudara sudah menyelam pada kedalaman ilmu hakekat tersebut?..... karena orang yang membaca kitab tapi tidak pernah menyelami ilmu tersebut secara praktek melalui bimbingan para ‘arif billah, mustahil untuk sampai pada pemahaman yang pas dan benar. Bisa jadi malah kesasar ditipu syetan. Sama saja dengan orang yang senang baca NOVEL CINTA TAPI TIDAK PERNAH MENIKAH DAN KAWIN. Mereka bisa saja berceritera tentang teori cinta, tapi berdasarkan hayal kosongnya. Rasa cinta yang sebenarnya dan bagaimana nikmat dan indahnya tidak akan pernah tahu.
Kesimpulan:
=== Percuma berbicara ILMU HAKEKAT kepada orang yang tidak pernah terjun kedalam lautan hakekat. TIDAK AKAN PERNAH NYAMBUNG!.===
=== Makna kalimat kalimat tentang hakekat tidak bisa dicerna dan dicapai dengan akal fikiran awam yang hanya bisa menilai perkara kongkrit dan dari segi lahiriyah saja===
Masalah ke 6.
Terdapat banyak ungkapan yang membawa kepada aqidah WAHDATUL WUJUD yang jelas menyimpang dari pada akidah ASWJ. Contoh akidah WAHDATUL WUJUD. m/s 253:
أما الوحدة فهو تجليه بذاته عن ذاته فى الحقيقة المحمدية
Artinya : “Adapun maksud dari wahdah (satu/tunggal) adalah TAJALLINYA ALLAH dengan Dzat Allah, dari Dzat Allah dalam hakekat Al-Muhammadiyyah”
Setahu alfaqir, yang dimaksud faham wahdatul wujud adalah keyakinan yang medakwakan bahwa antara makhluk dan Dzat Allah itu satu kesatuan, kalau di Jawa dikenal denganmanunggal ing gusti.
Kalau kita lihat difinisi wahdah tersebut diatas, disitu tidak kita temukan pernyataan baik tersurat maupun tersirat yang mengarah kepada penyatuan antara Tuhan dengan makhluk. Pertanyaanya; Dimana letak wahdatul wujudnya?.... pada pernyataan tersebut diatastidak ada pengakuan bahwa dia (pengarang kitab) adalah / sebagai Allah atau menyatu dengan Allah. Yang dimaksud dari penjelasan tersebut adalah Allah SWT bertajalli (menampakkan) Dzat-Nya, dengan Dzat-Nya sendiri, dari Dzatnya sendiri di alam hakekat Muhammadiyyah.
=== Di kalangan sufi ini disebut WAHDATUSY SYUHUD .......... bukan WAHDATUL WUJUD===
Untuk mempertegas bahawa Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijani ra. Bukan penganut faham wahdatul wujud, silahkan lihat pemikiran beliau yang asli ketika ditanya tentang makna surah Al-Rahman ayat 19-20.
مَرَجَ الْبَحْرَيْنِ يَلْتَقِيَانِ ﴿١٩﴾ بَيْنَهُمَا بَرْزَخٌ لاَ يَبْغِيَانِ ﴿٢٠﴾ ﴿الفرقان:١٩- ٢٠﴾
Dia (Allah SWT) membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu, (19) Antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui oleh masing-masing.(20) (QS. Al-Rahman:19-20).
Dalam kitab Jawahir al-Ma’ani jilid 1. Yang diterbitkan Daar al-Rasyad al-Haditsiyah Casablanca – Maroc tahun 2011 halaman 326 atau penerbit yang sama cetakan tahun 2002 halaman:113 atau terbitan Daar el-Fikr Bairut tahun 2010 halaman 84.
Jawaban Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijani ra : Yang dimaksud DUA LAUTAN adalah 1) Lautan Uluhiyah dan Wujud Mutlak (Allah SWT) dan 2) adalah lautan makhluk Allah SWT. Antara kedua lautan itu terdapat BARZAH / SEKAT PENGHALANG yang mana disitulah terjadi kata KUN (JADILAH) yaitu Dzat Rasulullah SAW, yang berfungsi sebagai AL-BARZAH AL-AKBAR antara Al- Khaliq dan Makhluq.
Andaikan tidak ada barzah (sekat penghalang tersebut) niscaya seluruh makhluk akan terbakar dan hilang tanpa bekas dalam waktu sekejap mata oleh Haibah keagungan Dzat Allah SWT. Berkata Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijani ra.; Lautan makhluk adalah lautan Asma’ dan Sifat. Segala sesuatu yang ada di alam nyata ini, walaupun hanya sebiji atom, maka disitu terdapat Asma’ dan Sifat Allah SWT. sedangkan Lautan Uluhiyyah adalah lautan Dzat Mutlak yang tidak ada aturan dan ibarat yang bisa menjelaskannya. Kedua lautan tersebut bertemu karena sangat dekat antara keduanya. Sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah SWT:
وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْكُمْ وَلَكِنْ لاَتُبْصِرُوْنَ (الواقعة: 85)
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُواْ لِي وَلْيُؤْمِنُواْ بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ ﴿البقرة:١٨٦﴾
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِ نَفْسُهُ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ﴿ق:١٦﴾
Ayat – ayat tersebut adalah baru sebagian dari sekian banyak ayat yang menggambarkan betapa dekatnya Allah SWT dengan makhluk ciptaannya, sampai digambarkan LEBIH DEKAT DARI URAT NADI PADA LEHER KITA. Yang harus kita sadari betul, kondisi dekat tersebut bukan kedekatan hissiyah (fisik) tapi kedekatan maknawi dan hakiki. Dimana kondisi kedekatan tersebut tidak menyebabkan dua lautan tersebut bercampur. TUHAN TIDAK BERCAMPUR (TIDAK HULUL) DENGAN MAKHLUK dan MAKHLUK TIDAK MERASUK (TIDAK HULUL) KEDALAM DZAT TUHAN.
Yang menjadi BARZAH / SEKAT antara kedua lautan itu adalah DZAT NABI MUHAMMAD, RASULULLAH SAW dalam kedudukannya sebagai Al Khatmu al-Anbiya’i wal Mursaliin.Kedudukan Nabi kita dalam posisi tersebut selanjutnya dibahas dalam HAKEKAT AL KHATMU AL-NUBUWAH DAN AL-KHATMU AL-RISALAH, yang dikalangan ahli Tasawuf dan Thariqah dikenal dengan :
1. Hakekat Al-Ahmadiyyah yaitu hakekat bathin al-batin kenabian, alam supra ghaib, tak seorangpun yang tahu apa dan bagaimana hakekatnya kecuali Allah SWT dan Rasulullah SAW.
2. Hakekat Al-Muhammadiyyah batinyaitu alam ghaib hakekat batin kenabian dan kerasulan. yang bisa diketahui oleh Rasulullah SAW sendiri secara khusus, juga para Nabi dan Rasul serta para Wali Quthub dan Shiddiqiin.
3. Hakekat Al-Muhammadiyyah dzahir yaitu hakekat dzahiriyah tugas suci kenabian dan kerasulan yang selanjutnya dikenal dengan Syariah Agama Islam sebagai rahmatan lil’alamiin..
Kesimpulan:
=== Berdasarkan Al-Qur’an; Lautan Uluhiyyah (Ketuhanan) dan Lautan ciptaan Tuhan berada pada kondisi HAKEKAT YANG AMAT SANGAT DEKAT===
=== Antara kedua lautan itu terdapat BARZAH / SEKAT PENGHALANG sehingga keduanya tidak bercampur dan saling melampaui===
=== Barzah itu adalah Dzat Nabi Muhammad SAW, yang berada di alam hakekat Al-Ahmadiyyah (batin al-batin) dan alam hakekat Al-Muhammadiyyah batin serta alam hakekat Al-Muhammadiyyah dzahir ===
=== Kami yakin bahasan ini adalah bukti paling nyata dan kongkrit bahwa keyakinan para Awliya’ dan ‘Arifiin tentang HAKEKAT AL-AHMADIYYAH DAN AL- MUHAMMADIYYAH bukan FAHAM WAHDATUL WUJUD dan Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijani ra. Bukan penganut fahan wahdatul wujud sebagaimana yang dituduhkan oleh pihak yang tidak mengerti ===
=== Jika masih belum percaya juga, maka kata terahir: lana a’maaluna walakum a’maalukum (bagi kami adalah amal kami sendiri dan bagi kalian amal kalian ===
Wallaahu a’lam.
Masalah ke 7
Menjadikan sifat Allah pada manusia: katanya pada m/s 293
وهكذا العارف إذا رفعت إلى محل القرب يصير سمعه يسمع كسماع الحق بالتساع دائرته
Jika pernyataan tersebut diatas dianggap sesat, bagaimana dengan Sabda Nabi Muhammad SAW dalam sebuah hadits qudsi:
عن أبي هريرة رضي الله عنه، قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ان الله عزوجل قال: من عادى لي وليا فقد أذنته بالحرب، وماتقرب الي عبدي بشيئ أحب الي مما افترضت عليه، وما يزال عبدي يتقرب الي بالنوافل حتى أحبه ، فإذا احببته كنت سمعه الذي يسمع به وبصره الذي يبصربه ويده الذي يبطش بها ورجله الذي يمشي بها وان سالني لأعطينه ولئن استعاذني لأعيذنه. (رواه البخاري)
Diriwayatkan oleh Imam Abi Hurairah RA, bersabda Rasulullah SAW: “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla berfirman: Barangsiapa yang menyakiti waliKu maka benar benar Aku umumkan perang dengannya. Dan tidaklah seorang hamba mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang paling Aku sukai yaitu sesuatu yang telah Aku wajibkan kepadanya, dan hambaku senantiasa mendekatkan diri kepadaku dengan sunnah sunnah sampai Aku mencintainya, Apabila aku mencintainya, makaAkulah yang menjadi pendengarannya yang mana ia akan mendengarkan dengannya, dan Akulah yang jadi matanya ketika ia melihat dengannya, dan Akulah yang jadi tangannya ketika ia memegang dengannya, dan Akulah yang jadi kakinya ketika ia berjalan dengannya,dan jika ia meminta kepadaku maka aku benar benar memberinya, dan jika ia mohon perlindungan kepada-Ku niscaya Aku benar benar melindunginya”. (HR. Bukhari).
=== Apakah Nabi kita tergolong orang sesat karena mengatakan Allah SWT jadi telinga, mata dan tangan serta kaki makhluknya?.... ===
=== Ungkapan seperti tersebut diatas dalam ilmu lughah disebut majaz aqli, yaitu perumpamaan untuk mendekatkan pada akal agar bisa dipahami dengan benar ===
=== Kalimat majazi hakiki tidak bisa diterjemahkan dan diartikan sebagaimana kalimat majaz akli ===
Masalah ke 8
Mendakwa ruh wali berpindah dari satu jasad kepada satu jasad yang lain. Lihat m/s 239
Untuk masalah ini tolong kirim balik kepada saya teks kalimat yang menyatakan hal tersebut. Dalam kitab apa dan halaman berapa. Karena halaman yang tertulis dalam makalahtidak saya temui dalam kitab Jawahir.
Masalah ke 9
Mempertahankan akidah wahdatul wujud dengan menyatakan bahwa golongan ahli dzahir yang menafikan itikad wahdah, adalah suatu itikat yang batil. Lihat m/s 297
Tanggapan alfaqir: Para pembahas sudah jelas tidak bisa membedakan antara itikad Wahdatul wujud dengan wahdatusy syuhud. Oleh karenanya pembahasan tentang bab ini tidak akan pernah nyambung. Dan percuma dibahas sejauh dan sedetail apapun. Dalam membahas perkara ini, seorang hamba bukan hanya harus bisa baca kitab, tapi juga harus seorang abid yang mujahid dengan penuh mahabbah kepada Allah SWT. kondisi batin seperti ini tidak pernah ada kecuali pada diri orang yang terpilih untuk mendapatkannya melalui seorang guru yang wushul, kamil mukammil.
Kesimpulan:
=== Masalah ini bahasannya pada ranah praktek dan natijah dari praktek ibadah dan mahabbah. Mustahil dijangkau oleh orang masih berputar putar pada ranah teori, yang berbiicara berdasarkan kata si A... menurut si B.... begini, sementara dia sendiri tidap pernah mengalami ===
=== Pada zaman ketika seorang awliya’ itu hidup, sering terjadi mereka dituduh dengan KAFIR oleh para ULAMA DZAHIR. Bahkan ada diantara mereka yang dibunuh maupun diusir dari kampung halamannya serta dibakar kitab kitabnya. Salah satu Wali yang mengalami pengusiran dan kitab kitab karangannya dibuang ke laut karena dianggap sesat adalah Pakar ilmu Hadits abad ke 3 Hijriyah yaitu Al Imam Al Hakim al-Turmudzi.==
=== Sebab utamanya adalah PEMIKIRAN PARA AWLIYA’ tersebut jauh diluar jangkauan daya fikir para Kibar Ulama pada zamannya. Dan Ulama tersebut merasa sudah benar dan yang lain yang tidak sejalan dengan fikirannya SALAH DAN SESAT, kemudian mereka singkirkan orang orang yang tidak sependapat dengan dirinya===
=== Ulama yang ikhlas melakukan hal tersebut niatnya karena menjaga kemurnian agama Allah SWT. Sebaliknya ada juga yang berbuat karena merasa posisi sosialnya terancam dan takut tergeser.===
Masalah ke 10.
Pengarang membedakan antara tauhid golongan awam dan tauhid golongan al-‘arif dengan katanya: m/s:312
فإن العارف إذا وحد بتوحيد العامة فقط الحد، والعامي إذا وحد بتوحيد العارف فقد الحد يعني كفر،
Tanggapan alfaqir:
1. Jika membedakan antara tauhid golongan awam dengan tauhid golongan al-arifiin itu salah dan sesat. Maka lebih sesat dan keblinger lagi jika MENYAMAKAN antara tauhid awam dengan tauhid para ‘Arifiin.
2. Firman Allah SWT:
قُلْ لاَّ أَقُولُ لَكُمْ عِنْدِي خَزَآئِنُ اللهِ وَلاَ أَعْلَمُ الْغَيْبَ وَلا أَقُولُ لَكُمْ إِنِّي مَلَكٌ إِنْ أَتَّبِعُ إِلاَّ مَا يُوْحَى إِلَيَّ قُلْ هَلْ يَسْتَوِيْ الأَعْمَى وَالْبَصِيْرُ أَفَلاَ تَتَفَكَّرُوْنَ ﴿الأنعام:٥٠﴾
Katakanlah: "Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Katakanlah: "Apakah sama orang yang buta dengan orang yang melihat?" Maka apakah kamu tidak memikirkan nya?.. (QS. Al-An’am:50)
==="Apakah sama orang yang buta (dengan ilmu tauhid, hanya tahu dari mendengar bahwa Tuhan itu ada, hanya satu tapi tidak tahu bagaimana sifat dan af’al-Nya) dengan orang yang melihat (melalui kacamata ilmu tauhid yang tahqiq dan ketajaman basyirahdan dzauqiyah yang tembus ke Al-Hadrah Al-Ilahiyah?)" Maka apakah kamu tidak memikirkan nya?..===
قُلْ مَنْ رَّبُّ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ قُلِ اللهُ قُلْ أَفَاتَّخَذْتُمْ مِنْ دُوْنِهِ أَوْلِيَاءْ لاَ يَمْلِكُوْنَ لأَنْفُسِهِمْ نَفْعاً وَلاَ ضَرّاً قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الأَعْمَى وَالْبَصِيْرُ أَمْ هَلْ تَسْتَوِي الظُّلُمَاتُ وَالنُّوْرُ أَمْ جَعَلُواْ للهِ شُرَكَاءِ خَلَقُواْ كَخَلْقِهِ فَتَشَابَهَ الْخَلْقُ عَلَيْهِمْ قُلِ اللهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ ﴿الرعد:١٦﴾
Katakanlah: "Siapakah Tuhan langit dan bumi?" Jawabnya: "Allah." Katakanlah: "Maka patutkah kamu mengambil pelindung-pelindungmu dari selain Allah, padahal mereka tidak menguasai kemanfaatan dan tidak (pula) kemudharatan bagi diri mereka sendiri?". Katakanlah: "Adakah sama orang buta dan yang dapat melihat, atau adakah sama gelap gulita dan terang benderang;apakah mereka menjadikan beberapa sekutu bagi Allah yang dapat menciptakan seperti ciptaan-Nya sehingga kedua ciptaan itu serupa menurut pandangan mereka?" Katakanlah: "Allah adalah Pencipta segala sesuatu dan Dia-lah Tuhan Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa". (QS. Al Ra’d: 16)
==="Adakah sama antara orang buta (ilmu dan buta hati) dengan orang yang dapat melihat (melalui cahaya ilmu dan cahaya hatinya), atau samakah (antara mereka yang berada di gelap gulita kebodohan) dengan (mereka yang berada di alam) terang benderang (dengan sinar ilmu dan petunjuk dari Allah SWT)===
أَمَّنْ هُوَ قَانِتٌ آنَاء اللَّيْلِ سَاجِداً وَقَائِماً يَحْذَرُ الآخِرَةَ وَيَرْجُوْ رَحْمَةَ رَبِّهِ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِيْنَ يَعْلَمُوْنَ وَالَّذِينَ لاَ يَعْلَمُوْنَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُوْلُوْا الأَلْبَابِ ﴿الزمر:٩﴾
Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung ataukah orang yang beribadah di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.(QS. Az Zumar: 9)
=== Adakah sama tauhid golongan ‘Arif yang telah mempelajari ilmu tauhid dengan tashih dan tahqiq, kemudian dia beribadah, mujahadah dan mahabbah kepada Allah dengan mahabbah yang tashdiq dan tahqiq dengan mereka yang hanya tahu sedikit tentang tauhid dan beribadah apa adanya karena kesibukan mereka belajar dan bekerja untuk urusan dunianya?.....===
=== Bisa terjadi sama antara tauhid para ‘arifin dan orang awam JIKA ADA UNTA BISA MASUK LUBANG JARUM ===
Masalah ke 12
Golongan wali mendengar kalam Allah. Lihat m/s 314
Jika wali tidak boleh / tidak mungkin mendengar kalam Allah SWT (sesuai dengan maqam dan kadar ketajaman dzauqiyah mereka), lalu bagaimana dengan (hewan) lebah? Dalam Al Qur’an Allah SWT jelaskan bahwa mereka mendapat wahyu dari Allah SWT.
وَأَوْحَى رَبُّكَ إِلَى النَّحْلِ أَنِ اتَّخِذِي مِنَ الْجِبَالِ بُيُوْتاً وَمِنَ الشَّجَرِ وَمِمَّا يَعْرِشُوْنَ
﴿النحل: ٦٨﴾
"Dan Tuhan wahyukan kepada lebah 'Buatlah sarang di bukit bukit, dan di kayu kayu dan di tempat tempat yang dibagun manusia". (QS. An Nahl:68)
وَأَوْحَيْنَا إِلَى أُمِّ مُوسَى أَنْ أَرْضِعِيهِ فَإِذَا خِفْتِ عَلَيْهِ فَأَلْقِيْهِ فِي الْيَمِّ وَلاَ تَخَافِيْ وَلاَ تَحْزَنِيْ إِنَّا رَادُّوْهُ إِلَيْكِ وَجَاعِلُوْهُ مِنَ الْمُرْسَلِيْنَ ﴿القصص:٧﴾
“Dan Kami wahyukan kepada ibu Musa; "Susuilah dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil). Dan janganlah kamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati, karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari para rasu”l.(QS. Al-Qashash:7)
فَوَجَدَا عَبْداً مِنْ عِبَادِنَا آتَيْنَاهُ رَحْمَةً مِنْ عِنْدِنَا وَعَلَّمْنَاهُ مِنْ لَّدُنَّا عِلْماً ﴿الكهف:٦٥﴾
“Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami”. (QS. Al-Kahfi: 65)
=== Lebah mendapat wahyu dari Allah, tapi bukan berupa syariah agama. Untuk wahyu jenis ini namanya ilham pada hewan untuk mempertahankan existensi hidup dan kelangsungan keturunannya. Intinya seluruh makhluk dapat wahyu dari Allah SWT, tapi bentuk, materi dan maksud tujuannya berbeda ===
=== Ibunda Nabi Musa as, bukanlah seorang nabi karena tidak ada nabi perempuan, tapi beliau mendapat wahyu dari Allah SWT berupa ilham untuk menyusui anaknya===
=== Ilmu ladunni juga bagian dari wahyu Allah SWT yang dikhususkan untuk para awliya’ ===
=== Adapun wahyu kenabian ayat seperti berikut ini….
إِنَّا أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ كَمَا أَوْحَيْنَا إِلَى نُوحٍ وَالنَّبِيِّينَ مِن بَعْدِهِ وَأَوْحَيْنَا إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَالأَسْبَاطِ وَعِيسَى وَأَيُّوبَ وَيُونُسَ وَهَارُونَ وَسُلَيْمَانَ وَآتَيْنَا دَاوُودَ زَبُوراً ﴿النساء: ١٦٣﴾
Sesungguhnya Kami wahyukan kepadamu (Muhammad) sebagaimana telah kami wahyukan kepada Nuh, dan nabi nabi setelahnya. Dan telah Kami wahyukan pula kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Yakub dan anak cucunya. Isa, Ayyub, Yunus, Harun dan Sulaiman. Dan kami telah memberikan kitab Zabur kepada Daud.(QS. An Nisa’:163)
Contoh lain misalnya yang terdapat pada Al Qur’an surah Al An’am ayat: 86-89
وَإِسْمَاعِيلَ وَالْيَسَعَ وَيُونُسَ وَلُوطاً وَكُلاًّ فضَّلْنَا عَلَى الْعَالَمِينَ ﴿٨٦﴾ وَمِنْ آبَائِهِمْ وَذُرِّيَّاتِهِمْ وَإِخْوَانِهِمْ وَاجْتَبَيْنَاهُمْ وَهَدَيْنَاهُمْ إِلَى صِرَاطٍ مُّسْتَقِيمٍ ﴿٨٧﴾ ذَلِكَ هُدَى اللّهِ يَهْدِي بِهِ مَن يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَلَوْ أَشْرَكُواْ لَحَبِطَ عَنْهُم مَّا كَانُواْ يَعْمَلُونَ ﴿٨٨﴾ أُوْلَـئِكَ الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ وَالْحُكْمَ وَالنُّبُوَّةَ فَإِن يَكْفُرْ بِهَا هَـؤُلاء فَقَدْ وَكَّلْنَا بِهَا قَوْماً لَّيْسُواْ بِهَا بِكَافِرِينَ ﴿الأنعام: ٨٦ -٨٩﴾
“Dan Ismail, Alyasa, Yunus dan Luth, masing masing kami lebihkan derajatnya di atas ummat (mereka di masanya)”.(86).
“dan Kami lebihkan pula derajat sebagian dari bapak bapak mereka. Keturunan mereka dan saudara saudara mereka, dan Kami telah memilih mereka (untuk menjadi para nabi dan rasul) dan Kami menunjuki mereka ke jalan yang lurus”. (87).
“Itulah petunjuk Allah, yang dengannya Dia memberi petunjuk kepada siapa saja yang di kehendaki-Nya. Diantara hamba hamba-Nya.Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya dihapuslah / dilenyapkanlah dari mereka semua amalan yang pernah mereka kerjakan”. (88).
“Mereka (para Nabi dan Rasul) itulah orang orang yang kami telah diberikan kepada merekaAl kitab, Al hikmah dan Al Nubuwah, jika mereka (orang orang Quraisy) mengingkarinya, maka sesungguhnya kami akan menyerahkannya pada kaum yang sekali kali tidak akan mengingkarinya”.(89) . ( QS. Al An’am: 83 – 89)
Kesimpulannya.
1. Menurut persepsi awam, yang bisa mendengar dan menerima wahyu Allah HANYALAH PARA NABI DAN RASUL. Padahal dalam Al Qur’an disebutkan ada pihak lain yang bisa mendapatkannya, baik dari bangsa manusia maupun hewan, dengan perantara malaikat ataupun langsung dari sisi Allah SWT.
2. Wahyu kenabian bersifat mutlak dan sebagai landasan hukum agama Islam. Sedangkan wahyu kepada selain Nabi dan Rasul SEPERTI KEPADA PARA AWLIYA’ MAUPUN ORANG AWAM SAMPAI PADA JENIS HEWAN dalam literatur Islam istilahnya lebih dikenal sebagai ILHAM.
3. Sayyidi Syeikh Ahmadi Muhammad At Tijani ra, menjelaskan dengan detail masalah wahyu dan ilham ini dalam kitab Jawahi Al-Ma’ani. Menurut beliau jenis wahyu Allah SWT bermacam macam sesuai dengan martabat makhluk penerimanya, antara lain:
· Untuk ahli dzahir berita dari Allah SWT disampaikan lewat mimpi. Dasar hukumnya adalah Sabda Rasulullah SAW:
وعن أنس بن مالك رضي الله عنه قال, قال النبي صل الله عليه وسلم:إِنَّ الرِّسَالَةَ وَالنُّبُوَّةَ قَد إِنقَطَعَتْ, فَلاَ رَسُوْلَ بَعْدِي وَلاَنَبِيَّ :قَالَ فَشَقَ ذَلِكَ عَلَى النَّاسِ, فَقَالَ: وَلَكِنَّ الْمُبَشِّرَاتُ. قَالُوا يَارَسُولَ اللهِ وَمَاالْمُبَشِّرَاتُ؟ قَالَ: رُؤيَا الرَّجُلُ الْمُسْلِمِ وَهِيَ جُزْءٌ مِنْ أَجْزَاءِ النُّبُوَّةِ. (رواه الترمذي وقال صحيح غريب)
"Dan diriwayatkan dari Anas bin Malik ra, dia berkata: Rasulullah SAW bersabda: (Sesungguhnya kerasulan dan kenabian sudah putus (ditutup). Maka tidak ada lagi Rasul dan Nabi setelahku). Sahabat berkata: (Manusia pasti rusak jika begitu). Kemudian Rasulullah SAW bersabda: (Tapi ada mubasysyirat). Sahabat bertanya: Ya Rasulallah, apa mubasysyirat itu?). Rasulullah SAW bersabda: (Mimpi seorang laki laki muslim termasuk bagian dari berita ghaib kenabian). (HR. Turmudzi, dan dia mengatakan bahwa hadits ini shahiih gharib).
· Untuk ahli batin Uluhiyan, yaitu para Shiddiqin maka bentuk wahyu pada mereka adalah “tersingkapnya hijab alam ghaib dengan jelas kepada mereka atau mereka mendengar (kalam) Allah SWT dalam kelezatan dan kegembiraan mereka dengan setitik asrar tersebut.
· Untuk para Aqthab
· Untuk para Nabi (yang bukan Rasul)alaihimus salam.
· Untuk para Nabi dan Rasul ‘alaihimus salam.
· Khusus untuk Rasulullah SAW, adalah puncak martabat dari semuanya. Dan untuk beliau ini jenisnya jaga bermacam macam. Diantaranya:
1. Wahyu yang disampaikan melalui malaikat Jibril, itulah wahyu Al Qur’an.
2. Wahyu yang disampaikan melalui pertemuan langsung dengan Allah SWT, seperti perintah Shalat lima waktu.
3. Wahyu yang dilontarkan langsung kedalam Qalbu Rasulullah SAW, lalu Rasulullah SAW menyampaikan sebagaimana aslinya dengan menyatakan Allah SWT berfirman:....ini bukan ayat Al-Qur’an, yang demikian ini selanjutnya disebut sebagai AL-HADITS QUDSI.
4. Wahyu yang dilontarkan langsung kedalam Sirri Rasulullah SAW, kemudian beliau menyampaikan dengan redaksi kalimat sesuai dengan lisan beliau. Wahyu yang jenis ini selanjutnya disebut dengan AL HADITS. Dan masih ada jenis lain yang tidak kami sebut dalam risalah singkat ini.
Yang dipermasalahkan oleh saudara pembahas dari APIUM adalah wahyu Allah SWT untuk para ahli bathin uluhiyah yaitu para Shiddiqiin dan para Wali Quthub (Aqthab). Yang mana jenis wahyu untuk mereka semua, ISTILAHNYA dalam dunia sufi lebih dikenal sebagai ILHAM, bukan WAHYU KENABIAN.
=== Jika sauadar tidak setuju dengan cara pembagian wahyu berdasarkan martabat penerimanya sebagaimana tersebut diatas berikut istilahnya, maka bagaimana yang benar berdasarkan pendapat saudara?..===
4. Beliau sadar bahwa orang orang yang tidak suka dengan beliau akan menfitnah dan mengingkarinya, oleh karena itu beliau berpesan:
وأجاب رضي الله عنه لمّا سُئِلَ أيُكْذَبُ عليك ؟ قال " نعم فإذا سَمِعْتُمْ عنِّي شَيْئًا فزِنُوهُ بِمِيزَانِ الشَّرعِ فإنْ وافَقَ فاعْمَلُوا بهِ وإلاّ فاتْرُكُوهُ "
Junjungan dan pemimpin kita Al Quthbi Al Maktum, Abu Al Abbas Ahmad bin Muhammad At Tijani ra menjawab ketika ditanya: “Apakah kamu akan didustakan?... Beliau berkata: Ia, jika kalian mendengar sesuatu dariku, maka timbanglah dengan neraca syariat. Jika cocok dengan syariat maka amalkanlah, jika tidak maka tinggalkanlah”.
Masalah ke 13
Beberapa aspek meragukan dalam kitab Irsyad Al-Asfiya’. Diantaranya:
أمّا حقيقةُ الشّيخِ الواصلِ فهْو الذّي رُفِعَتْ لهُ جميعُ الحُجُبِ عَنْ كمالِ النّظرِ إلى الحضرةِ الإلهيَّةِ نظرًا عينِيًّا وتَحْقِيقًا يقِينيًّا ....
فَلَمْ يَبْقَى إلاَّ اللهُ لاَ شَيْءَ غَيْرُهُ فَمَا ثَمَّ مَوْصُولٌ وَمَا ثَمَّ وَاصِلٌ
· Ungkapan diatas mengandung itikad hulul dan wahdah yang jelas menyimpang dari pada itikad ASWJ.
· Allah SWT berfirman dalam surah Al Ikhlas: 3 “Dia tidak beranak dan tidak diperanakkan”.
· Maka Allah Ta’ala tidak meresap kedalam sesuatu makhluk ciptaannya dan tidak ada suatu makhlukpun yang menyatu dengan zat Allah.
Jawaban alfaqir:
Agar adil dan ketemu siapa yang salah, mari kita terjemahkan dulu pernyataan Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijani ra, sebagaimana tersebut diatas:
أمّا حقيقةُ الشّيخِ الواصلِ فهْو الذّي رُفِعَتْ لهُ جميعُ الحُجُبِ عَنْ كمالِ النّظرِ إلى الحضرةِ الإلهيَّةِ نظرًا عينِيًّا وتَحْقِيقًا يقِينيًّا ....
“Adapun hakekat seorang Syeikh (Guru) yang wushul adalah mereka yang telah diangkat darinya semua hijab dari KESEMPURNAAN PANDANGAN pada HADRAH AL-ILAHIYAH, dengan pandangan mata yang benar benar meyakinkan....”
Pertanyaannya:
1. Apakah orang yang dapat rizki MEMANDANG / MENYAKSIKAN AL- HADRAH AL-ILAHIYAH itu menyatu dengan Allah SWT?....
2. Jika pernyataan tersebut diatas tergolong HULUL?.... dimana letak kalimat hululnya?.....
3. Jika ada dua person, yang satu memandang sedangkan satunya dipandang. Apakah orang yang memandang itu meresap kedalam diri orang yang dipandang?... atau sebaliknya, yang dipandang meresap kedalam diri yang memandang?.....
4. Masya-Allah...... Kalau tidak ngerti apa apa sebaiknya jangan bicara!!!.. ingat pepatah; DIAM ITU EMAS.
Masalah ke 14.
وقال رضي الله عنه " أصحابي لا يَحضُرونَ أهوَالَ المَحشر ولا يَرَوْنَ صَوَاعِقَهُ ولا زَلاَزِلَهُ بل يكُونون مِنَ الآمِنِينَ عند باب الجنة حتّى يدخُلون مع المُصطفى صلّى الله عليه وسلّم في الزُّمرةِ الأولى مع أصحابِه رضي الله عنهم ويكونُ مُسْتَقَرُّهُمْ في جِوارِهِ صلّى الله عليه وسلّم في أعلى علِّيِين مُجاوِرِين أصحابه صلّى الله عليه وسلّم" (81)
أنّهم لا يحضُرون أهوالَ الموْقِف ولا يَرَوْنَ صَوَاعِقَهُ وزَلازِلَهُ بلْ يكُونون مع الآمنين عنْدَ بابِ الجنّة حتَّى يدْخُلون مع المُصطفى صلّى الله عليه وسلّم في الزُّمرة الأولى مع أصحابه رضي الله عنهم)90)
· Ahli tarekat al-Tijani tidak akan merasai pengalaman berhimpun di padang mahsyar pada akhirat kelak sebagaimana yang akan dirasai oleh seluruh manusia.
· Kelak mereka akan berada di pintu surga, aman sentosa tanpa turut serta merasai azab yang ditimpakan ke atas manusia lain yang berada di mahsyar.
· Sabda Rasulullah SAW :
لاتزول قدما عبد يوم القيامة حتى يسئل عن عمره فيما أفناه وعن علمه فيم فعل وعن ماله من أين اكتسبه وفيم أنفعه وعن جسمه فيم أبلاه.
“Tidak akan berganjak kaki seseorang hamba di hari akhirat kelak sehinggalah dia ditanya berhubung empat perkara: tentang umurnya, bagaimana dia habiskan? Dan tentang ilmunya bagaimana dia mengamalkannya?.. tentang hartanya, dari mana dia perolehi dan bagaimana dia gunakan?.. tentang tubuh badannya, bagaimanakah dia gunakan?...
· Justeru dari hadits diatas diketahui bahawa, pada akhirat kelak seluruh manusia akan dibangkitkan dan dihimpun di padang mahsyar untuk dihisab.
Jawaban alfaqir:
1. Terjemahan sandara pembahas yang mengatakan: “Ahli tarekat al-Tijani tidak akan merasai pengalaman berhimpun di padang mahsyar pada akhirat kelak sebagaimana yang akan dirasai oleh seluruh manusia...” adalah terjemahan yang sudah benar tapi cara memahami maksudnya yang SALAH. Sehingga terkesaan Syeikh Tijani mengingkari BERKUMPULNYA SELURUH MAKHLUK DI MAHSYAR.
2. Maksud / makna yang benar dari kalimat tersebut adalah: Seluruh makhluk terutama manusia, termasuk juga Nabi Muhammad SAW akan dikumpulkan seluruhnya tanpa kecuali di mahsyar. Tapi tempat berkumpulnya berbeda sesuai amal dan derajat nasing masing selama di dunia. Orang kafir beda tempatnya dengan muslim, ahli maksiat beda tempatnya dengan ahli taat dan taqwa, juga ada tempat khusus untuk para Awliya’, Syuhada’, Anbiya’ dan Mursaliin.
3. Ahli tarejkat Tijani (masuk mahsyar juga)sebagaimana manusia lainnya. TAPI TIDAK (DIKUMPULKAN) BERSAMA MANUSIA PADA UMUMNYA, yaitu orang orang kafir dan ahli maksiat. Sehingga mereka tidak mengalami dahsyatnya HURU HARA dan KEGONCANGAN YANG TERJADI DI MAHSYAR.
4. Ahli tarejkat Tijani (masuk mahsyar juga), dikumpulkan bersama MEREKA YANG DIJAMIN AMAN. Yaitu para Nabi, Sahabat, Awliya’, dan para Syuhada’. Ditempat khusus dekat dengan pintu surga, sampai pada waktunya masuk kedalam surga bersama Rasulullah SAW di golongan pertama YANG MASUK SURGA TANPA HISAB DAN TANPA DISIKSA.
5. Hadits tentang kondisi di mahsyar tidak hanya satu, dan satu hadits tersebut berlaku pada seluruh manusia, termasuk para Nabi, Sahabat dan Awliya’. TIDAK.... ada hadits hadits yang lain yang shahih dan juga berlaku. Salah satunya hadits riwayat Ka’ab al Ahbar, yang mengatakan bahwa SEPERTIGA UMMAT RASULULLAH SAW AKAN MASUK SURGA TANPA HISAB. Sepertiga lagi masuk surga melalui hisab ringan dan dapat ampunan lalu masuk surga, dan sepertiganya lagi melalui HISAB YANG KETAT, tapi akhirnya dapat ampunan juga.
Kesimpulan.
1. Sayyidi Syeikh Ahmad Tijani ra, TIDAK INGKAR SEDIKITPUN akan ketentuan Allah SWT bahwa kelak di akhirat semua makhluk akan masuk mahsyar untuk acara saling membalas, dan selanjutnya akan ada PERHITUNGAN AMAL (HISAB).
2. Yang beliau jelaskan dalam jaminan bagi ahli thariqah Tijani adalah adanya pengelompokan manusia sesuai amal dan derajatnya di dunia. Dan ahli Tijani AKAN MASUK MAHSYAR, tapi tempatnya di kumpulkan bersama orang orang yang mendapat JAMINAN AMAN, BUKAN TIDAK MASUK MAHSYAR.
3. Contoh kongkritnya adalah UPACARA BENDERA SETIAP 17 AGUSTUS DI ISTANA MERDEKA JAKARTA. Dalam upacara tersebut semua peserta, termasuk pula Presiden RI harus berkumpul di lapangan halaman istana. Tapi tempatnya beda beda. Untuk peserta umum, mereka harus berbaris di tempat yang panas, ada yang dibawah tenda tapi tetap berdiri tanpa tempat duduk. Sedangkan para peserta khusus akan DUDUK BERSAMA Presiden dan para Menteri di bawah tenda yang sejuk, disitu juga ada minuman dan makanan ringan dan lain sebagainya. Insya-Allah demikian pula kelak gambaran kondisi di mahsyar.
Masalah ke 15.
Menyebarkan itikad IRJA’:
إنَّ مَنْ أخذَ وِردنَا وسَمِعَ ما فيهِ مِنْ دُخولِ الجنّة مِنْ غيرِ حسابٍ ولا عقابٍ وأنَّهُ لا تَضُرُّهُ مَعْصِيَةٌ ...110
· Antara kelebihan pengikut Tijani, mereka dimasukkan kedalam surga tanpa dihisab dan tanpa merasai azab Allah SAW terlebih dahulu dan bahawasanya mereka kelak tidak akan mendapat kemudharatan diatas maksiat yang dilakukannya.
· Menurut golongan murjiah, maksiat yang dilakukan seseorang tidak akan memodharatkannya selagi mana individu tersebut merupakan seorang beriman, dan ketaatan yang dilakukan oleh seorang yang kufur sedikitpun tidak akan memberi manfaat kepadanya.
(لاتضر المعصية مع الإيمان كما لاتنفع الطاعة مع الكفر)
· Allah SWT berfirman: “Kerjakanlah amal-amal kebajikan, supaya kamu berjaya (di dunia dan akhirat)” (Al Haj:77).
· Jika dilihat pemahaman di sebalik ayat diatas, ini secara tidak langsung mengandungi tegahan dari pada Allah SWT terhadap umat manusia dari pada melakukan kejahatan.
Jawaban alfaqir:
Tuduhan Thariqah Tijani menyebarkan itikad IRJA’ adalah FITNAH YANG PICIK DAN KEJI. Semoga Allah SWT mengampuni mereka atas DOSA FITNAHNYA. Penukilan kalimat tersebut tidak lengkap sama seperti menukil ayat al qur’an surah al Ma’uun: 4 tanpa diserta ayat: 5.
فويل للمصلين (4) الذين هم هن صلاتهم ساهون (5)
Jika yang dinukil hanya ayat 4 saja, maka arti dan maknanya: ”setiap orang sholat (tanpa kecuali) akan celaka (masuk jurang neraka)”.Tapi jika dikutip lengkap, maka akan kita tahu bahwa yang masuk neraka adalah mereka yang sholat tapi dengan kondisi tidak benar dan tidak sesuai dengan contoh dan tuntunan Rasulullah SAW.
Kalau kita buka kitab Jawahirul Ma’ani pada bagian syarat syarat Thariqah At Tijaniyah, point nomor 6 menyebutkan:
السّادس عَدَمُ الأمْنِ مِنْ مَكْرِ الله تعالى قال تعالى " أَفَأَمِنُوا مَكْرَ اللهِ فَلاَ يَأْمَنُ مَكْرَ اللهِ إلاَّ القَوْمُ الخَاسِرُونَ " قال رضي الله عنه وأرضاه وعنّا به " إنَّ مَنْ أخذَ وِردنَا وسَمِعَ ما فيهِ مِنْ دُخولِ الجنّة مِنْ غيرِ حسابٍ ولا عقابٍ وأنَّهُ لا تَضُرُّهُ مَعْصِيَةٌ أنَّ مَنْ سَمِعَ ذلك وطرَحَ نفسَهُ فِي معاصِي الله عزّوجلّ لِأَجْلِ ما سَمِعَ واتَّخَذَ ذلكَ حُبَالَةً إلى الأَمَانِ مِنْ عُقُوبَةِ الله في معَاصيهِ ألْبَسَ الله تعالى قلْبَهُ بُغْضَنَا حتّى يَسُبَّنَا فاذا سَبَّنَا أماتَهُ اللهُ كافرًا فاحْذَرُوا مَعَاصِي الله وعُقوبتَهُ ومَنْ قَضَى اللهُ عليهِ بِذَنْبٍ مِنْكُمْ والعَبْدُ غيرُ مَعْصُومٍ فلاَ يَقْرَبَنَّهُ إلاّ وهْوَ باكِيَ القلبِ خائِفًا مِنَ اللهِ والسّلامُ "
Artinya:
Syarat nomor 6: Tidak boleh merasa aman dari makrillah. Firman Allah SWT: “Apakah mereka merasa aman dari makrillah?.., tidaklah akan merasa aman dari makrillah kecuali mereka orang orang yang akan merugi”.
Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijani berkata: “Barangsiapa yang mengambil wirid kami (Thariqah Tijani) dan dia mendengar jaminan yang ada (dalam thariqah Tijani) bahwa mereka akan masuk surga tanpa hisab dan tanpa disiksa, dan sewsungguhnya maksiat tidak akan menjadi mudharat bagi mereka. Sesungguhnya orang yang mendengar (jaminan tersebut) lalu dia seenaknya berbuat maksiat kepada Allah SWT gara gara jaminan aman tersebut. Dan menjadikan jaminan tersebut sebagai jerat merasa aman dari murka Allah dalam maksiatnya. Maka Allah SWT akan memberi pakaian kebencian kepada kami (Syeikh Tijani ra). Sehingga orang itu akan mencaci makinya, pada saat (benci dan mencaci maki) tersebut, Allah SWT matikan dia dalam kekafiran. Oleh karena itu, jauhilah maksiat kepada Allah dan siksa-Nya. Jika kita tercebur pada maksiat karena manusia (yang bukan Nabi dan Rasul) tidak maksum. Maka jangan dekati maksiat itu kecuali dengan hati yang menangis karena takut kepada Allah SWT. Wassalam.....”.
Kesimpulan.
1. Sidang pembaca bisa membaca dan melihat langsung terhadap fitnah dan pemalsuan ini. Ini yang terjadi di Malaysia, diberbagai belahan dunia sejak dulu thariqah Tijani sering kali mengalami fitnah keji seperti ini. Bahkan KITAB JAWAHIRUL MA’ANI cetakan DARUL FIKRI BAIRUT yang terbaru (tahun 2010) Alfaqir temui banyak pemalsuan didalamnya. Ada yang sengaja kalimatnya dibengkokkan maksudnya, sampai pada penghilangan 4 paragraf yang berisi masalah yang sangat prinsip, lalu diganti dengan bahasan lain yang menyimpang.Harapan alfaqir, semoga sandara pembahas dari APIUM tidak tergolong pada barisan penghasud dan pemfitnah sebagaimana terjadi sejak zaman dulu.
2. Pada suatu saat Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijani ra, ditanya:
وأجاب رضي الله عنه لمّا سُئِلَ أيُكْذَبُ عليك ؟ قال " نعم فإذا سَمِعْتُمْ عنِّي شَيْئًا فزِنُوهُ بِمِيزَانِ الشَّرعِ فإنْ وافَقَ فاعْمَلُوا بهِ وإلاّ فاتْرُكُوهُ "
Junjungan dan pemimpin kita Al Quthbi Al Maktum, Abu Al Abbas Ahmad bin Muhammad At Tijani ra menjawab ketika ditanya: “Apakah kamu akan didustakan?... Beliau berkata: Ia, jika kalian mendengar sesuatu dariku, maka timbanglah dengan neraca syariat. Jika cocok dengan syariat maka amalkanlah, jika tidak maka tinggalkanlah”.
Sebuah pernyataan seorang pemimpin yang benar benar gentle dan tidak alergi terhadap kritik. Karena beliau sadar betul, betapa dia harus mempertanggung jawabkan seluruh amanah yang ditanggungnya kepada Allah SWT secara langsung, juga kepada datuk beliau Rasulullah SAW yang telah memilih dan mkenunjuk dirinya sebagai pembimbing ummat akhie zaman untuk mengikuti sunnah beliau secara sempurna.
3. Firman Allah SWT: “fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan”.
Masalah ke 16.
· Berhubung shalawat al-fatih, menurut Abdul Halim Mahmud (m. 1397), ia sebenarnya bukanlah ciptaan al Syeikh Al-Tijani sendiri sebagaimana yang didakwa oleh para pengikut al-Tijani.
· Bahkan, sebagian dari pada sighah yang terkandung dalam dalam lafadz shalawat ini didapati telah diriwayatkan secara ma’thur dari pada Sayyidina Ali k.w.
· Justeru, dakwaan sesetengah pihak khususnya ahli tarekat al-Tijani yang mengatakan bahwa ia merupakan wahyu yang diturunkan kepada al-Syeikh al-Tijani, malah lebih teruk lagi mereka mendakwa bahawa ia merupakan sebahagian dari kalam Allah (al kalam al-muqaddas). Menurut Abdul Halim Mahmud, adalah jelas merupakan suatu dakwaan palsu yang sengaja diada adakan.
· Menurut beliau lagi, semua tindakan yang didapati cuba untuk membandingkan antara kalam Allah dan Kalam selainnya sanya merupakan suatu jenayah ilhad didalam agama.
Jawaban alfaqir:
Sebuah diskusi dikatakan bersifat ilmiah, jika didalam diskusi tersebut disajika fakta-fakta ilmiah berupa bukti-bukti empiris baik berupa rekaman atau tulisan yang dapat dipertanggung jawabkan keasliannya. Disini saya melihat bahwa diskusi ini sudah tidak ilmiah lagi dengan bukti antara lain:
1. Menurut Abdul Halim Mahmud (m. 1397). Disini tidak ada penjelasan apakah dari ceramahnya atau bukunya. Kalau ceramah: dalam rangka apa, dimana dan kapan terjadinya?.... jika dalam bentuk tulisan ilmiah, dibuku apa namanya dan halaman berapa?...
2. “Justeru, dakwaan sesetengah pihak khususnya ahli tarekat al-Tijani yang mengatakan bahwa ia merupakan wahyu yang diturunkan kepada al-Syeikh al-Tijani, malah lebih teruk lagi mereka mendakwa bahawa ia merupakan sebahagian dari kalam Allah (al kalam al-muqaddas)”. Ini benar benar pernyataan yang tidak ilmiah dan bisa dikatakan sebagai fitnah. Alasannya:
a. Yang bisa dijadikan rujukan untuk menilai apakah Thariqah Tijani itu BENAR atau SALAH, LURUS atau SESAT adalah perkataan dan perbuatan Syeikh Ahmad Tijani ra. Karena beliau adalah pendiri dan penanggung jawabnya. Bukan perkataan dan perbuatan orang orang jalanan yang bisa jadi mereka masuk untuk membuat fitnah dan kehancuran. Sama seperti dalam Islam, Tolok ukurnya adalah Al Qur’an dan Al Sunnah Rasulullah SAW. bukan pihak lain. Siapapun orangnya apakah dia ulama atau orang awam jika salah atau menyimpang, maka kesalahan itu bukan kesalahan Islam tapi kesalahan personal orang yang menyimpang.
b. Demikian pula dengan thariqah Tijani. Jangan sampai penyimpangan yang dilakukan oleh oknum ahli thariqah Tijani, dijadikan hujjah untuk menilai bahwa Tijani sesat dan menyimpang. Yang demikian ini adalah KEBODOHAN LUAR BIASA.
3. Dalam literatur thariqah Tijani, Sayyidi Syeikh Ahmad Tijani ra, Tidak pernah menyatakan bahwa shalawat fatih itu karangannya. Yang benar; beliau mendapat ijazah shalawat fatih langsung dari Rasulullah SAW dalam kondisi sadar (yaqadzah) bukan mimpi. Hal seperti ini sudah biasa terjadi di kalangan para awliya’.
4. Bahkan, sebagian dari pada sighah yang terkandung dalam dalam lafadz shalawat ini didapati telah diriwayatkan secara ma’thur dari pada Sayyidina Ali k.w.
=== Benar.... diantaranya bisa kita dapati di dalam kitab Tafsir Al Qur’an Al ‘Adzim – Ibnu Katsir, pada bagian tafsir ayat: “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya BERSHALAWAT pada Nabi, Wahai orang orang yang beriman.....”
5. Justeru, dakwaan sesetengah pihak khususnya ahli tarekat al-Tijani yang mengatakan bahwa ia merupakan wahyu yang diturunkan kepada al-Syeikh al-Tijani,
=== Ini adalah dakwaan palsu buatan Abdul Halim Mahmud sendiri.==== jika benar ada, di kitab apa dan halaman berapa adanya pernyataan tersebut?...=== Syeikh Ahmad Tijani dan semua pengamal thariqah Tijani yang shahih tidak ada yang punya asumsi sebagaimana tuduhan Abdul Halim Mahmud tersebut ===
6. Malah lebih teruk lagi mereka mendakwa bahawa ia merupakan sebahagian dari kalam Allah (al kalam al-muqaddas). Menurut Abdul Halim Mahmud, adalah jelas merupakan suatu dakwaan palsu yang sengaja diada adakan.
Dalam kitab Jawahir al-Ma’ani memang dijelaskan bahwa shalawat al-fatih adalah shalawat yang sighatnya bukan karangan manusia (laisa ta’liif al-basyar), ia datang dari hadrah al-ghaib Allah SWT yang diberikan kepada Rasulullah SAW, (bukan langsung diberikan kepada Sayyidi Syeikh Ahmad Tijani ra.) dan dari Rasulullah SAW secara khusus diberikan kepada Sayyidi Syeikh Ahmad At Tijani ra. Melalui pertemuan BARZAKHI dan YAQADZAH (dalam kondisi sadar bukan mimpi).
Kalam Allah Al Muqaddas bukan hanya Al Qur’an, hadits qudsi juga bagian dari Kalam Allah SWT, dan Shalawat al-fatih adalah SHALAWAT yang sighatnya datang dari Hadrah Al-Qudsiyah, tapi BUKAN AYAT AL-QUR’AN dan TIDAK TERGOLONG SEBAGAI AYAT AL-QUR’AN. (Silahkan lihat kembali keterangan tentang jenis Wahyu Allah SWT yang diberikan kepada manusia SESUAI MARTABAT MEREKA MASING MASING).
Peristiwa pertemuan barzahi dalam dunia sufi adalah hal biasa, jika ulama dzahir mengingkarinya, pantas karena mereka memang tidak pernah mengalami. Sama seperti ingkarnya masyarakat zaman batu dengan adanya pesawat terbang. BESI BISA TERBANG – ANEH BIN MUSTAHIL menurut mereka.
===== Dan hal yang sangat perinsip, saya nyatakan sekali lagi: Referensi Thariqah Tijani adalah Syeikh Ahmad bin Muhammad Al-Tijani ra. Bukan ahli tarekat al-Tijani atau pihak lain sebagaimana di katakan Abdul Halim Mahmud.=======
7. Menurut beliau lagi, semua tindakan yang didapati cuba untuk membandingkan antara kalam Allah dan Kalam selainnya sanya merupakan suatu jenayah ilhad didalam agama.
=== Alfaqir tidak setuju dengan pernyataan tersebut. Membandingkan Kalam Allah SWT dengan kalam selainnya, kemudian menutuskan dan menetapkan bahwa Kalam Allah SWT adalah Kalam Qadim yang paling mulya dan paling afdhal, itu boleh dan demikianlah seharusnya.===
===Yang tidak boleh dan tergolong ILHAD / KAFIR adalah membandingkan Kalam Allah dengan kalam selainnya, lalu MENGANGGAP SAMA ANTARA KEDUANYA. Dan ahli thariqah Tijani yang shahih dan ‘alim tidak ada yang berani bertindak bodoh dan berbuat demikian.=====
Masalah ke 17.
Dakwaan palsu terhadap Al-Asya’irah:
أما الطائفة الناجية المنصورة فأشد ما يقولون في من خالفهم في أصول الإعتقاد من أهل القبلة أنهم أهل الرأي أو أهل الشبه أو المبتدعة 21
“Adapun bagi kelompok yang selamat dan mendapatkan pertolongan, perkataan yang paling teruk diucapkan terhadap golongan ahl al-qiblah yang menyalahi mereka dalam perkara usul aqidah; bahawasanya mereka adalah golongan yang melebihi penggunaan akal, ahl al-syubah atau golongan yang melakukan bid’ah dalam agama”.
==== Penukilan ini juga fitnah, dan sama dengan pembahasan di masalah nomor 15 dan yang sebelumnya. Fitnah... bin fitnah.....bin fitnah. Ini alfaqir nukilkan dengan cara yang benar, lengkap dan adil. Silahkan bandingkan dengan nukilan fitnah tersebut diatas.======
النّصيحة الثّانية في وُجُوبِ الكَفِّ عنْ أهلِ لا إله إلا الله وعدمِ تَكْفِيرِ أحَدٍ مِنْ أهلِ القبْلةِ لقوله صلّى الله عليه وسلّم " أمِرْتُ أنْ أُقَاتِل النَّاسَ حَتَّى يَقُولُوا لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله فَإِنْ قالُوهَا عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وأمْوَالَهُمْ إِلاَّ بِحَقِّ اللهِ " أو كما قال عليه الصّلاة والسّلام لأنَّ ذلك مِنْ علاماتِ صِحَّةِ الإنْتِسَابِ لأهل السُنّة والجماعةِ فإنّ سائرَ طوائِفِ أهل البِدع يُكفِّرونَ كُلَّ مَنْ خالَفَهُم في القولِ، أمّا الطائفةُ النَّاجيةُ المَنْصُورةُ فأشدُّ ما يقُولُونَه في مَنْ خالَفَهم في أصولِ الإعْتِقادِ مِنْ أهل القِبْلَةِ أنّهم أهل الرأْيِ أو أهل الشُّبَهِ أو المُبْتَدِعَةُ ...الخ وهذا آخِرُ أقوالِ إمامِنا أبو الحسنِ الأشْعَرِيِّ قال رضي الله عنه وهو في فِراشِ موْتِهِ لِخاصّةِ أصْحابِه " إشْهَدوا عليَّ أنِّي لا أُكَفِّرُ أحَدًا مِنْ أهل القبلةِ فإنِّي وجَدْتُّهُم كلُّهُم يُشيرُون إلى الله والإسلام يَعُمُّهُم "
Nasehat kedua: Tentang kewajib kita untuk berhenti mengkafirkan mereka ahli Laailaaha illallah dan ahl al-qiblah. Dengan dasar Sabda Rasulullah SAW: “Aku diperintahkan untuk memerang manusia (siapa saja) sampai mereka mau berikrar ‘Tiada Tuhan selain Allah’ jika mereka sudah berikrar dengan kalimat tersebut, maka darah dan harta mereka mendapat perlindungan dariku, kecuali (ada pelanggaran) atas hak Allah”. Atau sebagaimana disabdakan oleh Rasul SAW. karena kalimat tersebut adalah tanda bergabung yang benar tywrhadap ahl al-sunnah wa al-jamaah.
Karena kelompok lain dari ahli bid’ah mengkafirkan siapa saja yang tidak sependapat dengan mereka. “Adapun bagi kelompok yang selamat dan mendapatkan pertolongan, perkataan yang paling teruk diucapkan terhadap golongan ahl al-qiblah yang menyalahi mereka dalam perkara usul aqidah; bahawasanya mereka adalah golongan yang melebihi penggunaan akal, ahl al-syubah atau golongan yang melakukan bid’ah dalam agama”.
Ini adalah perkataan terakhir dari Imam kita Abu al-Hasan Al-Asy’ari. Beliau berkata diatas kasur kewafatan beliau kepada para sahabat khusus beliau: “Sasksikan bahwa aku tidak mengkafirkan siapapun dari ahl al-qiblah, dan aku dapatkan mereka semua menuju Allah SWT dan Islam secara umum”.
Kesimpulan.
=== Kelompok ahl al-sunnah wa al-jamaah TIDAK BOLEH MENGKAFIRKAN pihak lain yang berikrar ‘Laailaaha illa Allah’ dan ‘ahl al-qiblah’, walaupun mereka tidak sependapat dengan ASWJ dalam ushul akidah===
=== Perkataan paling keras untuk menyebut mereka cukup disebut sebagai; ahl al-ra’yi, ahl al-syubah atau ahl al-bid’ah. BUKAN KAFIR ===
*** Dakwaan apa yang dipalsukan?.... ***
=== Sering terjadi tukang palsu selalu nuduh orang lain memalsukan, padahal dirinya yang palsu. Banyak juga maling berteriak maling!!! ===
Bahkan lebih lanjut keterangan dalam kitab tersebut adalah sebagai berikut:
وذكرْت مثل هذا الأمر لأنّي رأيتُ بعضَ إخوانِنَا مِنْ أهل الطّرُق أصْلح الله حالنا وحالهم وبعضَ السّادةِ مِنْ عُلماءِ الظّاهرِ أفْرَطُوا في مُجادَلَةِ المُبْتَدعةِ والمُنكِرينَ حتّى آلَ الأمر بهم إلى تكْفيرِهمْ فصَارُوا بذلِك مِثْلَهمْ وَوَقَعُوا فيما وقعوا فيهِ فالحذر الحذر ياأهل الإسْلام مِنْ فتحِ بابِ تكفيرِ المسلمينَ فإنّهُ الطَّامَّةُ العظمي والمُصيبةُ الكبرى وانْظُروا قوله صلّى الله عليه وسلّم " إيَّاكُمْ ومُعَادَاةَ أَهْلِ لاَ إلَهَ إلاَّ الله فإنَّهُمْ أوْلِيَاءُ اللهِ " وقوله أيضًا عليه الصّلاة والسّلام " لَوْ أنَّ لاَ إِلَهَ إلاَّ الله فِي كَفَّةٍ وَالسَّمَاوَاتِ وَالأَرضِينَ في كَفَّةٍ لَرَجَحَتْ بِهِنَّ كفَّةُ لاَ إلَهَ إلاَّ الله " أوكما قال صلّى الله عليه وسلّم : فكيف يحِقُّ لِأحَدٍ مُعاداةُ مَنْ أقْدَرَهُ الله على حمْلِ الأمانةِ التّى عَجَزَت السّماواتُوالأرْض عَنْ حمْلِها كما في الآية الشّريفة وهم كلُّ أهل لا إله إلا الله سُنِّيُّهُمْ وبِدْعِيُّهُمْ، رُوي عن الإمام أحمد أنَّه كان رضي الله عنه مع شِدَّةِ إحْتِياطِه ووَرَعِه واجْتِنَابِه لِلْبِدَعِ يُصلِّي خَلْفَ المُعْتَزِلَةِ وَيَشْهَدُ جَنَائِزَهُمْ.
Silahkan terjemah sendiri!!!....
Khatimah.
Alhamdulillah, penulisan risalah yang kami beri judul “Menyingkap tabir kebohongan ahli ingkar terhadap Thariqah At Tijaniyah yang Mu’tabar” bisa kami selesaikan, walaupun dalam tenggang waktu yang sedikit panjang mengingat padatnya kegiatan dalam rangka dakwah dan kegiatan lain yang harus kita lakukan.
harapan kami: dengan syafaat Rasulullah Saw. dan barokah serta karomah Sayyidi Syeikh Ahmad bin Muhammad At Tijany RA. semoga Allah Swt. berkenan membersihkan kotoran-kotoran yang masih melekat di hati kami, dan menggolongkan kami bersama dengan orang-orang yang berhati bersih, ikhlas karena Allah Swt. dan semoga risalah ini dapat menjadi amal jariah kami dan membawa barokah dan manfaat yang besar bagi kami pribadi, keluarga kami, para muqaddam yang membimbing kami juga kaum muslimin, khususnya Ichwan Thariqah At Tijany. Amiin.
Ya Allah, Berilah kami pertolongan. Karena Engkau sebaik baik pemberi pertolongan. Dan bukalah hati kami, karena Engkau sebaik baik pembuka hati. Dan ampunilah dosa dosa kami, karena Engkau sebaik baik pemberi ampunan. Dan kasihanilah kami, karena Engkau sebaik baik pemberi kasih sayang. Dan berilah kami rizki, karena Engkau sebaik baik pemberi rizki. Dan berilah kami petunjuk, dan selamatkanlah kami dari tipu daya orang orang dzalim. Amin …… amin…… amin …… ya Rabbal ‘alamiin.
اللهم احشرنا فى زمرة أبى الفيض التجانى
وأمدنا بمد د ختم الأولياء الكتمانى
“ Ya Allah Kumpulkanlah kami bersama rombongan Sayyidi Syeikh Ahmad At Tijany dan berilah kami karunia berkat madad (bantuan) dari Hatmul Auliya’ yang dirahasiakan ( Al Quthbi Al Maktum Ahmad bin Muhammad At Tijany ).
Jakarta, Dzul Qa’dah 1433 H.
Al Faqiir ila rahat Al-Jalil.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan