Sabtu, 31 Oktober 2020

KALAM IRFANIAH TENTANG HAKIKAT MUHAMMADIAH MENGIKUT QUTUBUL MAKTUM WA KHATMU MUHAMMADI SYEIKH AHMAD ATTIJANI R.A

Menurut Syekh Ahmad al-Tijani pada dasarnya ruh Sayyidina Muhammad adalah awal segala sesuatu yang diciptakan Allah, dan melalui perantara ruh inilah terjadi seluruh Alam.
Pada bagian lain Syekh Ahmad al-Tijani mengatakan bahwa Nur Nabi Muhammad saw., telah wujud sebelum makhluk lain ada, bahkan Nur ini merupakan sumber semua Nabi sebelum Nabi Muhammad saw. Selanjutnya dikatakan bahwa yang dimaksud dengan Nur Nabi Muhammad saw., menurutSyekh Ahmad al-Tijani adalah al-Haqiqat al-Muhammadiyah.Selanjutnya dikatakan, bahwa pada dasarnya tidak seorangpun dalam martabat al-Haqiqat al-Muhammadiyah bisa mengetahuinya secara utuh. Pengetahuan orang shalih (Wali, Sufi) terhadap al-Haqiqat al-Muhammadiyah ini berbeda-beda sesuai dengan maqamnya masing-masing. Dalam hal ini Syekh Ahmad al-Tijani mengatakan :
...طائفة غاية ادراكهم نفسه صلى الله عليه وسلم وطائفة غايةادراكهم قلبه صلى الله عليه وسلم وطائفة غاية اداكهم عقله صلى اللهعليه وسلم وطائفة وهم الاعلون بلغوا الغاية القصوى فى الادراكفادركوا مقام روحه صلى الله عليه وسلم.“
Diantara wali Allah ada yang hanya mengetahui jiwanya (al-Nafs) saja, ada juga yang sampai pada tingkat hatinya (al-Qalb), ada juga yang sampai pada tingkat akalnya (al-Aql), danmaqam yang tertinggi adalah wali yang bisa sampai mengetahui tingkat ruhnya; tingkat ini merupakan tingkat penghabisan (al-Ghayat al-Quswa).”[13]
Rumusan mengenai Ruh Muhammah, Nur Muhammad, (haqiqat al-Muhammadiyyah) ditegaskanSyekh Ahmad al-Tijani melalui dua jenis shalawat yang dikembangkan dalam ajaran thariqatnya yakni shalawat Fatih dan shalawat Jauharat al-Kamal :
• Pertama, tentang Shalawat Fatih :Berikut teks bacaan shalawat fatih:
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدِنِ الْفَاتِحِ لِمَااُغْلِقَ وَالْخَاتِمِ لِمَاسَبَقَنَاصِرِالْحَقِّ بِالْحَقِّ وَالْهَادِى اِلَى صِرَاطِك َالْمُسْتَقِيْم وَعَلَى اَلِهِ حَقَّ قَدْرِهِوَمِقْدَارِهِ الْعَظِيْمِ.Artinya :
“Yaa Allah limpahkanlah rahmat-Mu kepada Nabi Muhammad saw., dia yang telah membukakan sesuatu yang terkunci (tertutup), dia yang menjadi penutup para Nabi dan Rasul yang terdahulu, dia yang membela agama Allah sesuai dengan petunjuk-Nya dan dia yang memberi petunjuk kepada jalan agama-Mu. Semoga rahmat-Mu dilimpahkan kepada keluarganya yaitu rahmat yang sesuai dengan kepangkatan Nabi Muhammad saw”.
Syarah kandungan shalawat Fatih, walaupun shalawatnya diakui dari Nabi Muhammad saw; mencerminkan pemikiran faham tasawuf Syekh Ahmad al-Tijani serta pengaruh tasawuf filsafat terhadap pemikiran Syekh Ahmad al-Tijani.
Makna al-Fatih li ma Ughliq pada intinya adalah :
1. Nabi Muhammad adalah sebagai pembuka belenggu ketertutupan segala yang maujud di alam.
2.Nabi muhammad sebagai pembuka keterbelengguan al-Rahmah al-Ilahiyyah bagi para makhluk di alam.
3. Hadirnya Nabi Muhammad menjadi pembuka hati yang terbelenggu oleh Syirik.
Sedangkan makna al-Khatimi li ma Sabaq pada intinya adalah :
1. Nabi Muhammad sebagai penutup kenabian dan kerasulan.
2.Nabi Muhammad menjadi kunci kenabian dan kerasulan.• Tidak ada harapan kenabian dan kerasulan lagi bagi yang lainnya.[14]
Pemikiran-pemikiran (faham) tasawuf Syekh Ahmad al-Tijani terkandung dalam penafsirannya tentang makna ( al-Fatih li ma Ughliq) dan (al-Khatimlima Sabaq).
Syekh Ahmad al-Tijani mengatakan bahwa "al-Fatih lima Ughliq " mempunyai makna bahwa Nabi Muhammad merupakan pembuka segala ketertutupan
al-Maujud yang ada di alam. Alam pada mulanya terkunci (mughallaq) oleh ketertutupan batin (hujbaniyat al-Buthun). Wujud Muhammad menjadi “sebab” atas terbukanya seluruh belenggu ketertutupan alam dan menjadi “sebab” atas terwujudnya alam dari “tiada” menjadi “ada”. Karena wujud Muhammad alam keluar dari “tiada” menjadi “ada”, dari ketertutupan sifat-sifat batin menuju terbukanya eksistensi diri alam (nafs al-Akwan) di alam nyata (lahir).
Jika tanpa wujud Muhammad, Allah tidak akan mencipta segala sesuatu yang wujud, tidak mengeluarkan alam ini dari “tiada” menjadi “ada”.Syekh Ahmad al-Tijani juga mengatakan bahwa awal segala yang maujud (awal maujud) yang diciptakan oleh Allah dari eksistensi al-Ghaib adalah Ruh Muhammad (Nur Muhammad).
Selanjutnya dikatakan, bahwa dari ruh Muhammad ini kemudian Allah mengalirkan ruh kepada ruh-ruh alam. Ruh alam berasal dari ruh Muhammad,ruh berarti kaifiyah. Melalui kaifiyah ini terwujudlah materi kehidupan. Al-Haqiqat al-Muhammadiyyah adalah awal dari segala yang maujud yang diciptakan Allah dari ¬hadarah al-Ghaib (eksistensi keGhaiban). Di sisi Allah, tidak ada sesuatu yang maujud yang diciptakan dari makhluk Allah sebelum al-Haqiqat al-Muhammadiyyah ini tidak diketahui oleh siapapun dan apa pun.
Di samping sebagai pembuka, Nabi Muhammad juga sekaligus sebagai penutup kenabian dan risalah. Oleh karena itu, tidak ada lagi risalah bagi orang sesudah Nabi Muhammad. Nabi Muhammad juga sebagai penutup bentuk-bentuk panampakan sifat-sifat Ilahiyyah (al-Tajaliyyah al-Ilahiyyah), yang menampakan sifa-sifat Tuhan di alam nyata ini.[15]
Kandungan shalawat fatih mengenai pemikiran Syekh Ahmad Al-Tijani tentang al-Haqiqat Muhammadiyyah lebih tampak lagi dalam Shalawat Jauharat al-kamal.
• Kedua Tentang Shalawat Jauharat al-Kamal Berikut teks Shalawat Jauharat al-Kamal:
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى عَيْنِ الرَّحْمَةِ الرَّبَّانِيَّةِ وَالْيَقُوْتَةِ الْمُتَحَقِّقَةِ الْحَائِطَةِبِمَرْكَزِالْفُهُوْمِ وَالْمَعَانِى وَنُوْرِاْلاَكْوَانِ الْمُتَكَوَّنَةِ اْلأدَمِيِّ صَاحِبِ اْلحَقِّاْلرَّبَّانِى اْلبَرْقِ اْلأَسْطَعِ بِمُزُوَنِ اْلأَرْبَاحِ اْلمَالِئَةِ لِكُلِّ مُتَعَرِّضٍ مِنَ اْلبُحُوْرِوَاْلأَوَانِى وَنُوْرِكَ اللاَّمِعِ الَّذِيْ مَلأْتَ بِه كَوْنَكَ اْلحَائِطَ بِأَمْكِنَةِ اْلمَكاَنِىاَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلى عَيْنِ اْلحَقِّ الَّتِى تَتَجَلّى مِنْهَا عُرُوْشُ اْلحَقَائِقِ عَيْنِاْلمَعَارْفِ اْلأَقْوَمِ صِرَاطِكَ التَّآمِّ اْلاَسْقَمِ اللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلى طَلْعَةِاْلحَقِّ بِاالْحَقِّ اْلكَنْزِ اْلأَعْظَمِ إِفَاضَتِكَ مِنْكَ اِلَيْكَ إِحَاطَةِ النُّوْرِ اْلمُطَلْسَمِصَلَّى الله عَلَيْهِ وَعَلى آلِهِ صَلاَةًتُعَرِّفُنَا بِهَا إِيَّاه,
ُBacaan Shalawat Jauharat al-Kamal ini
, tampaknya lebih menjelaskan atau menafsirkan kalimat yang terdapat dalam shalawat fatih yakni kalimat Dan lebih tampak berkait dengan konsep al-Haqiqah al-Muhammadiyyah, sebagaimana terihat dalam penafsiran kalimat-kalimat penting dari shalawat Jauharah al-Kamal,
yaitu bermakna yang menjadi Haqiqat rahmat dari sifat-sifat Tuhan. bermakna Yaitu permata; Nabi Muhammad adalah permata dalam Nur dan Ma’rifahnya. bermakna bahwa permata rahmat Nabi Muhammad menjadi pusat pengetahuan; permata Nabi Muhammad adalah rahmat bermakna bahwa rahmat Nabi Muhammad seperti Nur bagi seluruh makhluk alam, termasuk manusia.
Bermakna sebagai al-Haqq atau al-Haqiqat yang memiliki sifat-sifat Tuhan. Bermakna sama dengan al-haqiqat al-Muhammadiyyah.Bermakna bahwa al-Haqiqah al-Muhammadiyyah mengaliri nurnya keseluruh lautan dan alam yang terbentang. Bermakna bahwa nur Muhammad menyinari (memancarkan sinarnya) ketempat seluruh alam bermakna bahwa Nabi Muhammad sebagai pemilik al-haqq (al-haqiqah) yang memancarkan Haqiqat-Haqiqat yang tinggi.Bermakna bahwa al-Haqiqat al-Muhammadiyyah memancarkan al-Haqq dari zat al-Haqq, Allah . bermakna bahwa Nabi Muhammad memiliki Haqiqat ma’rifah yang paling sempurna.Bermakna Nabi Muhammad sebagai yang paling sempurna. : Bermakna bahwa Nabi Muhammad merupakan wujud yang sempurna.
Misalnya, shalawat tersebut mengungkapkan sifat-sifat Nabi Muhammad saw., sebagai Hakekat rahmat dari sifat-sifat Tuhan, yang merupakan pusat pengetahuan. Kemudian dikatakan bahwa Nabi Muhammad saw., sebagai al-Haqiqat al-Muhammadiyyah yang memiliki sifat Tuhan, yang mengalir dan menyinari keseluruh alam. Selanjutnya dikatakan bahwa Nabi Muhammad saw., sebagai wujud yang paling sempurna[16].
Hal ini, menunjukan bahwa dari aspek pemikiran,Syekh Ahmad al-Tijani menganut tasawuf falsafi sedangkan konsep-konsep dasar tasawufnya : nur Muhammad, Ruh Muhammad, al-Haqiqat al-Muhammadiyyah. Dengan demikian, bahwa corak pemikiran tasawuf yang dianut oleh Syekh Ahmad al-Tijani adalah corak pemikiran tasawuf yang bersumber dari hadits nabi yang diriwayatkan oleh Jabir -sebagaimana telah disebutkan-
kemudian dikembangkan oleh ‘Abd al-Karim al-Jili dengan konsep dasar al-Insan al-Kamil, yang berasal dari Ibn Arabi dengan konsep Haqiqat al-Muhammadiyah-.Dalam memposisikan Haqiqat al-Muhammadiyyah, lebih lanjut Ibn Arabi menjelaskan bahwa semua Nabi as., semenjak Nabi Adam as., sampai Nabi Isa ibn Maryam as., semuanya mengambilal-Nubuwwah (ke-Nabian) dari tempat cahaya Khatm al-Nabiyyin yakni Nabi Muhammad saw., sekalipun wujud jasmaninya di akhir. Sebab pada Hakekatnya Khatm al-Nabiyyin telah wujud. Hal ini sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw:
كُنْتُ نَبِيًا وَآدَمَ بَيْنَ المَاءِ وَالطِِّيْنِ.
Artinya : “Aku telah menjadi Nabi Ketika Adam as., masih berada antara air dan tanah”.[17]
Dalam memahami sabda Nabi saw., ini, Ibn Arabi menegaskan bahwa Nabi Muhammad saw., telah diangkat jadi Nabi sebelum lahirnya jasad Beliau di dunia ini, dan Beliau mengetahui ke-Nabiannya, dengan demikian secara Hakekat bahwa Nabi Muhammad saw., sejak di Alam arwah telah berfungsi sebagai Rasul kepada ummat manusia sejak awal manusia melalui para nabi dan Rasul-rasul-Nya.[18]
Dengan demikian bisa dikatakan bahwa kenabian para nabi dan kerasulan para rasul merupakan pelaku yang dipilih Allah untuk menjalankan roda kenabian dan kerasulan Nabi Muhammad saw.,Karena Nabi Muhammad saw., telah diangkat menjadi Nabi dan berfungsi sebagai Nabi sejak di alam arwah.Semua nabi sejak Nabi Adam as., sampai terakhir Nabi Isa Ibnu Mariyam as., memperoleh anugerah, martabat, ilmu dari masyrab Nabi Muhammad saw., ( Al-Masyrabunnabawi, sumber kenabian), sekalipun Beliau lahir secara jasmani di akhir.
Dalam menggambarkan posisi Nabi Muhammad,Syekh Umar Ibn Faridl yang bergelar Sulthanul ‘Usysyaq ketika fana’’ dan istighraq dalam diri Nabi (fi Dzatin Nabi saw.,) bersyair sebagai alih bahasa tentang kedudukan Nabi Muhammad saw., sebagai berikut :
وانى وان كنت ابن ادم صو رة * فلى فيه لعنى نا هو بابوتى
Artinya: “Dan aku ini sekalipun rupa
jasad anak nabi adam, namun di dalam mengandung ma’na yang menjelaskan, bahwa ’’aku adalah ayahnya’’.[19]
Peran ruhani nabi Muhammad dalam kapasitasnya sebagai Haqiqat al-Muhammadiyah tersirat dalam firman Allah swt ;
وفا ا رسلنا ك ا لا كا فة للنا س بسيرا ولكن ا كرا لنا س لا يعلمون
Artinya : Dan kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pembawa peringatan, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya. (QS. Saba’/34 :84 )
Secara fisik Nabi Muhammad Saw., lahir diakhir. Oleh karena itu, secara syari’at, Nabi Muhammad diangkat menjadi nabi ketika turunnya Lima Ayat dari surat al-‘Alaq di Gua Hira yakni pada hari Senin 17 Ramadhan atau tanggal 6 Agustus tahun 600 M., ketika itu Beliau berumur 40 tahun Komariyah 6 Bulan 8 Hari kemudian 3 tahun kemudian diangkat menjadi Rasul terakhir melalui turunnya Surat al-Mudatstsir.
Disinilah keunggulan Syekh Ahmad Al-Tijani, dan hal ini, lebih mengukuhkan dirinya tentang kepemilikannya terhadap maqam wali khatm sebagai mana pembahasan tadi.________________________________________[1] Sahabuddin : Menyibak Tabir Nur Muhammad (Jakarta : Renaisance, 2004) hlm.5
[2] Muhyiddin Ibn Arabi’, Fusus .op.cit. hlm. 80. Lihat juga : An-Nabhani,loc.cit.
[3] Sahabuddin, op.cit.hlm.6
[4] Ibid, hlm.9
[5] Ibid, hlm.29
[6] Ibid, hlm.10
[7] Annemarie Schimel, op.cithlm.80
[8] Sahabuddin, op.cit, hlm 19
[9] Syekh Yusuf An-Nabhani : Al-Anwar Al-Muhammadiyah.( Indonesia : Maktabah Daar Ihiya al-Kutub al-‘Arabiyah, t.th.).hlm. 13.
[10] Sahabuddin, op.cit, hlm 19
[11] Ibid,hlm.20-21Sahabuddin, op.cit, hlm 19
[12][13] Ali Harazim, op.cit. 123.
[14] Muhammad Ibn Abdillah :Fathul Rabbania (Surabaya : Maktabah Sa’id al-Ibn Nabhan,t.th.), hlm. 45.
[15] Ibin 46.
[16] Ibid.hlm.78
[17] Lihat : al-Gazali, al-Haqiqat fi Nazr al-Gazali, (Beirut : Dar al-Ma’arif , 1971), hlm.305. Lihat juga : Ibn Arabi, Fusus.hlm.49.
[18] Ibn Arabi, Fusus.hlm.49.
[19] Fauzan,op.cit.hlm.81

Satu perkongsian...kredit kpd penulis asal

Tiada ulasan:

Catat Ulasan