Khamis, 15 November 2018

MAULID NABI shallallahu ‘alaihi wa sallam Menjawab Gagal Paham Ulama Wahabi (Ibnu Baz, Ibnu Utsaimin, al-Fauzan dan lain-lain).

MAULID NABI shallallahu ‘alaihi wa sallam
Menjawab Gagal Paham Ulama Wahabi (Ibnu Baz, Ibnu Utsaimin, al-Fauzan dan lain-lain).

WAHABI: Mengapa Anda merayakan maulid Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam padahal itu tidak ada dalilnya?

SUNNI: Maulid Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah ekspresi kegembiraan, kebahagiaan dan suka cita atas lahirnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dalam al-Qur’an Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُونَ

Katakanlah: "Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira”. (QS. Yunus : 58).

Ibnu Abbas radhiyallaahu ‘anhuma menafsirkan ayat ini dengan, “Dengan karunia Allah (yaitu ilmu) dan rahmat-Nya (yaitu Muhammad shallallahu alaihi wa sallam), hendaklah dengan itu mereka bergembira”. Berarti merayakan acara maulid, termasuk mengamalkan perintah dalam ayat tersebut, yaitu berbahagia dan bergembira dengan hadirnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

WAHHABI: Apakah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bergembira dengan kelahirannya seperti yang Anda lakukan?

SUNNI: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bergembira dengan kelahirannya setiap minggu. Yaitu setiap hari Senin sebagaimana diriwayatkan dalam hadits shahih berikut ini:

عَنْ أَبِي قَتَادَةَ اْلأَنْصَارِيِّ رضي الله عنه، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم سُئِلَ عَنْ صَوْمِ يَوْمِ الاثْنَيْنِ؟ قَالَ: ذَاكَ يَوْمٌ وُلِدْتُ فِيهِ، وَيَوْمٌ بُعِثْتُ أَوْ أُنْزِلَ عَلَيَّ فِيهِ.

Dari Abu Qatadah al-Anshari radhiyallaahu ‘anhu, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang berpuasa pada hari Senin (yang selalu beliau lakukan. Beliau bersabda, “Itu hari aku dilahirkan dan hari aku diutus atau wahyu diturunkan kepadaku.”

Hadits shahih riwayat Muslim [1162], Ahmad [22590], Abu Dawud [2426], Ibnu Hibban [3642], al-Hakim [4179] dan al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman [1386].

Dalam hadits di atas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu berpuasa pada hari Senin, karena merayakan dan mensyukuri nikmat Allah pada hari tersebut sebagai hari kelahiran dan hari diangkatnya beliau sebagai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hadits ini menjadi dalil anjuran merayakan hari kelahiran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan berpuasa.

WAHABI: Berarti kalau Anda mau merayakan maulid Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam cukup berpuasa setiap hari senin saja.

SUNNI: Ibadah-ibadah lain seperti shalat, sedekah, dan dzikir bersama seperti yang ada dalam acara maulid, dianalogikan dengan puasa, karena sama-sama mendekatkan seseorang kepada Allah subhanahu wa ta’ala.

WAHABI: Maaf, kami tidak dapat menerima tradisi Anda dalam merayakan maulid, yaitu tidak terbatas pada hari Senin saja dan tidak hanya melakukan puasa, bahkan dzikir dan lain-lain.

SUNNI: Merayakan Maulid Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak terbatas dengan berpuasa pada hari senin saja. Bahkan bisa dengan ibadah lain seperti dzikir bersama pada hari apa saja. Hal ini telah dilakukan pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdasarkan hadits shahih berikut ini:

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رضي الله عنه قَالَ: قَالَ مُعَاوِيَةُ رضي الله عنه: إِنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم خَرَجَ عَلَى حَلْقَةٍ يَعْنِي مِنْ أَصْحَابِهِ فَقَالَ: «مَا أَجْلَسَكُمْ؟» قَالُوا: جَلَسْنَا نَدْعُو اللهَ وَنَحْمَدُهُ عَلَى مَا هَدَانَا لِدِينِهِ، وَمَنَّ عَلَيْنَا بِكَ، قَالَ: «آللهُ مَا أَجْلَسَكُمْ إِلا ذَلِكَ؟» قَالُوا: آللهُ مَا أَجْلَسَنَا إِلا ذَلِكَ، قَالَ: «أَمَا إِنِّي لَمْ أَسْتَحْلِفْكُمْ تُهَمَةً لَكُمْ، وَإِنَّمَا أَتَانِي جِبْرِيلُ عليه السلام فَأَخْبَرَنِي أَنَّ اللهَ عز وجل يُبَاهِي بِكُمُ الْمَلائِكَةَ».

Dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallaahu ‘anhu, “Mu’awiyah radhiyallaahu ‘anhu berkata, “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar pada suatu perkumpulan sebagian sahabatnya dan bersabda, “Apa yang mendorong kalian berkumpul?” Mereka berkata, “Kami  duduk untuk berdoa kepada Allah, memuji-Nya karena telah melimpahkan hidayah kepada kami pada agama-Nya dan menganugerahkan engkau kepada kami.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Demi Allah, hanya itu yang mendorong kalian duduk bersama?” Mereka berkata, “Demi Allah, hanya itulah yang mendorong kami duduk bersama.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya aku menyumpah kalian bukan karena curiga pada kalian. Akan tetapi Jibril ‘alaihissalam datang kepadaku dan mengabarkan bahwa Allah ‘azza wa jalla membanggakan kalian kepada para malaikat.”

Hadits shahih riwayat Ahmad [16881], Muslim [2701], al-Tirmidzi [3379], al-Nasa’i [5426], Abu Ya’la [7378], Ibnu Abi Syaibah [29469], Ibnu Hibban [813] dan al-Thabarani dalam al-Mu’jam al-Kabir [701].

Hadits di atas memberikan beberapa pesan penting,

Pertama, para sahabat tersebut berkumpul karena inisiatif mereka, tanpa ada perintah atau anjuran sebelumnya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menanyakan tujuan perkumpulan tersebut.

Kedua, ketika ditanya oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang tujuan mereka berkumpul, ternyata untuk berdoa kepada Allah, memuji kepada-Nya karena nikmat agama Islam yang Allah limpahkan kepada mereka.

Ketiga, mereka berkumpul juga karena memuji kepada Allah karena telah menganugerahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada mereka. Perayaan maulid Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, juga bertujuan mensyukuri nikmat Allah yang sangat agung, yaitu datangnya Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam kepada kita.

Keempat, berarti acara maulid masuk dalam hadits di atas, yaitu perkumpulan yang dibanggakan oleh Allah subhanahu wa ta’ala kepada para malaikat, karena isinya merayakan dan mensyukuri hadirnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ke muka bumi, sebagai nikmat dan rahmat Allah subhanahu wa ta’ala yang paling agung.

Kelima, dalam hadits di atas dijelaskan bahwa perkumpulan para sahabat dan kebanggaan Allah kepada para malaikat tidak dibatas pada hari tertentu. Berarti merayakan Maulid Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang isinya mensyukuri datangnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai anugerah yang agung bagi kita tidak dibatasi oleh hari tertentu, misalnya Senin saja.

WAHABI: Dalam acara maulid yang kalian lakukan, seringkali menggunakan tabuhan gendang atau rebana dan bernyanyi sambil berdiri. Padahal itu tidak ada dalilnya.

SUNNI: Alhamdulillah untuk tabuhan rebana dalilnya sangat cemerlang dan shahih.

عَنْ بُرَيْدَةَ بْنِ الحُصَيْبِ رضي الله عنه، قَالَ: رَجَعَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم مِنْ بَعْضِ مَغَازِيْهِ، فَجَاءَتْ جَارِيَةٌ سَوْدَاءُ فَقَالَتْ: يَا رَسُوْلَ اللهِ! إِنّيْ نَذَرْتُ - إِنْ رَدَّكَ اللهُ سَالمًا - أَنْ أَضْرِبَ عَلىَ رَأْسِكَ بالدُّفِّ؟ فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: "إِنْ نَذَرْتِ فَافْعَلِيْ؛ وَإِلاَّ فَلاَ". قَالَتْ: إِنّي كُنْتُ نَذَرْتُ، فقعد رسول الله صلى الله عليه وسلم، وَضَرَبَتْ بِالدُّفِّ وَقَالَت:
أَشْرَقَ الْبَدْرُ عَلَيْنَا ... مِنْ ثَنِيَّاتِ الْوَدَاعِ
وَجَبَ الشُّكْرُ عَلَيْنَا ... مَا دَعَا لله دَاعِ

Dari Buraidah bin al-Hushaib radhiyallaahu ‘anhu, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pulang dari sebagian peperangan. Lalu seorang budak wanita berkulit hitam datang dan berkata, “Ya Rasulullah, sesungguhnya aku telah bernazar, jika Allah mengembalikanmu dalam keadaan selamat, akan menabuh rebana di atas kepalamu.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila kamu memang bernazar, maka lakukanlah. Tapi apabila tidak bernazar, maka jangan.” Wanita itu berkata, “Aku telah bernazar.” Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam duduk dan wanita itu menabuh rebana dan berkata,
Bulan purnama telah muncul kepada kamu dari arah Tsaniyyatil Wada’
Kami wajib bersyukur, selama penyeru berseru kepada Allah.

Hadits shahih riwayat Ibnu Hibban [4386]. Sedangkan bacaan bait tersebut, terdapat dalam riwayat Mawarid al-Zham’an [2015].

Dalam hadits di atas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memperkenankan seorang budak wanita untuk memenuhi nazarnya, dengan menabuh rebana di atas kepala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pulang dari peperangan dengan selamat. Hadits ini menjadi dalil bolehnya menabuh rebana ketika pembacaan bait-bait syair dalam maulid dan shalawat, sebagaimana peristiwa dalam hadits di atas.

Sedangkan berdiri yang dilakukan oleh kaum Muslimin ketika membaca Ya Nabi Salaam ‘alaika, hal itu dilakukan karena semua jamaah menyanyikan pujian kepada Allah dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sudah barang tentu, orang yang bernyanyi di mana-mana pasti berdiri. Dalam hadits di atas , wanita yang bernyanyi tersebut juga berdiri sambil menabuh rebana. Dalam hal ini tidak ada masalah. Dalil tentang bernyanyi sambil berdiri ketika melantunkan syair ini banyak sekali dalam kitab-kitab hadits.

WAHABI: Kok ada dalilnya semua ya?

SUNNI: Alhamdulillah, tradisi keagamaan yang kami warisi dari para ulama besar banyak memiliki dalil.

WAHABI: Maaf, kami tidak bisa membantah dan menjawab hujjah-hujjah Anda. Hujjah dari Syaikh Ibnu Baz, Ibnu Utsaimin dan lain-lain ternyata sangat lemah.

SUNNI: Terima kasih atas kepedulian Anda membaca tulisan ini. Tolong bantu share untuk berbagi pahala.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan