Ahad, 12 Mei 2019

PUASA YANG TERSASAR (Menurut  Imam al-Ghazali).

Sejak sembilan abad lalu, penambahan jenis pembaziran sudah dirasakan sebagai IRONI bulan puasa.

“Memakan apa yang tak dimakan di selain bulan Ramadan, membazirkan sesuatu LEBIH BANYAK dari hari-hari bukan puasa, sungguh telah jauh meyimpang dari ruh puasa,” tulisnya.

Dalam rumusan al-Ghazali, esensi puasa adalah upaya untuk melemahkan energi-energi Syaitani yang ada pada diri manusia agar tidak terlalu berdaya untuk berbuat jahat. Pelemahan itu tidak mungkin tercapai kecuali melalui pengurangan.

“Wa lan yahtsul dzaalika illaa bi at-taqliil,”

Apa yang dikeluhkan al-Ghazali di masanya tampaknya berlaku juga di masa kita. Sudah bukan rahsia, saban kali Ramadan tiba, tingkat pembaziran di negara-negara muslim justeru MELONJAK tajam.

Logiknya, puasa akan menekan tingkat kadar keborosan masyarakat ke angka yang lebih rendah dari hari-hari biasa.

Orang seperti menunda makan siang untuk dikenduri di kala malam.
Puasa seperti men-jamak ta’khir apa yang luput siang tadi.

Sedangkan
inti dari ibadah puasa adalah PENGURANGAN.

Taqliil, kata al-Ghazali, bukan penundaan, apalagi penggandaan

Dan jikapun dikaitkan dengan upaya mencapai taqwa, aspek pengurangan pembaziran itu pun masihlah belum memadai. Ini barulah tangga pertama menuju takwa.

Maksud terdalam dari puasa— kata al-Ghazali lebih lanjut— adalah PENGOSONGAN (al-khawaa’)
dan penaklukan keinginan-keinginan diri (kasr al-hawaa) yang bersifat fizikal.

Lewat cara seperti itulah seseorang mampu beralih dari alam fisikal menuju alam spiritual.

Dengan peralihan fokus dari alam fizikal ke alam spiritual, barulah jiwa seseorang diyakini mampu mencapai level taqwa.

Pengurangan perhatian pada aspek-aspek yang fizikal diandaikan akan meninggikan sensitiviti terhadap alam spiritual.

Bagi al-Ghazali, tersambungnya diri seseorang ke alam (`aalam al-malakuut)—yang konon menyingkapkan diri pada momen lailatul qadar—hanya mungkin terjadi bila perut dalam keadaan KOSONG.

Terisinya rongga-rongga di antara hati dan dada dengan limpahan makanan sudah cukup membuat orang terhalang (mahjuub) untuk menyingkap alam ajaib yang menampilkan diri sekali setahun itu.

Intinya,
melalui puasa al-Ghazali mengajak kita merasakan pengalaman spiritual.

Dimulai dari pengurangan terhadap pembaziran yang fizikal, dilanjutkan dengan pengosongan diri dari selain Yang Maha Perkasa

Dari ulasan di atas, mudah saja membuat kesimpulan pandang tembus untuk mengavaluasi berhasil-tidaknya puasa kita mencapai sasaran.

✔ PERTAMA,
bila belanja dapur di bulan puasa lebih besar dari di bulan lainnya, berarti ada yang sia-sia dari puasa kita.

✔ KEDUA,
bila berat badan tidak menyusut, bahkan stabil atau malah bertambah, berarti projek taqliil sudah gagal bekerja.

Belum lagi keinginan berbelanja pakaian pakaian baru menjelang lebaran. Yang sama sekali tidak islami.

Semoga Allah Subhana Wa Ta'ala selalu memberikan bimbingan kepada kita sekalian

Tiada ulasan:

Catat Ulasan