Ahad, 1 Disember 2019

Penyakit Yang Tak Terasa

Oleh : Nasrullah Rahmani

Kekaguman terhadap diri sendiri atau kepada kelebihan yang dimiliki diri merupakan penyakit yang bisa menyerang siapapun. 
Seorang yang punya paras  tampan/cantik bisa kagum dengan paras yang dia miliki.
Seorang yang punya harta bisa kagum dengan harta yang dia miliki.
Seorang  yang  punya pangkat dan jabatan bisa kagum dengan  jabatan yang dia miliki.
Seorang yang punya popularitas bisa kagum dengan pupularitas yang dia miliki.
Seorang Qari atau Munsyid  bisa kagum dengan  suara merdu yang dia miliki.
Seorang ahli ilmu  bisa kagum dengan ilmu yang dia miliki. seorang ahli ibadah bisa kagum dengan ibadah yang dia kerjakan. seorang  hafiz Qur'an bisa kagum dengan hafalan Qur'an yang dia miliki.
Seorang suami/istri bisa kagum dengan pasangan yang dia miliki. 
Seorang ayah/ibu bisa kagum dengan anak yang dia miliki.
Seorang guru bisa kagum dengan murid yang dia didik. 
Seorang penulis bisa kagum dengan karya tulis yang dia miliki.
Seorang penceramah/ahli pidato bisa kagum dengan retorika yang dia miliki.
Seorang ahli sedekah bisa kagum dengan sedekah-sedekah yang telah dia beri.
Seseorang yang dekat dan akrab dengan wali-wali (kekasih) Allah SWT,  para ulama, para habaib bisa kagum dengan  kedekatan yang dia miliki. 
Seorang ahli zikir bisa kagum dengan zikir yang dia lazimkan. 
Seseorang  yang punya adab dan akhlak mulia seperti  rendah hati, sabar dan lainnya  bisa kagum dengan adab dan akhlak mulia yang dia miliki.
Seorang  Ahli Mahabbah bisa kagum dengan mahabbah yang dia miliki.
Seorang  ahli khidmah (Banyak Berkhidmah)  kepada para ulama dan keturunan Rasulullah bisa kagum dengan khidmah yang dia kerjakan.
Seorang yang punya beragam  sanad atau  berbagai Asrar (ilmu-ilmu rahasia) bisa kagum dengan sanad atau asrar yang dia miliki. 
Seorang salik yang telah mengalami berbagai pengalaman spiritual seperti karamat, kasyaf, terbuka hijab dan lainnya bisa kagum dengan  pengalaman spiritual yang dia alami.
Seorang ahli syukur bisa kagum dengan syukur yang dia miliki.
Bahkan Seorang yang punya martabat /maqam (kedudukan)  disisi Allah bisa kagum dengan maqam yang dia miliki.
Bahkan Seorang Arif Billah (Mengenal Allah)  bisa kagum dengan ma'rifat yang dia miliki. 

Semua nikmat  berpotensi untuk menjatuhkan kita kepada rasa kagum terhadap diri sendiri. Rasa kagum terhadap diri  sendiri tercipta karena MERASA memiliki, memberi, mengerjakan, melazimkan, mendidik, bersyukur, mengalami. Padahal tidak ada satupun nikmat di alam semesta ini kecuali dari Allah, dan tak ada satupun sesuatu terjadi di dunia ini kecuali  atas izin Allah, seharusnya yang kita kagumi adalah Allah Yang Memberi nikmat bukan malah  mengagumi diri sendiri yang mana status kita hanya sebagai orang yang  diberi nikmat. Hanya orang-orang yang mampu memandang Al-Mun'im (Maha Pemberi Nikmat) dalam setiap nikmat yang dia rasakan yang akan terlepas dari rasa kagum terhadap diri sendiri. Hanya orang-orang yang dalam setiap nafasnya meresapi kalimat "La Haula Wala Quwwata Illa Billah" (Tidak  Ada Daya Dan Upaya Kecuali Atas Izin Allah) yang akan terbebas dari rasa kagum terhadap diri sendiri. 

Kenapa kita harus menghilangkan rasa kagum terhadap diri sendiri?

Jawaban :  untuk menjadi hamba yang taqwa yang mengerjakan  seluruh perintah Allah dan menjauhi segala laranganNya kita harus mengilangkan rasa kagum kepada diri sendiri karena semakin kita kagum kepada diri sendiri maka akan semakin sulit  untuk benar-benar taat kepada Allah, begitu juga sebaliknya. Allah terkadang menjatuhkan hambaNya kepada jurang maksiat agar hambaNya tidak kagum terhadap dirinya sendiri, saat itu seakan Allah berkata HambaNya "Kamu itu tanpa diriKu sangatlah hina dan papa, sekarang Ku jatuhkan dirimu pada kemaksiatan, tanpa hidayahKu apakah kamu bisa melakukan ketaataan?, jika tidak bisa lantas mengapa kamu kagum pada dirimu sendiri?,  hanya Aku yang layak kamu kagumi bukan dirimu,karena segala  kelebihanmu dariKu bukan dari dirimu  sendiri,  Camkan itu HambaKu".

Tanda-Tanda Orang Yang Sudah Tidak Ada Lagi Rasa Kagum Terhadap Diri Sendiri :

1. Tidak banyak bercerita/tidak banyak bicara mengenai nikmat atau kelebihan yang dia milliki. Memang ada seorang wali ataupun ulama yang sering berbicara dengan nikmat yang Allah karuniakan kepada mereka dengan niat tahaddus Bin Ni'mah (Menceritakan Nikmat Allah Yang Dikaruniakan) atau dengan niat agar umat bisa mengikuti nikmat ibadah atau ketaatan yang mereka kerjakan,  tapi  ketahuilah HAL/keadaan  mereka sedikitpun tidak  sama dengan keadaan kita,  saat mereka menceritakan nikmat, hati mereka benar-benar tenggelam kepada Al-Mun'Im (Maha Pemberi Nikmat) sehingga tak ada sedikitpun terdapat  ruang untuk menyaksikan diri sendiri sedangkan kita saat menceritakan nikmat masih belum tenggelam kepada Al-Mun'im sehingga masih terdapat penyaksian kepada diri sendiri, saat menyaksikan diri sendiri maka rasa kagum pada diri akan rentan sekali datang menggerogoti. Saat mereka menceritakan nikmat ibadah yang mereka kerjakan dengan niat agar ibadah mereka diikuti umat, hati mereka benar-benar meresapi kalimat La Haula Wala Quwwata Illa Billah sehingga rasa mereka stabil, beda dengan kita yang kadang-kadang resap,  kadang-kadang tidak sehingga saat menceritakan sesuatu yang telah kita  perbuat  rentan sekali rasa kagum terhadap diri akan muncul, walau  niat pertama kita baik yaitu agar diikuti oleh orang lain.  Ala  Kulli Hal diam itu lebih selamat dan lebih baik.

2. Tak meremehkan dan merendahkan orang lain, karena orang yang merendahkan dan meremehkan orang lain  bisa dipastikan bahwa dia merasa kagum atas dirinya,  karena jika dia tidak kagum atas dirinya maka tak akan ada waktu lagi untuk  merendahkan orang lain,  maka dia akan sibuk untuk mengurus kekurangan dirinya sendiri.

3. Saat  direndahkan, diremehkan atau bahkan difitnah oleh orang lain tidak  terpancing untuk menunjukan kelebihan diri.  Sudah menjadi tabiat manusia saat dirinya direndahkan maka dia akan menunjukan kepada orang tersebut bahwa dia tidak layak untuk direndahkan,  maka dia akan membela diri dengan berkata kepada orang yang merendahkannya "Anda tidak tahukah dengan saya?, saya ini bla bla bla (Menyebutkan berbagai kelebihan dirinya) ". Saat itu dia tidak  sadar bahwa dirinya telah mengagumi dirinya sendiri karena telah menyebutkan berbagai kelebihan yang dia miliki. Nabi Yusuf saat difitnah memperkosa Zulaikha, Beliau tidak membela diri, Beliau malah berkata sebagaimana  Allah Firmankan dalam surah Yusuf. 

"وما ابرئ نفسي ان النفس لأمارة بالسوء الا ما رحم ربي" 

"Dan Aku Tidak (menyatakan) diriku terbebas (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong  kepada kejahatan kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku". 

Dari karena itu jangan aneh jika melihat para  kekasih Allah,  para ulama saat difitnah, disudutkan mereka hanya diam dan tidak membela diri, bukan mereka tidak mampu untuk mengklarivikasi ataupun membela diri tapi lebih tepatnya  mereka takut terjatuh pada  rasa kagum atas diri sendiri jika mereka membela diri, difitnah ataupun disudutkan itu buruk tapi saat terjatuh pada rasa kagum terhadap diri sendiri bagi mereka itu jauh lebih buruk. 

Tulisan ini hanyalah sebatas  teori, adapun  untuk mengamalkannnya tidaklah semudah membacanya. Mari kita praktekan dan kita arahkan teori ini  untuk menilai kekurangan diri kita sendiri dan jangan gunakan untuk untuk menilai kekurangan menilai orang lain.  Saat saya diberi kemampuan untuk menjelaskan teori ini bukan berarti  saya telah menguasai dan mampu untuk mengaplikasikannya dengan sempurna,  niat saya menuliskan teori ini adalah untuk memberi manfaat kepada umat Rasulullah  SAW. Semoga dengan tulisan ini, Allah memberikan taufik,  hidayah,  I'nayahNya sehingga saya bisa mengamalkan apa yang saya tulis dengan sempurna. Amiin Ya Rabbal Alamin  🙏🙏

Nara Arraji Rahmata Rabbih

Tiada ulasan:

Catat Ulasan