Khamis, 15 November 2018

PENGERTIAN IHSAN

*PENGERTIAN IHSAN*

Ihsan’ (Arab: احسان; “kesempurnaan” atau “terbaik”) adalah seseorang yang menyembah Allah seolah-olah ia melihat-Nya, dan jika ia tidak mampu membayangkan melihat-Nya, maka orang tersebut membayangkan bahwa sesungguhnya Allah melihat perbuatannya.

Ihsan’ adalah lawan dari isa’ah (berbuat kejelekan), yaitu seorang manusia mencurahkan kebaikan dan menahan diri untuk tidak mengganggu orang lain. Mencurahkan kebaikan kepada hamba-hamba Allah dengan harta, ilmu, kedudukan dan badannya.[1]

Hadits yang berkenaan tentang ihsan’ dikeluarkan di dalam Shahih Muslim dari Umar bin Khattab dan dua riwayat dari Abu Hurairah pada Shahihain. Bunyi teks berdasarkan hadist riwayat Muslim dari Abu Hurairah adalah,

Jibril berkata: “Wahai rasulullah, apakah Ihsan itu?” Rasulullah shallallahu alaihi wa’sallam bersabda: “Yaitu engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak mampu melihat-Nya, maka ketahuilah bahwa Dia selalu melihatmu”.

*IHSAN’ TERBAHAGI MENJADI DUA MACAM:*

Ihsan’ di dalam beribadah kepada Sang Pencipta (Al-Khaliq) Ihsan’ kepada makhluk ciptaan Allah

Ihsan’ Di Dalam Beribadah Kepada Allah.

Ihsan’ di dalam beribadah kepada Al-khaliq memiliki dua tingkatan[2]
‘Kamu beribadah kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya’, ini adalah ibadah dari seseorang yang mengharapkan rahmat dan ampunan-Nya. Nama lain dari perbuatan ini disebut Maqam al-Musyahadah (مقام المشاهدة).[3]
Dan keadaan ini merupakan tingkatan ihsan’ yang paling tinggi, karena dia berangkat dari sikap membutuhkan, harapan dan kerinduan. Dia menuju dan berupaya mendekatkan diri kepada-Nya. Sikap seperti ini membuat hatinya terang-benderang dengan cahaya iman dan merefleksikan pengetahuan hati menjadi ilmu pengetahuan, sehingga yang abstrak menjadi nyata.[3] ‘Jika kamu tidak mampu beribadah seakan-akan kamu melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu’, dan ini ibadah dari seseorang yang lari dari adzab dan siksanya. Dan hal ini lebih rendah tingkatannya daripada tingkatan yang pertama, karena sikap ihsan’nya didorong dari rasa diawasi, takut akan hukuman.
Sehingga, dari sini, ulama salaf berpendapat bahwa, “Barangsiaa yang beramal atas dasar melihat Allah subhanahu wa ta'ala, maka dia seorang yang arif, sedang siapapun yang bermal karena merasa diawasi Allah subhanahu wa ta'ala, maka dia seorang yang ikhlas (mukhlis).[3]

Maka suatu ibadah dibangun atas dua hal ini, puncak kecintaan dan kerendahan, maka pelakunya akan menjadi orang yang ikhlas kepada Allah. Dengan ibadah yang seperti itu seseorang tidak akan bermaksud supaya di lihat orang (riya’), di dengar orang (sum’ah) maupun menginginkan pujian dari orang atas ibadahnya tersebut. Tidak peduli ibadahnya itu tampak oleh orang maupun tidak diketahui orang, sama saja kualitas kebagusan ibadahnya. Muhsinin(seseorang yang berbuat ihsan’) akan selalu membaguskan ibadahnya disetiap keadaan.

Ihsan’ Kepada Makhluk Ciptaan Allah.

Berbuat ihsan’ kepada makhluk ciptaan Allah dalam empat hal, yaitu: [4]

*Harta:*
Yaitu dengan cara berinfak, bersedekah dan mengeluarkan zakat. Jenis perbuatan ihsan dengan harta yang paling mulia adalah mengeluarkan zakat karena dia termasuk di dalam Rukun Islam. Kemudian juga nafkah yang wajib diberikan kepada orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya seperti istri, anak, orang-tua, dll. Kemudian sedekah bagi orang miskin dan orang yang membutuhkan lainnya.

*Kedudukan:*
Manusia itu bertingkat-tingkat jabatannya. Sehingga apabila dia memiliki kedudukan yang berwenang maka digunakannya untuk membantu orang lain dalam hal menolak bahaya ataupun memberikan manfaat kepada orang lain dengan kekusaannya tersebut.

*Ilmu:*
Yakni memberikan ilmu bermanfaat yang diketahuinya kepada orang lain, dengan cara mengajarkannya.

*Badan:*
Yakni menolong seseorang dengan tenaganya. membawakan barang-barang orang yang keberatan, mengantarkan orang untuk menunjukan jalan, dan ini termasuk bentuk sedekah dan bentuk ihsan kepada makhluk Tuhan.

*KEMATIAN PASTI DATANG*

Tiada ulasan:

Catat Ulasan