ILTIFAT / BERPALING KEPADA WALI LAIN itu banyak macamnya, diantaranya :
1. Ziarah hissi (mandatangi rumah atau zawiyah wali lain atau mendatangi kubur wali lain yg sudah wafat).
2. Ziarah qalbi / bathin dengan cara kirim fatihah atau doa kepada wali lain.
3. Kagum / senang dan mengajarkan pendapat /risalah atau kitab kitab thariqah wali lain seperti kitab Hikam, Ihya', Tanwirul Qulub dll.
Yang harus digaris bawahi dari larangan iltifat dan menghadiahkan doa kepada WALI LAIN dalam Thariqah Tijani adalah objek penderita, yaitu pihak yg diberi atau penerima. BUKAN barang atau nilai yg diberikan.
Ketika kita hadiahkan pahala doa kepada sesama muslim atau saudara seiman, misalnya pada tahlilan, walimah, mendoakan kedua orang tua dan para guru yg tidak masyhur sebagai wali dll. Maka nama pemberian tersebut adalah BANTUAN DOA. Karena memang sangat dibutuhkan oleh fihak penerima. Hukumnya sunnah dan BOLEH bagi IKHWAN TIJANI.
Tapi hadiah DOA BAGI WALI namanya BUKAN BANTUAN DOA. Yg seperti ini tergolong TABARRUK, TAALLUQ atau ISTIMDAD (ngalap berkah dari wali lain yg bukan gurunya) yg dilarang dalam thariqah.
Loh.. Kok bertentangan dengan perintah ayat Qur'an dan Hadits Nabi SAW. yang menganjurkan agar saling mendoakan antara sesama muslim?... Kan hal tersebut perintahnya jelas baik dlm Qur'an maupun Hadits?... Pedahal Sayyidi Syeikh Ahmad Tijani ra, menyatakan:
اذا سمعتم عني شياء فزنواه بميزان الشرع...
Kalau kamu dengar sesuatu dari aku maka TIMBANGLAH dengan neraca syariat....
Bagaimana relefansinya" kok mendoakan wali yg nota bene sesama muslim dilarang?....
Jawabnya:
Secara syar'i MENDOAKAN sesama muslim secara umum adalah perkara sunnah. Tapi berbeda hukumnya dengan orang yang TERIKAT JANJI BAI'AT Thariqah, dimana salah satu syaratnya adalah HARUS FOKUS pada satu GURU/WALI dan dilarang menoleh untuk dapat berkah dan madad dari WALI LAIN.
Bagi ikhwan thariqah, baginya berlaku HUKUM KHUSUS dlm perkara yg bersangkut paut dengan Thariqah. Dia wajib tunduk sebagai wujud komitmen pada JANJI DLM BAI'AT.
Mari kita renungkan i'tibar pada perubahan hukum karena adanya sebab. seperti hukum PUASA SUNNAH secara umum sangat dianjurkan.
Tapi bagi seorang perempuan BERSUAMI, barpuasa sunnah hukumnya HARAM jika suaminya tidak ridha / melarang.
Jika puasa sunnah jadi HARAM bagi para ISTRI kalau dilarang SUAMI padahal sebabnya hanya demi HAJAT SEXUAL suami.
Apakah seorag guru THARIQAH bisa disebut melanggar SYARlAT jika melarang murid muridnya ZIAROH, TABARRUK dan TAALLUQ kepada WALI LAIN, dimana tujuan utamanya adalah MENJAGA HATI MURID agar fokus dan lancar suluk thariqahnya menuju hadrah Allah SWT.
Juga harus kita perhatikan dalam masalah iltifat, adalah iltifat kepada pendapat guru lain. Diantara bentuk ILTIFAT atau BERPALING dari hadrat Sayyidi Syeikh / guru adalah SIBUK MEMBACA dan MENJELASKAN pendapat atau risalah guru lain yang bukan gurunya untuk dipakai sebagai aturan atau amalan, bukan sebagai korinah/pembanding atau pendukung dari pendapat atau risalah Sayyidi Syeikh Ahmad At Tijani ra.
Contohnya, dlm kitab Jawahirul Ma'ani ketika Sayyidi Syeikh menjelaskan martabat Al Khidir as. Adalah WALI BUKAN NABI, beliau juga mengutip keterangan seorang wali quthub bernama Syeikh Zaruq ra. Juga mengutip keterangan di kita Ihya' Ulumiddin Imam Ghazali ra.
Sayyidi Syeikh dalam hal ini bukan mengikuti pendapat wali lain, tapi pendapat tersebut dikutip hanya sebagai pembanding dan pendukung pendapat beliau sendiri, yang maksudnya adalah dalam masalah Al Khidir as, yang menurut beliau itu berpangkat WALI bukan NABI, pendapat tersebut bukan hanya pendapat beliau pribadi sendirian, tapi wali wali besar lainnya juga banyak yg sependapat dengan beliau.
Demikian pula kita sebagai ikhwan/murid Tijani, SANGAT TIDAK ETIS dan tergolong ILTIFAT jika sibuk ngeshere / menyebarkan pendapat atau risalah dari kitab WALI QUTHUB LAIN seperti mengajarkan kitab Ihya', Hikam dll seraya meninggalkan pendapat, risalah Sayyidi Syeikh radliyallaahu 'anhu dari kitab kitab Tijani. yg mana beliaulah guru dan Murabbi kita dalam berthariqah.
Kog tega teganya sibuk ngajarkah kitab Al Hikam ibnu Athaillah yang merupakan kitab pedoman Thariqah Syadziliyyah (no 4 dalam daftar thariqah yg mu' tabar) juga kitab Ihya' padahal itu kitab pegangan Thariqah Ghazaliyah (nomor 15 dalam daftar thariqah Mu'tabar). Kenapa tidak membacakan kitab kitab Jawahirul Maani, Rimah, Bughyatul Mustafid dll.
Kalau ikhwan Tijani diajarin kitab ihya' dan Hikam atau lainnya, bisa DIPASTIKAN wawasan thariqahnya akan AMBURADUL atau SALSAL DININGRAT kata orang madura. Apalagi SULUK Thariqahnya, wallaahu a'lam akan kemana arahnya..
Dan yang lebih bahaya lagi adalah rasa MAHABBAHnya ikhwan. Karena salah satu tanda mahabbah kepada WALI/GURU RUHANI adalah KAGUM serta mengamalkan dan menyebarkan pendapat atau risalah wali tersebut.
Adapun bahaya iltifat pada pendapat/risalah wali lain jauh lebih besar dari bahaya ziarah wali lain. Karena ZIARAH WALI LAIN biasanya hanya untuk kepentingan sesaat dan berbahaya BATAL Thariqahnya tertuju hanya kepada diri orang yg ziarah saja. Sedangkan bahaya ngeshere / menyebarkan pendapat WALI LAIN dapat merusak kekaguman hati orang banyak serta menggerogoti kekaguman dan kecintaan mereka kepada Sayyidi Syeikh Ahmad At Tijani yang merupakan guru dan merobbi tunggal sejati bagi Fuqara'/ihwan Tijani.
Hati hatilah saudaraku ikhwan Tijani tercinta!!!....
FAQIR / IKHWAN TIJANI yang sejati - CUKUP bagi mereka:
*. Hanya Allah SWT sebagai Tuhannya.
*. Hanya Sayyidina Muhammad SAW, sebagai Nabi dan Rasul baginya.
*. Hanya Al Quthbul Maktum Sayyidi Syeikh Ahmad at Tijani sebagai Wali dan GURU RUHANInya.
*. Hanya KITAB KITAB TIJANI sebagai pedoman berthariqah dan suluknya.
Dijamin SELAMAT dan AMAN dari pencabutan.
Di tulis oleh : KH. Drs. Muhammad Yunus Abdul Hamid
والله اعلم
Tiada ulasan:
Catat Ulasan