Pengertian Sifat-sifat Allah
Sifat-sifat Allah adalah sifat sempurna yang tidak terhingga bagi Allah.Sifat-sifat Allah wajib bagi setiap muslim mempercayai bahawa terdapat beberapa sifat kesempurnaan yang tidak terhingga bagi Allah.Maka, wajib juga dipercayai akan sifat Allah yang 20 dan perlu diketahui juga sifat yang mustahil bagi Allah. Sifat yang mustahil bagi Allah adalah merupakan lawan kepada sifat wajib bagi Allah.
Ilmu Tauhid
Adapun Mubadi ilmu tauhid itu sepuluh perkara:
1. Nama ilmu ini yaitu ilmu Tauhid, ilmu Kalam, ilmu Sifat, ilmu Ussuluddin, ilmu ‘Aqidul Iman
2. Tempat ambilannya : yaitu diterbitkan daripada Qur’an dan Hadits
3. Kandungannya yaitu mengandung pengetahuan dari hal membahas ketetapan pegangan kepercayaan kepada Tuhan dan kepada rasul-rasulNya, daripada beberapa simpulan atau ikatan kepercayaan dengan segala dalil-dalil supaya diperoleh I’tikad yang yakin (kepercayaan yang putus/Jazam sekira-kira menaikkan perasaan/Zauk untuk beramal menurut bagaimana kepercayaan itu.
4. Tempat bahasannya atau Maudu’nya kepada empat tempat:
Pada Zat Allah Ta’ala dari segi sifat-sifat yang wajib padanya, sifat-sifat yang mustahil padaNya dan sifat-sifat yang harus padaNya.
Pada zat rasul-rasul dari segi sifat-sifat yang wajib padanya, sifat-sifat yang mustahil padanya dan sifat-sifat yang harus padanya
Pada segala kejadian dari segi jirim dan jisim dan aradh sekira-kira keadaannya itu jadi petunjuknya dan dalil bagi wujud yang menjadikan dia
Pada segala pegangan dan kepercayaan dengan kenyataan yang didengar daripada perkhabaran rasul-rasul Allah seperti hal-hal surga dan neraka dan hari kiamat
5. Faedah ilmu ini yaitu dapat mengenal Tuhan dan percaya akan rasul dan mendapat kebahagian hidup didunia dan hidup di akhirat yang kekal.
6. Nisbah ilmu ini dengan lain-lain ilmu, yaitu ilmu ini ialah ilmu yang terbangsa kepada agama Islam dan yang paling utama sekali dalam agama Islam.
7. Orang yang menghantarkan ilmu ini atau mengeluarkannya yaitu, yang pertama mereka yang menghantarkan titisan ilmu tauhid dengan mendirikan dalilnya untuk menolak perkataan meraka yang menyalahi ialah dari pada ulama-ulama yang mashur yaitu Imam Abu Al hasan Al Asy’ari dan Imam Abu Mansur At Maturidi tetapi mereka pertama yang menerima ilmu tauhid daripada Allah Ta’ala ialah nabi Adam alaihissalam, dan yang akhir sekali Nabi Muhammad SAW.
8. Hukumnya, yaitu fardhu ‘ain bagi tiap-tiap orang yang mukallaf laki-laki atau perempuan mengetahui sifat-sifat yang wajib, yang mustahil dan yang harus pada Allah Ta’ala dengan jalan Ijmal atau ringkasan begitu juga bagi rasul-rasul Allah dan dengan jalan tafsil atau uraian
9. Kelebihannya yaitu semulia-mulia dan setinggi-tinggi ilmu daripada ilmu yang lain-lain, karena menurut haditsnya nabi: Inallahata’ala lam yafrid syai’an afdola minattauhid wasshalati walaukana syai’an afdola mintu laf tarodohu ‘ala malaikatihi minhum raakitu wa minhum sajidu, artinya, Tuhan tidak memfardukan sesuatu yang terlebih afdhol daripada mengEsakan Tuhan. Jika ada sesuatu terlebih afdhol daripadanya niscaya tetaplah telah difardhukan kepada malaikatnya padahal setengah daripada malaikatnya itu ada yang ruku’ selamanya dan setengah ada yang sujud selamanya dan juga ilmu tauhid ini jadi asal bagi segala ilmu yang lain yang wajib diketahui dan lagi karena mulia , yaitu Zat Tuhan dan rasul dan dari itu maka jadilah maudu’nya semulia-mulia ilmu dalam agama islam.
10. Kesudahan ilmu ini yaitu dapat membedakan antara I’tikad dan kepercayaan syah dengan yang batil dan dapat pula membedakan antara yang menjadikan dengan yang dijadikan atau antara yang Qadim dengan yang muhadasNya
Ilmu Tauhid
Adapun pendahuluan masuk pada menjalankan ilmu tauhid itu berhimpun atas tiga perkara:
1. Khawas yang lima yaitu, Pendengar, Penglihat, Pencium, Perasa lidah dan Penjabat
2. Khabar Mutawatir, yaitu khabar yang turun menurun. Adapun khabar mutawatir itu dua bahagi:
a. Khabar Mutawatir yang datang daripada lidah orang banyak
b. Khabar Mutawatir yang datang daripada lidah rasul-rasul
3. Kandungannya yaitu mengandungi pengetahuan dari hal membahas ketetapan pegangan kepercayaan kepada Tuhan dan kepada rasul-rasulNya, daripada beberapa simpulan atau ikatan kepercayaan dengan segala dalil-dalil supaya diperoleh I’tikad yang yakin (kepercayaan yang putus/Jazam sekira-kira menaikkan perasaan/Zauk untuk beramal menurut bagaimana kepercayaan itu.
Akal
Adapun ‘Akal itu terbahagi kepada dua :
1. ‘Akal Nazori, yaitu akal yang berkehendak kepada fikir dan keterangan.
2. ‘Akal Doruri, yaitu akal yang tiada berkehendak kepada fikir dan keterangan.
Adapun Hukum ‘Akal itu tiga bahagi:
1. Wajib ‘Akal, yaitu barang yang tiada diterima oleh akal akan tiadanya maka wajib adanya (Zat, Sifat dan Af’al Allah)
2. Mustahil ‘Akal, yaitu barang yang tiada diterima oleh akal akan adanya maka mustahil adanya (Segala kebalikan daripada sifat yang wajib, sekutu)
3. Harus ‘Akal, yaitu barang yang diterima oleh akal akan adanya atau tiadanya (Alam dan segala isinya yang baharu/diciptakan)
Mumkinun (Baharu Alam)
Adapun yang wajib bagi ‘Alam mengandung empat perkara:
1. Jirim, yaitu barang yang beku bersamaan luar dan dalam seperti, batu, kayu, besi dan tembaga
2. Jisim, yaitu barang yang hidup memakai nyawa tiada bersamaan luar dalam seperti manusia dan binatang
3. Jauhar Farad, barang yang tiada boleh dibelah-belah atau dibagi-bagi seperti asap, abu dan kuman yang halus-halus
4. Jauhar Latief, yaitu Jisim yang halus seperti ruh, malaikat, jin, syaiton dan nur
Wajib bagi Jirim, Jisim, Jauhar Farad dan Jauhar Latief bersifat dengan empat sifat:
1. Tempat, maka wajib baginya memakai tempat seperti kiri atau kanan, atas atau bawah, hadapan atau belakang
2. Jihat, maka wajib baginya memakai jihat seperti utara atau selatan, barat atau timur, jauh atau dekat
3. Berhimpun atau bercerai
4. Memakai ‘arad, yaitu gerak atau diam, besar atau kecil, panjang atau pendek dan memakai rasa seperti manis atau masam, masam atau tawar dan memakai warna-warna seperti hitam atau putih, merah atau hijau dan memakai bau-bauan seperti harum atau busuk
Hukum Adat Thobi’at
Adapun yang wajib bagi hukum adat Thobi’at yang dilakukan didalam dunia ini sahaja, seperti makan, apabila makan maka wajib kenyang sekedar yang dimakan begitu juga api apabila bersentuh dengan kayu yang kering maka wajib terbakar, dan pada benda yang tajam yang apabila dipotongkan maka wajib putus atau luka.
Dan begitu juga pada air apabila diminum maka wajib hilang dahaga sekedar yang diminum. Adapun yang mustahil pada adat Thobi’at itu tiada sekali-kali seperti makan tiada kenyang, minum tiada hilang dahaga, dipotong dengan benda yang tajam tiada putus atau luka dan dimasukkan didalam api tiada terbakar. Akan tetapi yang mustahil pada adat itu sudah berlaku pada nabi Ibrahim as di dalam api tiada terbakar dan pada nabi Isma’il as dipotong dengan pisau yang tajam diada putus atau luka .
Adapun yang mustahil pada adat itu jika berlaku pada rasul-rasul dinamakan Mu’jizat, jika berlaku pada nabi-nabi dinamakan Irhas, jika pada wali-wali dinamakan Karamah, dan jika pada orang yang ta’at dinamakan Ma’unah dan jika berlaku pada orang kafir atau orang fasik yaitu ada empat macam:
1. dinamakan Istidraj pada Johirnya bagus dan hakikat menyalahi
2. dinamakan Kahanah iaitu pada tukang tenung
3. dinamakan Sa’uzah iaitu pada tukang sulap mata
4. dinamakan Sihir iaitu pada tukang sihir
Sifat-Sifat yang wajib bagi ‘akal tentang keTuhanan:
-Sifat Nafsiyah
-Sifat Salbiyah
-Sifat Ma’ani
-Sifat Ma’nawiyah
lalu dibahagi menjadi dua bahagi:
-Sifat Istighna (28 Aqa’id)
-Sifat Iftikhor (22 Aqa’id)
yang menghasilkan faham hakikat nafi mengandung isbat, isbat mengandung nafi (50 Aqa’id), lalu berlanjut pada huraian Sifat-sifat bagi Rasul, ditambah empat perkara rukun iman (18 Aqa’id), menghasilkan penjelasan aqa’idul iman yang 5 (lima jenis), aqa’idul iman 50, aqa’idul iman 60, aqa’idul iman 64, aqa’idul iman 66 dan aqa’idul iman 68.
Baharulah disimpulkan menjadi 4 rukun Syahadat dan adab-adabnya, serta menjelaskan penjelasan zikir, serta makna asma ALLAH
MA’RIFAT
Adapun hakikat Ma’rifat itu berhimpun atas tiga perkara:
1. ‘Itikad Jazam, yaitu ‘Itikad yang putus tiada syak, dzon dan waham
2. Muwafikulilhaq, yaitu Muafakat dengan yang sebenarnya mengikut Al Qur’an dan Hadits
3. Mu’addalil yaitu beserta dalil
Adapun Dalil itu dua bahagi:
1. Dalil naqal (naqli), yaitu Al Qur’an dan Hadits.
2. Dalil aqal (aqli), yaitu aqal kita
Adapun dalil wujud Allah Ta’ala pada orang awam yaitu Baharu alam seperti firman Allah Ta’ala dalam Al Qur’an : Allahu khaliqu kullu syai’in, artinya: Allah Ta’ala yang menjadikan tiap-tiap sesuatu
Adapun Hakikat Ma’rifat orang yang Khawas :
1. ‘Itikat jazam, tiada syak, dzon dan waham
2. Muwafakat ilmunya, aqalnya dan hatinya dengan jalan Ilham Ilahi
3. Dalil pada dirinya, seperti firman Allah Ta’ala dalam Al Qur’an: wa fii amfusikum afala tubsiruun, artinya: pada diri kamu tiadakah kamu lihat, dan juga Hadits Rasullullah, Man arofa nafsahu faqod arofa Robbahu, artinya barang siapa mengenal dirinya bahwasanya mengenal Tuhannya.
Adapun Hakikat Ma’rifat orang yang Khawasul khawas:
1. I’tikad jazam, tiada sak, dzon dan waham
2. Muwafakat Ilmunya, aqalnya dan hatinya dengan jalan kasaf Ilahi terkaya ia daripada dalil yakni tiada berkehendak lagi kepada dalil (Akal dhoruri) terus ia ma’rifat kepada Allah Ta’ala.
Adapun Ma’rifat itu tiga martabat:
1. Ilmul yaqin, yaitu segala Ulama
2. ‘Ainul yaqin, yaitu segala Aulia
3. Haqqul yaqin, yaitu segala Anbiya
Adapun wajib bagi 'alam (makhluq/baharu alam) mengandung 4 perkara :
1. Jirim ; iaitu barang yg beku bersamaan luar dan dalam seperti batu, kayu, besi & tembaga.
2. Jisim ; iaitu barang yg hidup memakai nyawa tiada bersamaan luar dalam seperti manusia & haiwan.
3. Jauhar Farad ; barang yg tiada boleh dibelah² atau dibahagi² seperti asap, abu & kuman² yg halus.
4. Jauhar Latif ; iaitu jisim yg halus seperti ruh, mailakat, jin, syaitan dan nur.
Wajib bagi jirim, jisim, jauhar farad dan jauhar latif bersifat dgn 4 sifat :
1. Tempat ; kiri atau kanan, atas atau bawah, hadapan atau belakang.
2. Jihat ; utara atau selatan, barat atau timur, jauh atau dekat.
3. Berhimpun atau bercerai.
4. Memakai 'arad ; iaitu gerak atau diam, besar atau kecil, panjang atau pendek dan memakai rasa seperti manis atau masam, masam atau tawar dan memakai warna seperti hitam atau putih, merah atau hijau dan memakai bau-bauan seperti harum atau busuk.
Salah satu sifat wajib bagi Allah Taala ialah Mukhalafatuhu Taala Lilhawadith (bersalahan Allah Taala dengan segala yg baharu), iaitu menyalahi semua perkara yg dinyatakan di atas.
####Maqulat Aina disisi Mutakallimin####
Ilmuan mutakallimin mengiktiraf kewujudan maqulat aina yang dikemukakan kesarjaan falsafah. Walaupun mereka menolak kewujudan maqulat nisbah yang lain dan menyatakan bahawa kesemua maqulat nisbah selain Aina merupakan Amrun iktibari ( hanya ada di pikiran sahaja ).
Bahkan ilmuan mutakallimin menyatakan maqulat aina merupakan sesuatu yang jenis Amrun wujudi ( ada yang sebenar dan ada di luaran ).
Aina merujuk pada sesuatu tempat.
Perbincangan disini pada pandangan ahli kalam sahaja.
Mereka menamakan maqulat aina sebagai akwan ( اكوان ). Perkataan akwan jama' bagi kaun ( كون ). Ia bermaksud " keadaan " terjemahan bahasa Melayu . Bukan pula kaun disini bermaksud makhluk , kerana maksud yang kedua ini terlalu umum pada tiap-tiap selain Allah.
Definisi kaun menurut ahli kalam iaitu :
حصول الجسم في الحيز
Husul sesuatu jisim di sesuatu tempat .
Husul itu lebih kurang bahasa Melayu dengan makna keberadaan , terletak atau adanya jisim di tempat tertentu.
Saya lebih suka menggunakan terjemahan keberadaan, maka terjemahan definisi kaun :
" Keberadaan jisim di suatu tempat "
Dari definisi tersebut, jika menurut ahli kalam yg menafikan hal ( perkara yang menengahi antara ada dan tiada) terdapat dua perkara pada definisi ini;
1. Zat jauhar/ jisim
2. Sifat yang berdiri di jisim.( Kaun ).
Yang berada di tempat itu bukanlah sifat, bahkan jisim itu sendiri.
Namun bagi ahli kalam yg mengisbatkan hal pula, pada definisi ini ada tiga perkara ;
1. Zat jauhar/jisim
2. Diri keberadaan ( dinamakan kaainiyyah /كائنية).
3. Sifat yg berdiri di zat. Sifat inilah menjadi sebab( illah) jauhar itu kaainiyyah.
Yang ketiga inilah namanya kaun.
Kaun itu pula terbahagi kepada empat bahagian yang dikenali sebagai akwan arba'ah ( اكوان أربعة ) iaitu :
1. Ijtimak اجتماع- : berhimpun/berhubung/bersentuhan.
2. Iftirak افتراق-: terpisah/bercerai
3. Sukun سكون-: diam/tetap
4. Harakah حركة-: bergerak/berpindah.
🔅1 - iftirak
: Keberadaan jauhar pada suatu tempat bila dinisbahkan kepada jauhar yang lain sekira-kira boleh diselangi tengahnya jauhar yang ketiga .
Sebagaimana yang diketahui pada awal perbincangan, kaun itu keberadaan jauhar pada suatu tempat, namun apabila kita adukan antara jauhar yang lain, jika ada jauhar yang ketiga menyelangi antara kedua-dua jauhar tersebut makan kaun ini dinamakan iftirak .
Pada contoh dibawah ;
1⃣3⃣2⃣
Jauhar 1⃣ ini bila diadukan dengan jauhar 2⃣ maka ada jauhar 3⃣ yang menyelangi antara kedua-duanya... Jadi jauhar 1⃣ dipanggil iftirak iaitu ia terpisah dengan jauhar 2⃣.
Jauhar 2⃣ juga dipanggil iftirak jika diadukan dengan jauhar 1⃣.
Namun jauhar 1⃣ dipanggil ijtimak pula jika diadukan dengan jauhar 3⃣ seperti definisi seterusnya .
🔅2. Ijtimak
: Keberadaan jauhar pada suatu tempat bila dinisbahkan jauhar tersebut dengan jauhar yang lain sekira-kira tidak diselangi oleh jauhar ketiga.
Pada contoh berikut ;
1⃣2⃣3⃣
Maka jauhar 1⃣ tidak diselangi oleh jauhar 3⃣ bila dinisbahkan dan diadukan antara jauhar 1⃣ dan 2⃣..
Inilah yang dikatakan kaun iftirak iaitu keberadaan jauhar pada suatu tempat bila dinisbahkan jauhar tersebut dengan jauhar yang lain....
Pada contoh terdekat tadi, jauhar 1⃣ dipanggil iftirak dan ijtimak.
Dipanggil iftirak bila diadukan dengan jauhar 3⃣ kerana diselangi oleh jauhar 2⃣.
Dan dipanggil ijtimak bila diadukan dengan jauhar 2⃣, kerana tidak diselangi oleh jauhar 3⃣.
Jadinya, pada contoh ;
1⃣2⃣
Maka jauhar 1⃣ hanya dipanggil ijtimak , begitu juga jauhar 2⃣, kerana tidak ada langsung diselangi jauhar yang lain..
Sebagaimana yang telah diterangkan tadi, satu jauhar boleh berhimpun iftirak dan ijtimak. Adakah ini bermakna kaun itu ada dua pada satu masa?.... Jawapannya tidak, ini kerana, kaun itu hanya satu, namun kaun yang satu itu boleh dinamakan ijtimak bila diadukan kepada A dan dinamakan iftirak bila diadukan dengan jauhar B.
1⃣3⃣2⃣
1⃣ijtimak dan iftirak
Telah saya nyatakan pada awal perbincangan, kaun itu keberadaan jauhar pada suatu tempat. Atau dinamakan dalam bahasa Arab sebagai husul.. husul ini hanya satu, namun punyai nama perbagai bila diadukan dengan jauhar lain...
Dari keterangan ini, bermakna pembahagian kaun kepada empat merupakan pembahagian yang Haqiqi, kerana Haqiqat kaun hanya satu sahaja. Bahkan pembahagian ini hanya Amrun iktibari. Bukan wujudi yang ada diluaran, hanya ada di fikiran bila kita adukan antara jauhar tersebut..
🔅3 Sukun
Keberadaan yang kedua pada tempat pertama.
Atau kita kata " keberadaan yang kedua bagi suatu jauhar pada tempat yang pertama".
📢 info sampingan
Untuk memahami bahagian sukun ( diam ) dan harakah ( gerak ), perlu dahulu kita ambil perhatian bahawa pendapat yang sahih sebagai yang dipegang oleh imam Abu Hasan al asyari " arad wujudi ( sifat yang wujudi ) tidak kekal dua masa, bahkan semua arad sentiasa diperbaharui oleh Allah pada setiap detik. Contohnya daun pisang, apabila kita kerat dari batang diwaktu pagi. Daun itu berwarna hijau. Pada waktu petang pula, warna hijau sudah menjadi pudar dan pada hari berikutnya berubah kepada warna yang lain.. ini bermakna, warna hijau itu sentiasa ditukarkan Allah kepada warna yang lain samada sama jenis warna yang sama atau kepada warna yang lain. Bahkan warna hijau daun pisang pada jam 9.00 pagi bukan warna hijau jam 9.01 pagi.
Dari maklumat tadi, maka kita fahami bahawa husul/keberadaan sesuatu jauhar pada tempat sentiasa diperbaharui oleh Allah SWT pada setiap masa.
Setelah itu barulah kita kaitkan dengan definisi sukun sebelum ini.
Sebagai contoh, satu kereta yg sedang berhenti di tepi jalan. Kereta tersebut berhenti selama 1 minit bersamaan 60 saat. Keberadaan jisim kereta ( kaun ) tersebut pada tempat itu sentiasa diperbaharui Allah sebanyak 60 kali ( kiraan ini sebagai contoh sahaja ) berdasarkan kiraan satu saat bersamaan satu husul/kaun. Saat yang kedua yang bersamaan husul kedua jisim kereta berada di tempat pertama. Jika saya membuat contoh menggunakan simbul berikut ;
.husul/kaun ----> 2⃣
∆
|___|___|___|___|___|___|
6 5. 4. 3. 2. 1.
^
|
Tempat
Husul kedua bagi jisim kereta masih berada di tempat yang pertama. Dan kiraan 60 saat bererti 60 kali husul sedangkan tempat masih lagi tidak berubah iaitu di tempat yang pertama.
Pada saat 61 barulah kereta itu berjalan kehadapan. Maka ketika itu husul yang ke 61 sudah berada di tempat kedua seperti simbul berikut ;
. Kaun/husul -> 61
∆
|___|___|___|___|___|___|
6 5. 4. 3. 2. 1.
Ini bermakna ada 60 kaun yang kita namakan sebagai sukun atau bahasa Melayunya berkeadaan diam/sukun, dan pada saat ke 61 itu barulah dinamakan bergerak/harakah.
🔅4. Harakah
"Keberadaan pertama pada tempat kedua"
Atau kita kata " berpindah dan keluar dari tempat pertama serta masuk kepada tempat kedua"
Bukanlah bermaksud keberadaan/ kaun itu kekal, kerana telah kita maklum bahawa kaun itu sentiasa diperbaharui. Cumanya kita membayangkan saja kaun pertama masih kekal untuk berpindah jisim itu ketempat kedua seperti contoh berikut;
. Kaun/husul ->1⃣
∆
|___|___|___|___|___|___|
6 5. 4. 3. 2. 1.
Pada contoh dibawah pula ada tiga kaun pada tiga tempat. setiap kaun itu didahului kaun yang lain di tempat yang lain. Inilah yg dinamakan kaun yang Harakah/gerak ;
Kaun ----> 2⃣
∆
|___|___|___|___|___|___|
6 5. 4. 3. 2. 1.
Berbeza pula contoh dibawah ini, yang mana ada tiga kaun itu masih di tempat pertama dan dinamakan kaun ini sebagai sukun/diam ;
. Kaun/husul ------->3⃣
∆
|___|___|___|___|___|___|
6 5. 4. 3. 2. 1.
Jadinya, bila kita faham penerangan tadi, boleh disimpulkan bahawa semakin kurang sukun pada bilangan tempat yang sedikit semakin laju gerakan jisim kereta, dan semakin banyak sukun pada bilangan tempat yang sedikit maka semakin perlahan kereta tersebut. seperti contoh di bawah ;
1. Laju
5⃣
∆
|___|___|___|___|___|___|
6 5. 4. 3. 2. 1.
Ada lima kaun Harakah dan satu kaun sukun.
2. Perlahan
11
∆
|___|___|___|___|___|___|
6 5. 4. 3. 2. 1.
Pada contoh ini ada lima kaun Harakah dan enam kaun sukun. pada setiap tempat itu ada sukun dan harakah.
3. Lebih perlahan
11
∆
|___|___|___|___|___|___|
6 5. 4. 3. 2. 1.
Setiap tempat ada dua sukun dan satu Harakah. Maka contoh yang ketiga ini lebih perlahan dari contoh ke dua kerana bilangan sukun semakin banyak dari bilangan Harakah...
Laju dan perlahan hanya di iktibar pada bilangan sukun dan harakah. Ianya bukan wujudi bahkan Amrun iktibari sahaja....
Wallahualam bis sawab wa ilaihil marjiul wal Ma'ab
AL Faqir
Abdul Rashid bin Muhamat Akip
Al Melakawi al Terengkawi
----------------------------------
Ini merupakan nota yang diulang semula.
Wallahua'lam
cpf