Sabtu, 9 Mac 2019

Struktur Insan

*STRUKTUR INSAN SIRI PENGENALAN MEMBICARAKAN SERBA SEDIKIT MENGENAI UNSUR YANG MELENGKAPKAN DIRI SEORANG INSAN.*

1. *JASAD.*

2. *NAFS / JIWA.*
a. Nafs Ammarah bi su'.
b. Nafs Lawwamah.
c. Nafs Muthma'innah.

3. *RUH*
a. Nafakh Ruh.
b. Ruh Al Amin.
c. Ruhul-Qudus.

*SYAHWAT DAN HAWA NAFSu*
a. Syahwat.
b. Hawa Nafsu.

Imam Al-Ghazali, seorang ulama besar muslim yang telah berhasil meraih pengenalan diri dan memahami tujuan penciptaannya, mengatakan dalam kitabnya Ihya Ulumuddin (menghidupkan ilmu-ilmu ad-diin) bahwa sedikit sekali orang yang dianugerahi Allah pemahaman tentang jiwa dan perbezaan antara jiwa dan ruh.

Itu di masa keemasan Islam. Di masa sekarang ini hanya sedikit sahaja yang ada.
Sebab apa? Sebab gelojoh, orang belajar 20 tahun untuk menghubungkaitkan ilmu sesama sendiri atau dalam bahasa jawa 'synchronisation'  tetapi mereka baru belajar 2 tahun atau belajar dengan uncle google dah sibuk mengaku makrifat.

وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ مِن سُلَالَةٍ مِّن طِينٍ

Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia dari saripati tanah.
– Q.S. Al-Mu’minun [23]:12

Itulah bahan binaan asas yang digunakan untuk membentuk fizikal kita ini. Maksudnya bersifat kebumian dan bukan planet lain, dengan itu juga kita amat sesuai untuk tinggal, menetap dan memakmurkan muka bumi.

*JASAD*

Unsur pertama adalah jasad. Kita mengenalnya dengan istilah “tubuh” atau “badan”.
Bahasa Sanskrit mengistilahkannya dengan raga. Dalam kitab-kitab tasawuf, digunakan juga istilah jism atau jisim.

Jasad ini (tepatnya keturunan dari jasad Adam a.s., manusia pertama) merupakan gabungan dari banyak unsur-unsur penciptanya, disebut bahwa unsur-unsur pembentuknya adalah AFEW: air (udara), fire (Api) , earth (tanah) dan water (air).

Semua unsur ini adalah sama dengan unsur-unsur bumi, tempat di mana manusia tinggal. Kita harus sedar bahwa yang disebutkan di sini adalah unsur dan bukan material itu sendiri.

Unsur-unsur ini digabung, disatukan, diikat oleh sesuatu yang berasal dari _Sang Maha Hidup_ , yaitu _Ruh._

Kerana ia berasal dari Sang Maha Hidup, maka keberadaannya pun membuat sesuatu itu menjadi hidup.

Kerana adanya ruh maka unsur-unsur itu menyatu dan membentuk sesuatu yang lain, yang hidup. Jika ruh diangkat, maka unsur-unsur itu akan kembali terlerai ke sifat-sifatnya semula, menjadi unsur-unsur saripati tanah. (Saripati tanah, bukan tanah).

Kedudukan jasad kita ini hanyalah sebagai pakaian atau kendaraan atau cengkerang bagi penunggangnya, iaitu sang jiwa atau nafs.

Jika penunggangnya sudah berangkat ke alam yang berbeza, jasad (pakaiannya atau kudanya) akan kembali terlerai menjadi unsur-unsur kebumian.

Satu benda yang tidak akan terlerai pada jasad manusia. Apa dia?

Tulang sulbi....

وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنۢ بَنِىٓ ءَادَمَ مِن ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ ۖ قَالُوا۟ بَلَىٰ ۛ شَهِدْنَآ ۛ أَن تَقُولُوا۟ يَوْمَ ٱلْقِيَٰمَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَٰذَا غَٰفِلِينَ ﴿١٧٢﴾

"Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)","
(Q.S.7:172)

Abu Hurairah juga meriwayatkan  bahwa Nabi Bersabda: _“Tanah akan menghancurkan semua bagian tubuh manusia kecuali Tulang Sulbi, Manusia di Ciptakan darinya dan darinya ia akan kembali dibangkitkan._

Alam tempat tinggal jasad, mulai dari bumi kita sendiri, planet lain, bintang gemintang, hingga batas alam semesta fizik yang terjauh, disebut alam mulk.

Pendek kata, semua alam yang masih memiliki bentuk fisik dan terkena hukum-hukum alam fisik, adalah alam mulk. Kata mulk (dari Bahasa Arab m-l-k) bermakna “kedaulatan”.

Alam fizik ini adalah alam di mana insan diberi kedaulatan atau mandat oleh Allah Ta’ala, untuk ikut mengaturnya, tepatnya, untuk memakmurkannya. Secara kedekatan, alam mulk adalah alam yang paling jauh dari Allah Ta’ala.

Alam mulk atau alam jisim ini disebut juga dengan sebutan alam syahadah (alam persaksian), kerana di alam yang inilah manusia harus berhasil dalam rangka untuk mempersaksikan Allah Ta’ala dengan sebenar-benarnya.

Dan berikut adalah tentang Nafs atau jiwa.

*AN NAFS / JIWA*

Nafs, dalam bahasa kita disebut jiwa. Bahasa sanskrit menyebutnya dengan istilah sukma. Dalam bahasa Arab kata nafs kerap dimaknai sebagai _diri,_ kerana sesungguhnya yang disebut diri manusia bukanlah jasadnya, melainkan jiwanya.

Nafs adalah diri yang seharusnya menjadi pengendali atau pengendara jasad. Nafs tidak sama dengan ruh, nafs bukan ruh, diri sebenar diri kita bukan berupa ruh.

Jadi apakah ruh itu?
Ya nanti kita cari...
Di mana?
Dalam Al-Qur’an lah, mana lagi....
Itulah petunjuk kita.

Jika jasad terbuat atau terbina dari penyatuan unsur-unsur saripati tanah, maka jiwa dibentuk dari cahaya. Bukan cahaya fisik berupa gelombang elektromagnetik seperti cahaya lampu kereta atau spotlight , tetapi cahaya ilahiah, nur ilahi.

Jika dimisalkan bahwa Allah adalah sumber cahaya, maka nafs diciptakan dari cahaya yang memancar dari sumber cahaya tersebut.

Nafs pada dasarnya tidak memerlukan ruh untuk hidup, nafs yang berasal dari cahaya Allah telah hidup walaupun tanpa ruh.

ٱللَّهُ يَتَوَفَّى ٱلْأَنفُسَ حِينَ مَوْتِهَا وَٱلَّتِى لَمْ تَمُتْ فِى مَنَامِهَا ۖ فَيُمْسِكُ ٱلَّتِى قَضَىٰ عَلَيْهَا ٱلْمَوْتَ وَيُرْسِلُ ٱلْأُخْرَىٰٓ إِلَىٰٓ أَجَلٍ مُّسَمًّى ۚ إِنَّ فِى ذَٰلِكَ لَءَايَٰتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ ﴿٤٢﴾

"Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir."
(Q.S.Az Zumar:42)

Apa kaitan ayat di atas dengan tajuk kita ini?

......... Allah memegang jiwa orang yang belum matidi waktu tidurnya........

Ketika kita tidur. ....
Kita atau jiwa itu di mana?
Allah pegang... Allah jaga.... jiwa kembali ke asalnya...

Tetapi jasad kita tetap hidup bukan?
Ya.... sebab ada ruh pada jasad.

Ketika kita mimpi, yang merasakan suasana mimpi itulah sang jiwa. Yang menjerit minta tolong itulah kita, yang sedih merintih dalam mimpi itulah jiwa.

Jadi kalau jumpa teks yang bertajuk mayat minta tolong itu...., buang ke longkang.

Jadi..... Nafs itulah yang menjadi hakikat ke-insan-an seseorang. Nafs-lah yang menjadi sasaran pendidikan Allah Ta’ala, untuk diajari tentang Dia Ta'ala dan ayat-ayat-Nya, sehingga ia mampu mempersaksikan bahwa segala sesuatu, termasuk dirinya sendiri, adalah Al-Haqq, Al-Haqq adalah salah satu nama Allah Ta’ala.

Nafs atau jiwa itulah yang disumpah atau mengangkat sumpah sebagai saksi Allah.

Sebab apa?
Sebab kesedaran itu terdapat pada nafs.
Kita ambil contoh tadi ketika tidur. Kita tiada kesedaran, maka itu orang yang tidur itu tidak jatuh hukum.

Tidur sampai dua hari tidak jatuh hukum syarak atas perbuatannya seperti tidak shalat dan sebagainya. Ashabul kahfi tidur selama tiga ratus tahun.

سَنُرِ‌يهِمْ آيَاتِنَا فِي الْآفَاقِ وَفِي أَنفُسِهِمْ حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُ الْحَقُّ ۗ أَوَلَمْ يَكْفِ بِرَ‌بِّكَ أَنَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ

Akan Kami perlihatkan ayat-ayat kami hingga seluruh ufuk dan dalam _nafs-nafs mereka sendir_ i, hingga menjadi jelas bagi mereka bahwa itu adalah Al-Haqq. Tidakkah cukup bahwa Rabb-mu, sesungguhnya Dia, atas segala sesuatu, menjadi saksi? –
Q.S. Fushshilat [41]: 53

Kita ambil maksud sari ayat di atas sesuai dengan apa yang kita bicarakan...
Sebab maksudnya ada tujuh lapisan. ..

Kita cuba fahami secara hakiki dan bukan mengikuti fahaman umum yang menduga bahwa ketika telah menyaksikan dengan sebenar-benarnya bahwa di dalam diri terdapat *Al-Haqq* sebagaimana tercantum dalam ayat di atas, itu tidaklah  sama dengan mempersaksikan bahwa diri kita ini adalah Allah. (Berkenaan Al Haqq akan kita kupas pada lain tajuk).

Sebenarnya hal itu lebih kepada, berhasil melihat dan mempersaksikan bahwa segala sesuatu, termasuk diri kita sendiri, adalah *ayat Allah,* dan menjadi salah satu tempat di mana Allah Ta’ala menyimpan Al-Haqq, _kebenaran tertinggi,_ yang berhasil kita difahami.

Untuk tujuan mengenal ayat-ayat Allah dan Al-Haqq inilah nafs ditempatkan di alam mulk (alam kita ini atau alam syahadah) dan diberi kenderaan sekaligus pakaian yang sesuai untuk hidup di alam mulk, kerana berasal dari alam yang sama iaitu jasad.

Meskipun demikian, nafs sesungguhnya bukan penghuni alam mulk. Ia berasal dari alam yang disebut alam malakut, alam yang merupakan tempat natural bagi jiwa-jiwa suci dan para malaikat.

Alam malakut itu tempat yang tinggi.
Bukankah kita akan dikembalikan ke tempat yang serendah rendahnya iaitu dunia..... Kecuali orang-orang yang beriman. ....... dan beramal shaleh...

Bagi jiwa-jiwa yang belum suci pula dan masih membawa dosa ketika meninggalkan alam mulk, mereka terikat untuk disucikan di sebuah alam perantara yang disebut alam qubr (alam kubur).

Alam qubr adalah perantara (barzakh) antara alam dunia (mulk) dan alam malakut.

Alam qubr itu bukan di tanah perkuburan, itu tempat menanam mayat.

Umum menterjemahkan sebagai. .......... sehinggalah mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.

Diri yang mana?
Iaitu keadaan jiwa kita ini.

Perhatikan bahasa arabnya...
Bi ANFUSsihim...
Anfus jamak dari an nafs.

Jadi.... Nafs inilah yang harus berubah, dari kondisi terendah menjadi kondisi sebagaimana seharusnya. Perubahan kondisi nafs adalah syarat agar Allah mengubah kondisi insan.

Kita mengubah keadaan nafs, maka Allah pun akan mengubah keadaan kita secara menyeluruh.
Kita berislam secara kaffah, maka Allah pun akan melimpahkan cahaya iman jika Dia Ta'ala berkenan.

Itu pun masih JIKA Allah berkenan, ini kerana untuk mendapat keampunan Allah perlu dilakukan sepanjang hayat iaitu dengan tazkiyatun-nafs.

Tadi ada disebutkan Nafs yang suci, itu bermakna ada nafs yang tidak suci maka itu kita diperintahkan Allah untuk menyucikan nafs atau tazkiyatun-nafs.

Itu menjelaskan bahwa keadaan nafs itu bertingkat tingkat...
Berapa tingkatan nafs sebenarnya?

*Keadaan nafs dalam al Qur'an dijelaskan terdapat tiga tingkatan....*

*Pertama,*
tingkat nafs yang terendah, disebut nafs ammarah bi-su’ (nafs yang memerintah dengan keburukan, atau mengajak pada keburukan (bukan “nafsu amarah”, itu istilah ciptaan orang melayu.

Mungkin agar mudah disebut jadi... nafs ammaratu bi su' disingkatkan menjadi nafsu kemudian jadi nafsu amarah dan kemudian tercipta lagi nama nama nafsu lain termasuklah nafsu serakah dan entah apa ntah.

وَمَا أُبَرِّ‌ئُ نَفْسِي ۚ إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَ‌ةٌ بِالسُّوءِ إِلَّا مَا رَ‌حِمَ رَ‌بِّي ۚ إِنَّ رَ‌بِّي غَفُورٌ‌ رَّ‌حِيمٌ

Dan tidaklah aku menyatakan jiwaku bebas dari kesalahan. Sesungguhnya nafs itu selalu memerintah dengan keburukan *(ammaratu bi su’)* kecuali yang dirahmati Rabb-ku. Sesungguhnya Rabb-ku Maha Pengampun, Maha Penyayang.
– Q.S. Yusuf [12]: 53

Tingkat nafs yang pertama ini adalah nafs yang masih didominasi oleh hawa nafsu dan syahwatnya sendiri, sehingga ia selalu diajak, diperintah atau dibawa ke arah keburukan oleh hawa nafsu dan syahwatnya, dan ia tidak mampu melepaskan dirinya. Ia masih terikat dengan (sifat-sifat) kejasadiahannya sendiri.

Proses pertama di jalan taubat adalah membebaskan nafs dari perbudakan ini: _membebaskan nafs dari diperbudak oleh hawa nafsu dan syahwatnya sendiri._

*Yang ke dua*
ialah nafs al Lawwamah, iaitu Jiwa yang sudah mahu kembali kepada fitrah kerana dipanggil oleh Allah untuk bertaubat.
[29/12/2018, 00:20] Sifu Mohd Sakyan: وَلَا أُقْسِمُ بِالنَّفْسِ اللَّوَّامَةِ

Dan Aku bersumpah dengan nafs al-lawwamah (nafs yang menyesali diri).
– Q.S. Al-Qiyamah [75]: 2

Tingkat nafs yang sudah mulai menyadari bahwa ia dikuasai oleh hawa nafsu dan syahwatnya dan tidak kuasa membebaskan dirinya, disebut nafs lawwamah, berarti “nafs yang amat menyesali (diri)”.

Tingkat nafs = keadaan diri kita... jiwa kita... kita lah tu..

Nafs lawwamah adalah nafs yang kadang terbawa oleh sifat jasadinya, namun kadang menyesal dan rindu untuk lepas dari kungkungan sifat-sifat jasadinya. Ia merindukan “langit”, namun juga mencintai duniawi.

Ada masa taat, rajin shalat dan baik budi...
Ada masa memberontak macam kena sawan babi.

Nafs pada tingkat lawwamah ini adalah nafs yang mulai ingin bertaubat, ingin menjadi baik, dan ingin lepas dari perbudakan hawa nafsu dan syahwatnya.

Cuma.... dia mungkin belum jumpa cara atau seseorang untuk membimbingnya ke jalan yang lurus, atau sebenarnya Allah belum berkenan untuk mengubah keadaannya kerana dia belum benar benar berusaha untuk merubah jiwanya.

*Dan yang ke tiga*
ialah Nafs muthma’innah iaitu jiwa yang sudah tidak lagi dikuasai oleh hawa nafsu dan syahwatnya, dan sudah tidak lagi terikat oleh sifat-sifat jasadinya.

Ia tidak lagi terombang-ambing antara perbuatan dan penyesalan. Ia hanya tunduk dan mencintai penciptanya iaitu Allah SWT.

Kerana itulah ia menjadi nafs muthma’innah (jiwa yang tenang), jiwa yang berhasil kembali ke martabatnya yang tertinggi setelah menempuh jalan pertaubatan dan menyucikan dirinya, dengan penuh pengetahuan tentang Allah dan ayat-ayat-Nya di dalam dirinya sendiri mahupun di seluruh penjuru ufuk, yang berhasil ia pelajari di alam mulk.

Nafs tingkatan inilah yang harus kita kenali dalam perjalananan taubat, karena nafs muthma’innah sajalah yang akan dapat membuka ilmu-ilmu Allah yang disimpan Allah dalam dadanya.

يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ ﴿٢٧﴾ ارْ‌جِعِي إِلَىٰ رَ‌بِّكِ رَ‌اضِيَةً مَّرْ‌ضِيَّةً ﴿٢٨﴾ فَادْخُلِي فِي عِبَادِي ﴿٢٩﴾ وَادْخُلِي جَنَّتِي ﴿٣٠﴾

Wahai nafs muthma’innah (jiwa yang tenang), kembalilah, pada Rabb-mu dengan ridha lagi diridhai-Nya. Masuklah menjadi hamba-hamba-Ku. Masuklah ke dalam surga-Ku
. – Q.S. Al-Fajr [89]: 27-30

Nafs muthma’innah inilah yang telah sepenuhnya tunduk pada Allah sehingga sepenuhnya redha kepada Rabb-nya, dan Rabb-nya pun telah redha kepadanya. Inilah kedudukan nafs para hamba Allah.

Inilah tujuan penyucian jiwa: agar jiwa manusia dapat melepaskan diri dari siperbudakkan oleh hawa nafsu dan syahwatnya, sehingga menjadi jiwa yang tenang atau nafs muthma’innah.

Jadi jika kita diperintahkan untuk membunuh diri, membunuh jiwa, membunuh nafs itu mengisyaratkan bahwa diri yang harus dibunuh itu ialah diri yang pertama dan diri yang kedua.

Maka yang tinggal adalah diri al muthma'innah.
Diri yang berserah sepenuhnya kepada kehendak Allah. Ia juga dinamakan MATI SEBELUM MATI

Cpf

Tiada ulasan:

Catat Ulasan