بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ.
{ إِنَّ هَذِهِ تَذْكِرَةٌ فَمَنْ شَاءَ اتَّخَذَ إِلَى رَبِّهِ سَبِيلا ° وَمَا تَشَاءُونَ إِلا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا ° يُدْخِلُ مَنْ يَشَاءُ فِي رَحْمَتِهِ }
" Sesungguhnya (segala keterangan ayat-ayat) ini adalah peringatan; maka barangsiapa yang menghendaki (kebaikan bagi dirinya) tentu dia mengambil jalan (yang menyampaikan kepada Ke-Redha-an NYA dengan iman dan taat) menuju Rabb NYA. Dan tiadalah kamu berkemahuan (melakukan sesuatu perkara), kecuali (melainkan dengan cara yang dikehendaki NYA) apabila dikehendaki ALLAH. Sesungguhnya ALLAH Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana. DIA memasukkan sesiapapun yang DIA kehendaki ke dalam Rahmat-NYA."
(Al-Insan: 29 - 31)
[ Bulan Ramadhan, yang merupakan salah satu asma ‘ dari sekian Asma’ ALLAH Ta 'Alaa. Berarti, bulan ini adalah awal mula hamba-hamba-NYA memasuki Asma’ ALLAH lewat pancaran cahaya ma’rifat NYA. Ma’rifat Asma’, itulah awal dari pengenalan hamba- NYA kepada-NYA, lalu dilanjutkan dengan ma’rifat Sifat, dan terakhir ma’ ri fat bi-Nuridz-Dzat (ma’rifat dengan cahaya Dzatullah). Penghayatan terhadap ma’rifat itu, tidak akan tercapai manakala hamba ALLAH tidak mahu mengekang dirinya, keakuannya, hasrat-hasrat nafsunya, egonya, dan kepentingan-kepentingannya, melainkan hamba harus puasa dari segala hal, kecuali hanya ALLAH belaka, sebagai tujuan dan sekaligus juga wahana penyaksian (musyahadah NYA).
Bulan ini merupakan bulan di mana Kalamullah Al-Quran diturunkan dari Lauhul Mahfudz ke Langit Dunia secara global. Kalamullah itulah yang juga merupakan "kepastian global” atas sejarah jagad raya ini. Turunnya Al-Quran secara global, selaras dengan “Kun”-NYA ALLAH, dan kelak melimpah secara historis dalam “Fayakuun”. Mengapa Al-Quran diturunkan di bulan suci Ramadhan, karena Kalamullah itu adalah manifestasi dari Sifat-NYA, “Al-Kalim”, di mana semaian wahananya haruslah (mawjud) pada Asma' NYA, yaitu Ramadhan itu sendiri.
Bulan ini ada Lailatul Qadr. Malam yang melebihi seribu bulan cahaya. Cahaya bulan itu sendiri merupakan pantulan dari matahari, dan manakala tiada matahari, bulan tak bercahaya, maka terjadi kegelelapan yang dahsyat. Dengan kata lain, Lailatul Qadr merupakan wahana di mana Cahaya-Cahaya ALLAH itu mawjud, dalam jiwa-jiwa hamba NYA yang beriman. Pendaran cahaya-NYA yang melebihi ribuan cahaya bulan, hanyalah simbol betapa tak terkirakan Cahaya-NYA itu. Mereka yang mempunyai jiwa yang telah fana , dalam “kegelapan malam fana’ul fana”’, adalah jiwa mereka yang mampu menyaksikan dalam musyahadah Cahaya-NYA. Karena itu, kefana ‘an itu hanya akan termawjud manakala para hamba itu senantiasa berdzikir, bertaqarrub, bermuqarabah, dan bertaubah dalam arti yang hakiki. Sebab Cahaya-Cahaya-NYA, hanya bisa disongsong oleh Sirrul ‘Abdi, sebagai puncak ketakwaan hamba ALLAH itu sendiri. Sirrul ‘Abdi adalah hakikat kehambaan yang final. Wujudnya adalah kesirnaan hamba dalam ke-Baqa ‘an-NYA, sehingga sang hamba tak lagi “ada” , dan yang ada hanyalah Yang Maha ADA dalam Abadi-NYA.
Bulan ini para hamba menuai kemerdekaan dan kebebasan yang sesungguhnya. Sebab pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, syaitan-syaitan dibelenggu. Disebut merdeka dan bebas, karena para hamba dibebaskan diri dari upaya terikat oleh kepentingan duniawi, kepentingan ukhrawi, bahkan kepentingan dari segala hal selain ALLAH. Sebab, kebebasan itu tidak terwujud secara hakiki manakala hamba masih diperbudak oleh selain ALLAH. Wujud NYA adalah cahaya hati yang terang benderang sebagai “ Rumah ALLAH ” dalam jiwanya, sebagaimana disebutkan, dalam sebuah hadits, “Qalbul Mu ‘mini Baitullah” (hati orang yang beriman adalah Rumah ALLAH).
Justeru itu munculnya dua kegembiraan: kegembiraan pertama, adalah ketika mereka yang berpuasa itu melakukan buka puasa (ifthar), dan kegembiraan kedua adalah kegembiraan ketika bertemu Tuhan NYA. Kegembiraan pertama bisa disebut sebagai kegembiraan lahiriah, dan kegembiraan kedua bisa disebut sebagai kegembiraan batiniah. Atau yang pertama adalah kegembiraan fana ‘nya hamba dalam kefitrahannya (dan karena itu disebut ifthar), lalu yang kedua adalah fana ‘ul fana’ dalam ke-Baqa’an-NYA, ketika menemui Tuhan NYA. Dua kegembiraan inilah yang sangat ditunggu-tunggu oleh hamba-hamba ALLAH. Hamba yang telah berfitrah, sekaligus hamba yang telah menjadi “ Cermin ILAHI ” dalam liqa’ (bertemu) dengan-NYA.]
» Muhammad Luqman Hakim.
> ( Hanya kepada ALLAH lah dirinya hadir, dan tak ada lain kecuali kehadiran ALLAH dalam jiwanya.)
" اللهم صل على سيدنا محمد الفاتح لما اغلق والخاتم لما سبق ناصر الحق بالحق والهادي الى صراطك المستقيم وعلى اله حق قدره ومقداره العظيم "
Cpf
Tiada ulasan:
Catat Ulasan