1. Melihat kemiripan dengannya (شُهُوْدُ الْمُمَاثَلَةِ), bahwa seseorang menyangka bahwa seorang wali adalah seseorang yang serupa dengannya, yang tidak memiliki keutamaan apapun atas dirinya. Dalam al Quran disebutkan, ‘Tiadalah kalian (para Rasul) kecuali manusia biologis seperti kami’. Ini adalah hijab yang paling tebal.
2. Hijab ‘kesemendaan’ (حِجَابُ الْمَعَاصِرَةِ), yaitu orang menyangka bahwa wali yang terdapat hubungan ikatan pernikahan baginya tidak mungkin menjadi seorang wali.
3. Hijab ‘keterjagaan dari dosa’ (حِجَابُ الْعِصْمَةِ), yaitu menyangka bahwa wali itu tersifati dengan ‘ishmah (bebas dari perbuatan dosa), maka ketika keluar darinya suatu dosa maka ia tidak diperhitungkan sebagai wali dalam pandangan manusia.
4. Hijab ‘hadiah’, yaitu apabila seorang wali menerima hadiah dari seseorang maka dianggap kecil ia di sisi makhluk.
5. Hijab ‘kesalahan’ yang diperbuat oleh seorang wali, apabila tampak ketergelinciran dari orang yang disandarkan kepada seorang wali, maka orang-orang menyangkanya buruk.
6. Hijab ‘pergaulan dengan manusia’, suatu keyakinan bhwa wali-wali itu tidak ditemukan kecuali di tempat sunyi dan gurun dan mreka tidak bergaul dengan manusia.
7. Hijab ‘otoriter dan keperkasaan’, sesungguhnya jiwa tidak dapat menanggung orang yang bersifatkan seperti ini, dan menghilang dari mereka, sesungguhnya AL HAQ apabila tajalli kepada hati hamba dengan sifat memaksa maka ia menjadi yang memaksa, atau sifat menghukum maka ia menjadi yang menghukumi, atau dengan sifat rahmat dan sayang, maka ia menjadi penyayang dan demikianlah. Kemudian tidaklah dapat menyertai kepada wali seperti itu atau seorang alim yang menampakan sifat memaksa, otoriter, menghukumi dari para murid dan pencari ilmu kecuali yang mampu menyertai adalah orang yang telah Allah sirnakan hawa nafsu dari dirinya.
8. Hijab ‘mondar mandirnya wali kepada raja dan pejabat’, terkadang wali itu mondar mandir kepada raja dan umara utk melayani kebutuhan-kebutuhan hamba Allah maka ia dianggap tercela.
9. Hijab ‘mmpergunakan sebab2, manusia menyangka seorang wali tidak perlu mengambil asbab, maka ketika manusia melihatnya menggunakan tabib untuk berobat umpamanya maka mereka jadi ragu dalam kemampuan sang wali untuk mengobati mereka.
10. Hijab ‘angan-angan’, terkadang manusia menggambarkan idealnya wali dalam pikirannya sebelum bertemu dengan wali tersebut, sehingga ketika mereka melihatnya dalam bentuk yang sebenarnya maka menjadi berkurang keagungannya dalam pikirannya.
11. Hijab ‘kekayaan dan terbentangnya dunia atas dari wali’, terkadang manusia menyangka bahwa kaya adalah kurang dalam kezuhudan bahkan wali yang kaya bukan seorang wali, yang benar bahwa zuhud adalah kosongnya hati dari dunia bukan berarti kosongnya kedua tangan dari dunia, maka al arif yang kokoh menginginkan Allah dengan menyukai makrifat rindu cinfa seperti orang suka dunia, seperti itu pula bagi orang yang menjaga diri dan qana’ah, seorang arif yang sempurna mengetahui bahwa sebagian syarat-syarat dalam menyeru kepada Allah tidak boleh tajarud dari dunia secara keseluruhan, dan orang yang tidak berkasab sedangkan manusia yang memberinya nafkah maka itu adalah jenis wanita dan ia tidak layak mendapat bagian sebagai lelaki sejati, dan Rasul pernah ditanya tentang zuhud dalam dunia, Beliau bersabda itu adalah keyakinan. Maka barangsiapa yang kokoh kezuhudan dalam dunia dari hatinya akan mewarisi ilmu tanpa belajar, bimbingan dari selain hidayah, kemuluaan dari selain adanya beking dan kekayaan tanpa berupa harta.
Sumber: Rimah li Hizbir Rahim, Syekh Umar al Futi
Tiada ulasan:
Catat Ulasan