Jumaat, 16 November 2018

KISAH NYATA PEMBENCI MAULID NABI MUHAMMAD ﷺ

KISAH NYATA PEMBENCI MAULID NABI MUHAMMAD ﷺ

Cerita bermula dari Sayyid Alawi, Sayyid Alawi dari Ayahandanya Sayyid Abbas. Ketika Sayyid Abbas Al-Maliki Al-Hasani menghadiri peringatan Maulid Nabi Muhammad ﷺ di Baitul Muqaddas Palestina.

Beliau terheran-heran menyaksikan seorang pria tua beruban yang terus-menerus berdiri sejak awal pembacaan maulid sampai acara selesai.

Sayyid Abbas pun memanggilnya, "Duhai tuan, apa yang Anda lakukan, mengapa Anda berdiri sejak awwal Maulid sampai acara pembacaan Maulid selesai ?”

Lalu ia menjawab,
"Dulu saya pernah berjanji saat menghadiri sebuah Maulid Nabi Muhammad ﷺ untuk tidak berdiri hingga acara selesai, termasuk saat Mahallul-Qiyam, moment disaat para jamaah berdiri serentak sebagai tanda penghormatan kepada Baginda Rasulullah Muhammad ﷺ , sebab menurutku hal itu adalah bid’ah sayyi'ah (bid'ah yang jelek),” katanya.

Namun tiba-tiba, -- kata orang itu kepada Sayyid Abbas--, suatu malam saya bermimpi menghadiri dan duduk di majelis maulid Nabi Muhammad ﷺ bersama jamaah yang bersiap-siap menunggu kehadiran Nabi ﷺ, maka pada saat Rasulullah ﷺ hadir, para jamaah pun bangkit berdiri untuk menyambut kehadiran Nabi ﷺ. Pada saat itu aku menyaksikan Rasulullah ﷺ Melewatiku dan Berkata, “Kamu tak usah berdiri, kamu duduk saja di tempatmu."
“Aku pun ingin berdiri namun terasa berat dan susah sekali."

"Sejak saat itulah aku sering sakit dan bahkan organ-organku bermasalah. Sehingga aku bernadzar, jikalau Allah ﷻ menyembuhkan penyakitku maka aku berjanji setiap ada maulid aku akan berdiri dari awal maulid hingga akhir. Dan Alhamdulillah, dengan izin Allah ﷻ aku diberikan kesembuhan."

Sayyid Abbas pun mempersilahkan orang tersebut melaksanakan nadzarnya.

Wahai Sahabatku...
KELAHIRAN NABI MUHAMMAD ﷺ ADALAH NIKMAT TERBESAR YANG HARUS KITA SYUKURI...

ﻗُﻞْ ﺑِﻔَﻀْﻞِ ﺍﻟﻠﻪِ ﻭَﺑِﺮَﺣْﻤَﺘِﻪِ ﻓَﺒِﺬٰﻟِﻚَ ﻓَﻠْﻴَﻔْﺮَﺣُﻮْﺍ ﻫُﻮَ ﺧَﻴْﺮٌ ﻣِﻤَّﺎ ﻳَﺠْﻤَﻌُﻮْﻥَ ‏

“Katakanlah, dengan Kurnia Allah dan Rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah ﷻ dan Rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.”
(QS. Yunus:58 ‏)

Dalam ayat ini, Allah ﷻ memerintahkan kepada kita agar bergembira dengan Anugerah dan RahmatNya, sedangkan Nabi Muhammad ﷺ adalah Kurnia dan Rahmat terbesar yang diberikan Allah ﷻ.

ﻭَﻣَﺎ ﺃَﺭْﺳَﻠْﻨَﺎﻙَ ﺇِﻻَّ ﺭَﺣْﻤَﺔً ﻟِﻠْﻌَﺎﻟَﻤِﻴْﻦَ

“Dan tidaklah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) Rahmat bagi semesta alam.”
(QS. Al-Anbiya’:107 ‏)

Rasa senang dan gembira ini adalah sebagaimana yang telah Nabi Muhammad ﷺ contohkan sendiri dengan cara berpuasa pada hari Kelahiran Beliau.

Dalam sebuah hadits diriwayatkan:

ﻋَﻦْ ﺃَﺑِﻲْ ﻗَﺘَﺎﺩَﺓَ ﺍْﻷَﻧْﺼَﺎﺭِﻱِ ﺃَﻥَّ ﺭَﺳُﻮْﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ ﺳُﺌِﻞَ ﻋَﻦْ ﺻَﻮْﻡِ ﺍْﻹِﺛْﻨَﻴْﻦِ ﻓَﻘَﺎﻝَ : ﻓِﻴْﻪِ ﻭُﻟِﺪْﺕُ ﻭَﻓِﻴْﻪِ ﺃُﻧْﺰِﻝَ ﻋَﻠَﻲَّ ‏» ‏(ﺭﻭﺍﻩ ﻣﺴﻠﻢ‏)

Diriwayatkan dari Abû Qatâdah Al-Anshâri: “Bahwa Rasulullah ﷺ pernah ditanya tentang puasa Senin. Maka Beliau Menjawab, "Pada hari itulah aku dilahirkan dan wahyu diturunkan kepadaku.” (HR. Muslim:1978‏)

Sahabatku...
Merayakan Maulid Nabi ﷺ adalah bentuk mengagungkannya, bahagia dengan hari kelahirannya, menampakkan kegembiraan dengan membuat jamuan, bersedekah untuknya, berkumpul untuk mengingatnya, dibacakan Al-Qur'an Al-Karim, dibacakan riwayat-riwayat tentang kelahirannya, mukjizat-mukjizatnya, sirah-nya (sejarahnya), pengenalan tentang pribadinya, irhash-nya (kejadian-kejadian luar biasa yang Allah ﷻ Berikan kepada diri seorang Rasul, sebelum diangkat menjadi Rasul), yang ini semua akan menimbulkan iman yang sempurna dan menambah kecintaan kepada Baginda Rasulullah ﷺ.
Sebab manusia itu diciptakan menyukai hal-hal yang indah, baik fisik (tubuh) maupun akhlaq, ilmu maupun amal, keadaan maupun keyakinan.
Dalam hal ini tiada yang lebih indah, lebih sempurna, lebih mulia, dan lebih utama dibandingkan Akhlaq dan Perangai Rasulullah ﷺ. Menambah kecintaan dan menyempurnakan iman adalah dua hal yang dituntut oleh syara'.

BAGAIMANA SEBAIKNYA MENYIKAPI PERBEDAAN PANDANGAN TENTANG PERAYAAN MAULID ?

~Kiranya kita mencontoh sifat-sifat mulia Beliau Rasulullah ﷺ dengan cara menghargai perbedaan pendapat diantara kita terhadap pelaksanaan Maulid~

Sejatinya, seluruh kalam Allah ﷻ dalam Al-Qur’an dan Hadits Rasulullah ﷺ dicerna oleh manusia melalui akalnya.
Imam Ghazali dalam Kitab Ihya' Ulumuddin juga menerangkan bagaimana pentingnya akal dalam membedakan mana yang benar dan salah. Itulah renungan mengapa ayat pertama yang diturunkan adalah,

إقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِى خَلَقَ

"Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,"
(QS. Al-'Alaq:Ayat 1)

Kata " إِقْرَأ " terambil dari akar kata yang berarti "menghimpun", sehingga tidak selalu diartikan "membaca teks tertulis dengan aksara tertentu" saja. Akan tetapi dari akar kata "menghimpun" ini, lahirlah aneka ragam makna, seperti memikirkan, menyampaikan, menelaah, mendalami, meneliti, mengetahui ciri sesuatu, dan membaca (bacalah dengan menggunakan akalmu), baik teks tertulis maupun tidak. Perbedaan interpretasi dari proses berpikir inilah yang mengakibatkan perbedaan interpretasi Al-Qur’an dan Hadits.

Oleh karena itu, perbedaan pendapat atau tafsir dalam Al-Qur’an dan Hadits ini adalah suatu keniscayaan dan tidak perlu dijadikan sebagai alasan untuk saling merendahkan kelompok lain. Melainkan sebagai pengingat akan kelemahan dan ketidakmampuan kita sebagai manusia dihadapan Allah ﷻ Sang Pemilik Segalanya.

Selanjutnya, terkait dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad ﷺ, mengingat bahwa inti dari pelaksanaan peringatan Maulid tersebut adalah untuk meneladani kembali keagungan, kemuliaan, dan kejernihan hati Nabi Muhammad ﷺ pada saat Beliau hidup di muka bumi, maka patutlah pula kiranya kita mencontoh sifat-sifat mulia Beliau tersebut dengan cara menghargai perbedaan pendapat terhadap pelaksaan peringatan Maulid Nabi ﷺ. Dengan demikian, kita tidak perlu memaksa mereka yang menentang itu untuk ikut merayakan Maulid sebagaimana mereka pun tidak berhak memaksa kita untuk tidak merayakan Maulid dan apalagi sampai membid'ah-bid'ahkan amaliyyah kita. Selanjutnya upaya menghargai perbedaan itu tentunya juga perlu disertai dengan sikap keterbukaan dan kesiapan untuk menerima dan berusaha menumbuhkan suasana damai dengan tidak saling merendahkan satu sama lain.

Pertentangan yang terjadi di dalam perayaan ini lebih disebabkan karena sudah terlalu banyaknya fitnah di sekitar umat Islam, sehingga sulit bagi umat Islam untuk mengetahui mana yang sebenarnya sunnah atau bid’ah sayyi'ah (hal baru yang jelek). Kesibukan dunia dan kurang populernya ilmu agama di masyarakat mengakibatkan orang gampang terhasut oleh kelompok-kelompok tertentu yang merasa paling benar secara absolut.

Mari kita jaga tali Ukhuwwah (persaudaraan) diantara kita, tanpa harus mengklaim bahwa kitalah yang paling benar, dan menganggap orang lain salah.

Semoga Allah ﷻ senantiasa Memberi kita hidayah dan taufiq-Nya dan Membersihkan hati kita dari kebencian dan hasud kepada sesama muslim.
Dan semoga Kecintaan kita kepada Sayyidil Mursalin Habibina wa Maulana Muhammadin ﷺ menjadikan asbab kita diwafatkan dalam keadaan husnul khatimah dan berkumpul bersama Beliau ﷺ kelak di surga-Nya...
Aaamiin Yaa Rabbal 'Aalamiin...

Wallahu A'lam Bishshawabb.
SHALLU  'ALAN  NABIY...

👉 Referensi:
- Kitab Al-Hadyu At-Taam Fi Mawaarid Al-Maulid An-Nabawi, hal 50-51, karangan Syaikh Muhammad Ali bin Husain Al-Maliki Al-Makki
- Dikisahkan pula oleh Habib Jailani Asy-Syathiri, berasal dari Sayyid Muhammad, dan Sayyid Muhammad dari Ayahandanya Sayyid Alawi, dan Sayyid Alawi dari Ayahandanya Sayyid Abbas Al-Maliki Al-Hasani.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan